NovelToon NovelToon
Cinta Yang Tertunda

Cinta Yang Tertunda

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Persahabatan / Romansa / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: winsmoon

Di sebuah taman kecil di sudut kota, Sierra dan Arka pertama kali bertemu. Dari obrolan sederhana, tumbuhlah persahabatan yang hangat. Setiap momen di taman itu menjadi kenangan, mempererat hubungan mereka seiring waktu berjalan. Namun, saat mereka beranjak remaja, Sierra mulai merasakan sesuatu yang berbeda. Perasaan cemburu tak terduga muncul setiap kali Arka terlihat akrab dengan gadis lain. Akankah persahabatan mereka tetap utuh, ataukah perasaan yang tumbuh diam-diam akan mengubah segalanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon winsmoon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 3

Sejak hari itu, Siera dan Arka benar-benar tidak lagi berbicara. Mereka berangkat ke sekolah sendiri-sendiri, tanpa saling menunggu seperti dulu. Di kelas, keheningan menjadi tembok besar yang memisahkan mereka. Tidak ada lagi tawa kecil, candaan, atau tatapan saling pengertian. Yang tersisa hanyalah jarak yang terasa dingin dan menyakitkan.

Keduanya sebenarnya saling merasakan kekecewaan. Namun, mereka terlalu terjebak dalam ego masing-masing untuk mengakuinya. Mereka sadar ada kesalahan yang harus diperbaiki, tetapi tidak ada yang berani mengambil langkah pertama.

Untuk pertama kalinya, setelah 12 tahun persahabatan, mereka berjarak. Dan anehnya, jarak itu terasa begitu asing.

Siera mulai merasakan kekosongan yang sulit ia jelaskan. Kehadiran Arka, yang selama ini mengisi hari-harinya, kini hilang. Rasanya tidak lengkap tanpa candaan spontan atau kebersamaan yang dulu terasa begitu alami. Ia merindukan Arka, meskipun mulutnya enggan mengakui.

Di sisi lain, Arka pun merasakan hal yang sama. Setiap kali ia melewati jalan yang dulu sering mereka lewati bersama, ada kehampaan yang mengusik hatinya. Seperti ada bagian dari dunianya yang hilang. Ia merindukan percakapan kecil tentang hal-hal remeh, lelucon yang hanya mereka berdua mengerti, dan kenyamanan yang tak tergantikan.

***

"Loh, Sie, kok nggak berangkat sekolah bareng Arkana lagi?" tanya Bunda Siera dengan nada penasaran bercampur khawatir. Ia heran, karena beberapa hari terakhir, Siera selalu berangkat sendiri tanpa ditemani Arka, yang biasanya rajin menjemputnya.

"Gak apa-apa, Bund. Arka kayaknya lagi sibuk. Jadi, Siera berangkat sendiri dulu aja," jawab Siera, berusaha terdengar santai. Namun, ada ketegangan samar yang terselip dalam suaranya, sesuatu yang tidak luput dari perhatian Bundanya.

"Oh, ya sudah. Kamu berangkat hati-hati, ya, sayang. Nanti kalau ketemu Arka, kasih tahu dia main-main ke rumah. Bunda buatin cookies kesukaan kalian berdua. Udah lama juga dia nggak ke sini," ujar Bunda dengan lembut, meskipun terlihat masih bingung dengan perubahan yang mendadak itu.

"Hehe… iya, Bund, nanti Sie sampaikan ke Arka," sahut Siera sambil tertawa kecil, berusaha menyembunyikan rasa canggungnya.

Bunda tersenyum hangat. "Kalau Arka sudah nggak sibuk, pasti dia senang mampir. Bunda kangen anak laki-laki bunda satu itu," katanya sambil tertawa kecil, mengenang kebersamaan mereka.

Siera mengangguk pelan, tetapi di dalam hatinya, ada rasa ragu yang sulit ia abaikan.

Gimana mau ngajak dia ke rumah, Bund. Sekarang aja dia nggak mau ngomong sama aku, batinnya.

Ia melangkah pergi dengan perasaan berat.

Kata-kata Bundanya tentang cookies dan tawa hangat bersama Arka dulu hanya terasa seperti kenangan yang perlahan menjauh dari hidupnya.

***

Beberapa hari berlalu, Arka menjadi semakin diam. Ia bahkan hanya melangkah melewati Siera begitu saja ketika mereka berpapasan, seolah Siera adalah sosok asing yang tak lagi berarti.

Siera mulai merasa gelisah. Perasaan bersalah yang semula ia abaikan kini perlahan menyelinap masuk. Ia tahu dirinya harus melakukan sesuatu. Meskipun ia merasa bukan sepenuhnya salahnya, ia tidak ingin hubungan mereka semakin memburuk.

Meminta maaf bukan berarti aku salah, tapi aku nggak mau semuanya berakhir seperti ini, pikir Siera.

Siera mencoba memberanikan diri. Ia mencari kesempatan untuk berbicara dengan Arka. Hari itu, ia melihat Arka sedang berjalan menuju tempat parkir. Dengan napas yang sedikit gugup, Siera menghampirinya.

"Ka, boleh ngobrol sebentar? Gue mau...." ucap Siera, suaranya terdengar ragu, namun tulus.

"Sorry, Sie. Gue buru-buru," potong Arka dengan jawaban singkat, suaranya dingin dan tanpa ekspresi. Tanpa menunggu respons, ia melangkah pergi, meninggalkan Siera yang terdiam di tempat.

Siera menatap punggung Arka yang semakin menjauh, merasa hampa. Ia belum sempat mengatakan apa yang ada di hatinya, tapi kini ia sadar, mungkin Arka tidak lagi peduli.

Sepulangnya ke rumah, Siera duduk di balkon kamarnya, memandang langit sore yang selalu memberinya rasa tenang. Namun kali ini, warna jingga yang biasanya menenangkan hatinya terasa hampa. Ia memegang buku harian kecil di tangannya, tempat ia biasa menuliskan segala perasaan dan pikirannya. Namun, hari ini tangannya ragu untuk menulis. Hatinya terlalu penuh, dipenuhi emosi yang bercampur aduk dan sulit ia ungkapkan dengan kata-kata.

Tanpa sadar, air matanya mulai menetes. Ia merindukan Arka. Merindukan kehadirannya, suar hangatnya, bahkan kejahilannya yang dulu sering membuatnya kesal. Tapi di balik rasa rindu itu, ada kemarahan yang tak bisa ia abaikan. Mengapa Arka tidak mencoba memperbaiki hubungan mereka? Mengapa dia memilih untuk diam dan semakin menjauh?

Kenapa harus jadi begini? gumam Siera pelan. Matanya menatap kosong ke buku harian di pangkuannya, seolah berharap jawaban datang dari sana. Tapi yang ia temukan hanya keheningan.

Di tempat lain, Arka duduk di kamarnya, memandangi sebuah foto lama di atas meja belajarnya. Foto itu adalah kenangan ketika mereka bermain bersama Siera di taman saat mereka kecil yang diabadikan oleh ibunya bertahun-tahun lalu. Dalam foto itu, mereka tampak begitu bahagia, tanpa beban, tanpa jarak.

Senyum kecil muncul di wajah Arka. Ia mengingat bagaimana Siera saat itu, dengan tawa lepas dan pipi merahnya setelah berlarian. Namun, senyum itu segera memudar. Rasa bersalah mulai merayapi hatinya. Ia merasa bodoh telah membiarkan egonya menguasai situasi. Ia tahu ada hal yang harus ia lakukan, tapi apa?

Arka menarik napas panjang, mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Di balik keraguan itu, ia juga memikirkan sesuatu yang lain. Mungkin ini adalah keputusan yang terbaik, pikirnya.

Lagi pula, ke depannya hidup Arka tidak akan selalu tentang Siera. Ia punya mimpi sendiri, ambisi yang ingin ia kejar. Jarak ini, meskipun menyakitkan, mungkin adalah awal agar Siera terbiasa hidup tanpa kehadirannya. Selama ini, Siera terlalu bergantung pada Arka, dan Arka tahu, suatu saat, mereka harus berjalan di jalan masing-masing.

Namun, meskipun ia mencoba meyakinkan dirinya, rasa kehilangan itu tetap membayangi. Ia menatap foto itu sekali lagi, lalu meletakkannya kembali di tempat semula, seolah berusaha mengabaikan gelombang emosi yang mendesaknya.

Di dua tempat yang berbeda, Siera dan Arka sama-sama tenggelam dalam perasaan mereka. Rindu, marah, dan kebingungan bercampur menjadi satu, sementara ego dan ketakutan terus menahan mereka dari menyelesaikan segalanya.

***

Situasi Siera dan Arka semakin rumit. Teman-temannya di Sekolah mulai menyadari perubahan mereka berdua, terutama Cindy, teman sebangku Siera, mulai menyadari ada sesuatu yang tidak beres. Siera tampak lebih pendiam dari biasanya, dan senyum cerianya seperti menghilang.

"Sie, lo sama Arka kenapa sih?" tanya Cindy pelan.

"Nggak ada apa-apa kok, Cin," jawab Siera singkat. Nada suaranya terdengar datar, tapi jelas ada sesuatu yang ia sembunyikan.

"Nggak ada apa-apa gimana? Tuh, dia sampai tukeran tempat duduk sama Baim," kata Cindy sambil menunjuk ke bangku di pojok kelas mereka.

Siera spontan menoleh. Pandangannya tertuju pada bangku itu, dan benar saja, tas Arka kini ada di sana. Tapi sosok pemiliknya tak terlihat di mana pun. Hatinya mencelos, seperti ditikam perlahan oleh kenyataan yang tak ingin ia terima.

Harus banget sampai segininya ngejauhin gue, ya? batinnya penuh sesak. Seakan semua yang terjadi selama ini belum cukup, kini Arka bahkan sengaja menghindari duduk di dekatnya.

1
Nasriah
up
jenny ayu
kereen̈n👍👍👍
Nasriah
ceritanya kereeeen... up.. up... up
Mưa buồn
Gemesin!
Sol Ronconi
Gak bisa dijelaskan dengan kata-kata betapa keren penulisan cerita ini, continue the good work!
winsmoon: Terima kasih dukungannya✨
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!