Dibiarkan, tidak dihiraukan, dimakzulkan. Hal itulah yang terjadi dalam kehidupan Keira yang seharusnya Ratu di kerajaan Galespire.
Dan setelah menjalani setengah hidupnya di penjara bawah tanah. Keira akhirnya menghadapi maut di depan matanya. Tubuh dan pikirannya tak sanggup lagi menanggung kesedihan. Membuat tubuh renta dan lemahnya menyerah.
Sebelum menghembuskan napas terakhir, Keira berjanji. Kalau bisa menjalani kehidupannya sekali lagi, dia tidak akan pernah mengabdikan diri untuk siapapun lagi. Apalagi untuk suaminya, Raja yang sama sekali tidak pernah mempedulikan dan menyentuhnya. Yang selalu menyiksanya dengan kesepian dan pengkhianatan. Dia akan menjadi Ratu yang menikmati hidup.
Setelah meninggal, Keira membuka mata. Ternyata dia kembali ke saat malam pernikahannya. Dia mengubah air mata yang menetes menjadi senyum. Dan mulai merencanakan kehidupan bahagianya. Menjadi seorang Ratu yang disukai banyak pria. Sehingga dia tidak akan pernah kesepian lagi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elena Prasetyo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
William melihat ke arah tenda milik Ratu. Disana berkumpul Rupert, Simon dan pra prajurit bawahannya. Semuanya tertawa dan saling melempar canda pada Ratu. Wanita itu, yang tak pernah menampakkan senyumnya pada William, tersenyum lebar. Terlihat menikmati perjalanan yang melelahkan ini.
Dia kembali ke tendanya dan melihat Mary sedang tidur nyenyak. Kasihan sekali wanita yang dicintainya ini. Pasti tidak tahan dengan perjalanan jauh. Terakhir kali Mary melakukan perjalanan jauh. Adalah saat William menjemputnya untuk datang ke istana.
William kembali keluar dari tenda dan ingin mencari udara segar. Tak sengaja melihat seorang wanita berjalan sendiri ke arah sungai dekat perkemahan.
Perlahan rambut keemasan yang tertimpa sinar bulan menggoda matanya. William mengikuti wanita itu sampai ke sungai.
"Akhirnya berada di alam lagi" kata wanita itu lalu berjongkok di dekat sungai. Membasahi sebuah kain dengan air sungai yang dingin dan membasuh wajahnya.
"Segar. Apa aku mandi saja disini?" tanya wanita itu mengejutkan William.
Wanita itu ingin mandi di sungai? Di tempat yang terbuka dekat perkemahan? Bagaimana kalau ada prajurit atau pelayan yang datang? Bukankah harusnya tenda Ratu memiliki bak mandi tersendiri?
Tidak mengerti tentang kekhawatiran William, wanita itu tiba-tiba melepas mantelnya. Dan mulai membuka gaunnya. Tentu saja membuat William segera berlari mendekat. Tak pernah dia kira, William menyadari ada tiga langkah berbeda melakukan hal yang sama dengannya.
Didengar dari langkahnya, William bisa memastikan. Ketiganya adalah pria . Dengan tinggi dan berat yang hampir sama dengannya. Hanya satu langkah yang agak berbeda. Lebih ringan dan cepat dari lainnya. Siapa mereka? Apa pembunuh bayaran? Kenapa mengejar Ratu?
Saat Ratu menoleh ke belakang. Mendadak William dan tiga langkah lainnya itu berhenti. Mereka pasti pembunuh bayaran yang mengincar Ratu. Walau tidak menyukai Ratu, dia harus melindungi wanita itu. William bersiap menghunus pedangnya.
Disaat Ratu tidak lagi melihat sekeliling dan membuka gaunnya. William dan ketiga orang itu mempercepat langkah. Tiga pedang panjang dan satu busur perak saling beradu di atas kepala Ratu. William melihat wajah ketiga pria lainnya dan terkejut. Begitu juga mereka.
Dan sedetik kemudian, semuanya mundur dan bersembunyi di balik pohon. Tidak ingin Ratu menyadari kehadiran mereka.
Malone, Simon dan Rupert. Sialan. Apa yang mereka lakukan? Mereka berani ingin menyerang Raja? Dan Rupert, darimana anak penasehat itu mendapat sebuah busur berwarna perak? Apa busur itu miliknya?
"Siapa?!!!" teriak Ratu menyadari ada yang tidak beres. Wanita itu membatalkan niat untuk membersihkan tubuh di sungai dan kembali ke arah perkemahan. Meninggalkan William dan tiga pria yang masih belum pergi.
Sesaat setelah Ratu pergi, William berjalan ke pinggir sungai. Menanti penjelasan dari tiga pria yang dilihatnya. Malone yang pertama muncul, disusul Simon dan terakhir Rupert.
"Maafkan saya Raja. Saya pikir ada pembunuh yang akan menyerang Ratu" kata Malone.
Simon dan Rupert juga mengatakan alasan yang sama. Ternyata, ketiga pria itu berpikiran sama seperti William.
"Kalian menghunuskan pedang pada Raja. Apa kalian ingin memberontak?!" tanyanya tegas.
Ketiga pria itu segera menurunkan senjata dan memohon pengampunan dari William.
"Mohon ampun Raja. Saya pikir ada pembunuh bayaran yang akan menyerang Ratu" kata Simon berusaha membela diri. Sedangkan Malone dan Rupert hanya menunduk dan tidak bicara.
"Aku harap itu benar. Dan ... Semoga aku tidak memiliki kesempatan untuk berhadapan dengan kalian secara bersamaan" kata William membuat Malone dan Rupert mengangkat wajah.
Malone, Jenderal dengan berbagai kemampuan senjata dan bela diri yang tinggi. Simon, seorang prajurit hebat yang tidak ragu menyerang secara brutal. Dan Rupert, seorang penjaga perpustakaan istana dengan langkah ringan dan cepat. Kombinasi ketiganya, akan menciptakan lawan yang belum pernah dihadapi oleh William.
"Maafkan kami Raja" jawab ketiganya.
"Pergilah!!" perintah William membuat ketiganya pergi ke tiga arah yang berbeda.
Malone, Simon dan Rupert. Menjaga Ratu? Bagaimana cara wanita asing itu mendekati ketiganya? Dan apa sebenarnya tujuan dari Ratu membuat ketiga pria itu dekat dengannya? Apa untuk memberontak?
Simon dan Rupert mungkin mudah untuk dipengaruhi. Tapi Malone? William sangat mengenal Malone. Tidak mungkin Malone bisa dipengaruhi dengan mudah. Sepertinya, William harus memeriksa niat Ratu pada tiga pria itu, terutama Malone.
"Ratu, Anda dari mana saja? Saya menghabiskan banyak waktu untuk mencari Anda" tanya Jane saat melihat Keira baru saja sampai di tenda. Setelah berlari kencang dari arah sungai.
"Aku? Hanya berkeliling" jawabnya berbohong. Padahal, dia ingin merasakan dinginnya air sungai, tapi begitu mendengar gemerisik suara daun. Keira membatalkan niatnya. Dan segera berlari kencang ke tenda. Mencari tempat yang paling aman.
Dia tidak ingin terbunuh oleh orang lain dan mati dengan sia-sia. Sebelum merasakan apa yang diinginkannya di kehidupan ini.
"Saya sudah menyiapkan air untuk Ratu membersihkan diri" ujar Jane membuat lega Keira.
"Tinggalkan saja disitu. Dan sebaiknya kau cepat beristirahat. Kita akan berangkat pagi sekali besok"
"Tapi Ratu"
"Lakukan apa kataku!" paksa Keira tidak ingin Jane merasa kelelahan. Kereta yang mereka gunakan tidak begitu nyaman. Dan mereka harus menahan hal ini selama satu bulan ke depan.
"Baik Ratu"
Jane pergi dan Keira segera melepas mantel dan gaunnya. Membilas tubuhnya perlahan dengan air hangat yang membuat nyaman. Tiba-tiba angin besar masuk ke dalam tendanya. Saat tubuhnya menggigil dia berbalik untuk mengambil mantel, tapi terhenti karena kehadiran seorang pria dalam tenda.
"Sejak kapan Anda ... Ada disini?" tanyanya begitu terkejut menyadari ada orang lain di dalam tendanya.
Pria itu hanya diam melihat Keira. Lalu dia sadar tidak memakai apapun selain gaun tidur tipis yang memperlihatkan tubuhnya. Ketika Keira berusaha mengambil mantel, pria itu memegang tangannya. Membawa Keira ke tiang tenda dan menekan tubuhnya disana. Dengan tangan terikat di belakang.
"Apa yang ingin kau lakukan?"
"Apa?"
"Apa tujuanmu sebenarnya?" tanya Raja dengan tegas. Tapi Keira tidak tahu maksud pertanyaan itu.
"Apa maksud Raja?"
"Malone, Simon dan Rupert. Apa tujuanmu mengumpulkan mereka dalam jangkauanmu?"
"Mengumpulkan? Dalam jangkauan saya? Anda pikir saya akan membuat ketiganya melawan Anda?"
Keira segera tertawa. Ternyata, seperti itu pemikiran Raja saat melihat Keira dekat dengan Jenderal Malone, Simon dan Rupert?
"Kalau bukan untuk melawanku? Apa tujuanmu sebenarnya?" desak Raja membuat tubuh mereka menempel.
"Kami hanya berteman" jawabnya.
"Berteman?? Apa kau pikir aku akan percaya?"
Raja terus mendesak Keira. Kini bahkan kulitnya bisa merasakan panasnya tubuh Raja. Dadanya berdegup kencang, menandakan Keira merasa sangat gugup sekarang. Tapi pria itu tidak mengambil jarak bahkan membuat wajah mereka sangat dekat. Terlalu dekat.
"Anda percaya atau tidak, itu bukan urusan saya. Tapi saya memang tidak memiliki maksud apapun. Kami hanya berteman"
"Teman?"
"Iya, teman" jawab Keira dengan napas tercekat. Dia tidak bisa menahan diri lagi sekarang. Tanpa berpikir akibat apa yang akan dialaminya, Keira mencium Raja.