Hujan deras di tengah malam menyatukan langkah dua orang asing, Dasha dan Gavin di bawah payung yang sama. Keduanya terjebak di sebuah kafe kecil, berbagi cerita yang tak pernah mereka bayangkan akan mengubah hidup masing-masing.
Namun hubungan mereka diuji ketika masa lalu Gavin yang kelam kembali menghantui, dan rahasia besar yang disimpan Dasha mulai terkuak. Saat kepercayaan mulai retak, keduanya harus memilih menghadapi kenyataan bersama atau menyerah pada luka lama yang terus menghantui.
Mampukah Dasha dan Gavin melawan badai yang mengancam hubungan mereka? Ataukah hujan hanya akan menjadi saksi bisu sebuah perpisahan?
Sebuah kisah penuh emosi, pengorbanan, dan perjuangan cinta di tengah derasnya hujan. Jangan lewatkan perjalanan mereka yang menggetarkan hati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ika Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Usia kehamilan Dasha telah memasuki bulan keempat, dan perutnya mulai terlihat membuncit. Ia merasakan kebahagiaan yang luar biasa setiap kali melihat bayangan dirinya di cermin. "Bayi kecil ini benar-benar tumbuh cepat," gumamnya sambil mengelus perutnya yang kini semakin jelas membulat.
Gavin, seperti biasanya, tetap menjadi suami yang perhatian, meski kadang sikap protektifnya masih muncul. Namun, ia mulai belajar untuk sedikit lebih santai, terutama setelah Dasha menegurnya dengan lembut beberapa waktu lalu.
Di sisi lain, Nathan semakin pintar dan menunjukkan perkembangan luar biasa di TK B. Setiap hari selalu ada cerita baru yang ia bawa pulang, yang membuat Dasha dan Gavin tertawa, bahkan sering kali terkejut dengan tingkahnya yang menggemaskan.
Salah satu kebiasaan baru Nathan sejak mengetahui Dasha hamil adalah rasa penasarannya terhadap bayi di dalam perut bundanya. Setiap pagi, saat Dasha duduk di sofa untuk sarapan, Nathan akan mendekat dengan wajah penuh penasaran dan menempelkan telinganya ke perut Dasha.
"Bunda, adik lagi ngapain di dalam? Tidur, ya?" tanyanya dengan nada polos.
Dasha tersenyum sambil mengelus rambut Nathan. "Mungkin dia lagi tidur, Sayang. Atau mungkin dia lagi dengerin suara Kak Nathan sekarang."
Mata Nathan berbinar. "Beneran? Aku mau cerita sama dia!"
Lalu, tanpa menunggu jawaban, Nathan mulai bercerita tentang harinya di sekolah. "Adik, tadi aku gambar bunga di sekolah. Warnanya biru sama hijau. Kalau kamu lahir, aku ajarin kamu gambar, ya!"
Gavin yang melihat itu dari meja makan hanya tertawa kecil. "Nathan, adikmu baru bisa dengar suara kamu, tapi belum ngerti. Tunggu dia lahir, ya," ujarnya.
Nathan mengangguk dengan semangat. "Nggak apa-apa, Papa. Adik pasti suka denger cerita aku!"
Selain bicara dengan "adik bayi," Nathan juga mulai menunjukkan tingkah-tingkah menggemaskan yang membuat Dasha dan Gavin semakin jatuh cinta padanya.
Suatu sore, ketika Dasha sedang istirahat di sofa, Nathan tiba-tiba datang membawa bantal kecil. "Bunda, kamu capek, kan? Ini aku bawain bantal biar kamu nyaman."
Dasha tertawa kecil sambil menerima bantal itu. "Terima kasih, Kak Nathan. Kamu benar-benar kakak yang baik."
Nathan mengangguk serius. "Aku harus jagain Bunda dan adik, kan? Papa bilang aku sekarang harus jadi anak yang bertanggung jawab."
Namun, ada juga tingkah konyol Nathan yang membuat suasana rumah penuh tawa. Suatu kali, ia membawa mainan mobil-mobilannya ke perut Dasha.
"Bunda, aku pinjemin mobil aku buat adik main, ya. Biar dia nggak bosen di dalam sana."
Dasha tertawa terbahak-bahak. "Adik belum bisa main mobil, Sayang. Tapi nanti kalau dia sudah besar, aku yakin dia pasti suka main sama Kakak Nathan."
Nathan mengangguk puas. "Kalau gitu aku tunggu dia lahir. Aku akan ajarin dia segalanya!"
Meskipun Dasha kini semakin sering merasa lelah karena kehamilannya, ia merasa sangat beruntung dikelilingi oleh Gavin yang selalu perhatian dan Nathan yang membawa keceriaan setiap hari.
Di malam hari, saat mereka berkumpul di ruang keluarga, Nathan sering meminta mereka membaca cerita bersama.
"Papa, Bunda, bacain dong cerita ini," katanya sambil membawa buku dongeng ke sofa.
Ketika mereka mulai membaca, Nathan akan memeluk perut Dasha sambil berkata, "Adik juga harus denger cerita ini. Biar dia tau nanti kalau aku kakaknya yang paling keren!"
Dasha dan Gavin saling bertukar pandang, tersenyum penuh cinta. Kehadiran Nathan yang cerdas dan menggemaskan, ditambah bayi yang sedang tumbuh di perut Dasha, membuat hidup mereka terasa lebih lengkap.
Meski hari-hari mereka penuh dengan aktivitas dan persiapan menyambut anggota keluarga baru, momen-momen kecil seperti ini adalah yang paling mereka hargai. Bagi Dasha, kehamilan ini adalah berkah yang mempererat cinta mereka sebagai keluarga, sementara tingkah Nathan yang polos dan penuh kasih sayang terus menjadi pengingat betapa indahnya hidup yang mereka jalani.
.
.
.
.
.
Selama seminggu terakhir, Gavin hampir tidak punya waktu untuk keluarganya. Pekerjaan di kantornya menjadi sangat rumit setelah salah satu karyawan yang sudah dipercaya bertahun-tahun ternyata terbukti melakukan korupsi. Hal ini membuat Gavin harus terjun langsung mengurus banyak hal—dari investigasi internal, memeriksa laporan keuangan, hingga memastikan bahwa dampak dari kasus ini tidak merusak kredibilitas perusahaan.
Setiap pagi, Gavin berangkat lebih awal dan pulang larut malam, terkadang membawa berkas-berkas yang harus ia selesaikan di rumah. Meskipun ia merasa bersalah karena tidak bisa meluangkan banyak waktu untuk Dasha dan Nathan, tanggung jawabnya sebagai pemimpin perusahaan membuatnya tidak punya banyak pilihan.
Dasha, yang memahami situasi ini, mencoba untuk tidak terlalu banyak mengeluh. Namun, ia tetap merasa sedikit kesepian tanpa kehadiran Gavin di sampingnya, terutama sekarang ketika ia sedang hamil empat bulan dan perutnya mulai terasa berat.
Nathan, meskipun masih kecil, mulai menyadari bahwa ada sesuatu yang berbeda dengan suasana di rumah. Ia melihat bahwa ayahnya sering kali tampak lelah dan jarang bermain dengannya seperti biasa.
Suatu malam, ketika Dasha sedang duduk di ruang tamu sambil mengelus perutnya, Nathan datang menghampiri dengan ekspresi penasaran.
"Bunda, kenapa Papa sibuk banget akhir-akhir ini? Aku kangen main sama Papa," katanya dengan nada polos.
Dasha tersenyum tipis, lalu menepuk kursi di sampingnya agar Nathan duduk. "Papa lagi kerja keras, Sayang. Ada masalah besar di kantornya, dan Papa harus menyelesaikannya. Tapi Papa tetap sayang sama kita, kok."
Nathan mengangguk pelan, lalu tiba-tiba berkata, "Kalau Papa sibuk, aku aja yang nemenin Bunda!"
Perkataan Nathan membuat Dasha tersenyum lebar. "Kak Nathan memang selalu jadi anak yang baik, ya. Terima kasih sudah mau jaga Bunda."
Sejak itu, Nathan menjadi lebih sering menghibur Dasha. Ia suka membawa mainannya ke ruang tamu dan bermain di dekat Dasha, seolah-olah ia sedang menjaga bundanya agar tidak merasa kesepian.
Sementara itu, di kantor, Gavin terus berusaha menyelesaikan masalah yang muncul akibat tindakan korupsi salah satu karyawannya. Ia merasa sangat marah dan kecewa karena karyawan tersebut adalah seseorang yang telah ia percayai.
"Bagaimana mungkin ini bisa terjadi tanpa ada yang menyadarinya lebih awal?" gumamnya sambil menatap laporan yang penuh dengan angka-angka yang mencurigakan.
Dasha tahu bahwa Gavin sedang berada di bawah tekanan besar, dan ia selalu memastikan bahwa Gavin memiliki makanan sehat yang siap di rumah setiap kali suaminya pulang.
"Sayang, aku tahu kamu sibuk, tapi jangan lupa makan, ya," pesan Dasha lewat telepon suatu siang.
"Terima kasih, Dash. Aku akan pulang sedikit lebih awal malam ini kalau semuanya sudah selesai," jawab Gavin, meskipun ia tahu mungkin janji itu sulit untuk ditepati.
Setelah seminggu yang penuh tekanan, Gavin akhirnya berhasil menyelesaikan sebagian besar masalah yang terjadi di kantornya. Ia memecat karyawan yang bersalah dan memulai proses hukum untuk memastikan tidak ada lagi tindakan korupsi di masa depan.
Ketika akhirnya ia punya waktu untuk pulang lebih awal, ia disambut dengan pelukan hangat dari Nathan dan senyuman lembut dari Dasha.
"Papa! Kamu udah selesai kerja? Kita bisa main lagi, kan?" seru Nathan dengan semangat.
Gavin mengangkat Nathan dan memeluknya erat. "Iya, Kak Nathan. Papa sudah selesai dengan urusan kantor. Sekarang Papa punya waktu buat kalian."
Dasha, yang sedang duduk di sofa sambil memijat kakinya yang sedikit bengkak, hanya tersenyum lega. "Selamat datang kembali, Sayang. Kita semua kangen sama kamu."
Malam itu, Gavin benar-benar meluangkan waktu untuk keluarganya. Ia bermain dengan Nathan, berbincang dengan Dasha tentang kehamilannya, dan berjanji untuk lebih menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan keluarga.
"Dash, aku tahu aku terlalu sibuk minggu ini. Tapi kamu harus tahu, kamu dan anak-anak kita selalu jadi prioritasku," kata Gavin sambil menggenggam tangan Dasha.
Dasha hanya mengangguk, merasa bahwa meskipun Gavin sibuk, cinta dan perhatian suaminya tidak pernah berkurang. Ia tahu bahwa dengan dukungan satu sama lain, mereka akan selalu bisa melewati apa pun yang terjadi.