Demian Mahendra, seorang pria berumur 25 tahun, yang tidak mempunyai masa depan yang cerah, dan hanya bisa merengek ingin kehidupan yang instan dengan segala kekayaan, namun suatu hari impian konyol tersebut benar benar menjadi kenyataan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Stefanus christian Vidyanto, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4. Zero
Demian merasa hatinya berdebar, bukan tanpa alasan—barang-barang yang ditawarkan alien ini benar-benar luar biasa. Bayangkan saja, kalau dia bisa punya semua benda ini, dia nggak bakal perlu repot mikirin siapa pun lagi di dunia ini!
Tapi masalahnya, ada satuan tugas angkatan laut lengkap yang tercantum di daftar barang itu. Kebayang nggak, sebesar apa kekuatan itu? Demian sering ngebayangin betapa nyebelinnya negara Barat Raya yang selalu bikin onar di Perairan Arjuna. Kalau saja dia bisa punya armada kayak gitu, dia nggak perlu lagi hanya berkhayal. Bisa lihat ekspresi orang-orang Barat Raya yang terkejut? Wah, pasti bakal jadi tontonan luar biasa.
Tentu saja, itu hanya impian saat itu, karena dia tahu betul kalau punya aset segede itu bukan hal gampang. Tapi sekarang, kesempatan nyata ada di depan mata, dan gimana bisa dia nggak kegirangan?
Tapi ya itu tadi, syarat-syaratnya berat banget! Kayak dia cuma digoda doang dengan semua benda keren ini. Dia mulai berpikir, Oke, mungkin dapat poin-poinnya itu mudah kelihatannya, tapi apa aku bisa ngumpulin cukup buat beli barang-barang alien ini?
Misalnya, ada mech kayak di film-film sci-fi. Mereka bukan cuma punya mech-nya, tapi juga cetak birunya. Tapi untuk saat ini, selain barang yang di bawah 1.000 poin, semua yang lain masih terkunci.
“Apa maksudnya ‘terkunci’ ini?” tanya Demian, menunjuk benda-benda abu-abu di layar.
“Itu artinya, barang-barang itu baru bisa diakses setelah kamu menyelesaikan beberapa tugas,” jawab alien itu.
“Jadi maksudnya, kamu kasih aku misi kayak di game gitu, terus habis selesai, aku bisa buka akses ke barang-barang ini?” tanya Demian sambil nunjuk daftar barang dengan semangat.
“Tepat sekali,” jawab alien itu.
“Tugasnya apa?” Demian penasaran banget, meskipun sekarang dia nggak punya poin sama sekali. Tapi dia tahu, tugas-tugas ini bisa jadi sumber utama poin buatnya. Soal beli poin pakai uang… Dia perlu 10 ribu dollar buat 1 poin. Buat dapat 10 ribu poin aja, dia butuh 100 juta dollar, dan buat 1 juta poin, perlu 10 miliar dollar! Sedangkan banyak barang di situ nilainya sampai jutaan poin. Beberapa barang mahal bakal percuma kalau cuma punya satu, belum lagi barang-barang mewah yang harganya nggak masuk akal.
“Nanti aku kasih tahu kalau ada misi yang bisa kamu lakukan,” jawab alien itu sambil beranjak pergi.
“Tunggu, tunggu!” seru Demian buru-buru.
“Apa lagi?” alien itu menoleh, nadanya tetap datar.
“Gimana aku panggil kamu? Masak harus bilang, ‘Hei, kamu’ setiap kali? Dan gimana aku bisa ngubunginmu? Lagipula, aku kan bisa dibilang pelopor nih, orang pertama yang kerja sama sama kamu. Masa nggak ada perlakuan spesial buat yang pertama? Kamu bilang kita bakal sering komunikasi, kan? Jadi, kayaknya kita emang perlu hubungan yang lebih jelas,” Demian melempar semua pertanyaannya tanpa ragu.
Dalam hal gaya dan sopan santun, Demian nggak terlalu mikirin lagi. Kalau dia nggak manfaatin kesempatan ini, nggak lucu banget kan?
“Kamu boleh memberiku nama,” ujar alien itu.
“Beneran boleh? Yakin?” Mata Demian berbinar, sambil mikir nama yang pas, kayak Zero atau semacamnya.
“Ya, tentu saja,” jawab alien itu tanpa ekspresi.
“Oke, gimana kalau Zero? Suaramu dingin banget, kayak angka nol, nggak ada emosi,” kata Demian sambil tersenyum tipis. Akhirnya, dia singkirkan pilihan nama aneh lainnya, mikir-mikir siapa tahu alien ini bisa ngamuk kalau dia asal pilih nama.
“Nama dikonfirmasi,” balas alien itu, suaranya tetap datar tanpa nada emosi sedikit pun.
“Eh, masih ada pertanyaan lagi,” kata Demian.
“Silakan.”
“Orang-orang yang lindungin aku tadi malam, aku masih bisa panggil mereka kalau perlu, kan?” Demian bertanya hati-hati. Soalnya, ini soal keselamatan dirinya. Siapa tahu misi yang bakal dikasih Zero nanti butuh bantuan.
“Sebagai agenku di Bumi, aku akan memberimu perlindungan sesuai kebutuhan,” jawab Zero, tetap tenang.
“Jadi kalau aku perlu, kamu bakal kasih perlindungan yang lebih kuat lagi buat jaga keselamatanku, kan?” Demian terus mendesak, sadar banget kalau ini penting buat jaminan keselamatannya.
“Seperti yang aku bilang, aku akan melindungimu kalau situasinya benar-benar darurat. Kalau cuma perkelahian biasa, aku nggak akan ikut campur,” jawab Zero singkat.
Walaupun jawabannya nggak pasti, Demian cukup puas. Sambil tersenyum kecil, dia berkata, “Oke, paham. Sekarang tinggal satu pertanyaan terakhir. Soal kekayaan ini... Keluarga saya biasa-biasa aja, tapi tiba-tiba ada 100 juta dolar di rekening saya. Bank pasti curiga kan? Gimana kalau pihak berwenang mulai ngejar?”
“Masalah itu sudah beres. Kamu punya identitas yang sesuai,” jawab Zero.
“Oh? Identitas apa yang bisa bikin aku tiba-tiba punya uang sebanyak itu?” Demian penasaran. Kalau Zero bilang masalah ini beres, berarti kekayaan barunya nggak bakal bikin siapa pun curiga. Pertanyaannya, identitas macam apa yang bisa bikin mahasiswa kayak dia punya uang segitu?
“48 jam dan 16 menit yang lalu, perusahaan teknologi di Asia Utara mengeluarkan keputusan: seorang ahli teknologi berbakat dari negaranya membeli saham perusahaan itu sebesar 4,8%. Sekarang kamu adalah pemegang saham individu terbesar,” jelas Zero tanpa ekspresi.
Demian melongo. Perusahaan teknologi terkenal yang produknya dipakai semua orang? Bahkan dia sendiri pakai ponsel buatan mereka. Dan sekarang dia pemegang saham terbesar?!
“Gila, gila, gila!” Demian nggak bisa menahan diri buat ngumpat dalam hati. Kalau saja dia nggak di hotel, mungkin dia udah teriak saking kagetnya.
Dia nggak ngerti gimana Zero bisa melakukan itu, tapi ini luar biasa…
“Ada lagi yang mau ditanyakan?” tanya Zero dengan suara yang tetap tenang tanpa emosi.
“Nggak, nggak ada,” kata Demian akhirnya, masih terperangah.
Beberapa saat kemudian, seolah dapat ide, Demian buru-buru membuka laptop di kamar hotelnya. Dia langsung cari tahu nilai saham perusahaan itu. Saat dia melihat valuasi perusahaan yang mencapai 650 miliar dolar, Demian tersenyum lebar. Dengan 4,8% saham, berarti nilainya sekitar 31,2 miliar dolar!
Tapi tunggu, Zero bilang semua ini dimulai 48 jam lalu. Padahal dia baru kenal Zero kemarin…