Alter Ego

Saat ini, rasanya Kent belum ingin kembali ke kota karena urusannya yang begitu banyak. Dia harus mengumpulkan data selengkapnya mengenai aktivitas keuangan yang dilakukan oleh Presdir Linardi di dalam dan luar negeri, sebelum bisa melaporkan apapun ke Debry.

"Sialan. Apa yang dapat kulakukan sekarang? Darimana aku bisa mendapatkan informasi?" geram Kent, sambil berjalan mondar-mandir di halaman depan rumah Kris.

Ditambah lagi, dia seorang diri karena Kris dan Adi sedang pergi menemui Bapak Franc Raharja yang berkontribusi besar dalam misi memberantas kejahatan komunitas Rosario.

"Jadi, yang perlu kita waspadai bukanlah komunitas Rosario, melainkan pergerakan Presdir Linardi?" ucap Kris, seakan mengulangi penjelasan dari Bapak Franc.

"Untuk sementara, karena komunitas Rosario itu sangat luas dan hampir tidak terjamah oleh pihak yang tidak terlibat. Sampai sekarang, belum ada seorang pun yang berhasil menguak kejahatan Rosario dari akar-akarnya. Namun, kita bisa memunculkan beberapa anggota dari komunitas itu, bila mengetahui informasi rahasia. Bila diperlukan, kita juga akan berakting sebagai mafia dengan identitas palsu. Itulah cara teraman dan paling efektif untuk menjalankan misi kalian," kata Bapak Franc.

"Tunggu dulu.. Mengapa hanya kita bertiga? Bagaimana dengan Bapak Franc yang jauh lebih cerdas dan berpengalaman daripada kita yang masih awam ini?" sanggah Adi, nampak sedikit khawatir.

"Bodoh. Tentu saja, Bapak Franc tidak boleh terlibat lebih banyak lagi! Itu karena Presdir Linardi akan langsung mengenali motifnya dan-- Pokoknya, akan terlalu berbahaya untuk Bapak Franc!" tegur Kris.

"Aku akan mati. Itu sudah pasti terjadi, jika orang itu menemukanku."

Kalimat singkat dan serius dari Bapak Franc Raharja langsung membuat mulut Adi terkunci sepenuhnya.

"Maafkan saya," ucapnya pelan kepada Bapak Franc.

"Tidak apa-apa. Namamu Adi Sucipto, kan? Kau Sersan Satu Angkatan Darat, dan juga putra dari mantan Kapten TNI, Burhan Sucipto?" sapa Bapak Franc.

"Benar, Pak," jawab Adi sigap, layaknya tentara.

"Kau masih muda dan tangguh. Bangunlah rasa percaya dirimu dengan terus berlatih. Suatu saat, kau pasti bisa mengubah nasib bangsa ini dengan menolong banyak korban tak berdosa," ujar Bapak Franc.

"Terima kasih, Pak!" sahut Adi hormat.

"Tunggu, tadi kalian bilang bertiga? Bukankah kalian hanya berdua?" ulang Bapak Franc; manusia yang tidak pernah melewatkan informasi penting sedikitpun.

"Oh, itu.. Kami memang bertiga. Tuan Kent Wahyudi adalah rekan kami," jelas Kris.

Mendengar nama itu, Bapak Franc nampak terkejut, kemudian berkata; "Wahyudi? Maksudmu, dia adalah putra dari Bapak Sean Wahyudi?"

Kedua pemuda itu mengangguk pelan secara bersamaan.

"Sungguh tidak bisa dipercaya.. Syukurlah," desah Bapak Franc lega, hanya karena mengetahui ada 1 nyawa yang selamat.

"Tenang saja, Pak. Kami akan menjaga Tuan Kent dan tidak akan membuatnya terlibat dalam bahaya," kata Kris.

"Tunggu, tunggu! Enak saja kau bilang begitu. Misi ini untuk kita bertiga, tidak ada hak spesial. Lalu, untuk apa Kent mendatangiku dan merengek ingin menjadi kuat? Apa kau lupa pada dendamnya yang tidak pernah surut itu?" peringat Adi.

Bapak Franc hanya berdiam sambil mengamati kedua pemuda yang aktif bertanya-jawab, hingga sedikit berkelahi itu.

"Jiwa muda memang begini. Aku jadi teringat akan sahabatku, Bapak Sean," ungkapnya, sambil tersenyum.

Kris akhirnya memaksa Adi berhenti mencemoohnya dan mengucapkan selamat tinggal kepada Bapak Franc sebelum mereka berpisah lagi.

Sementara itu, Kent yang sudah tidak tahan berada di dekat rumah tanpa tujuan akhirnya memutuskan untuk berangkat ke kota. Setibanya Adi dan Kris di rumah, mereka kebingungan karena tidak dapat menemukan Kent.

"Darahnya itu emang terlalu lancar, sampai dia ga bisa diam dan ga melakukan apapun sebentar aja," gerutu Adi, dengan bahasa gaulnya.

"Nasi sudah jadi bubur. Mau diapakan lagi?" balas Kris santai dan acuh.

Dalam perjalanan yang lancar, Kent yang mengendarai sepeda motor barunya ke kota mulai memikirkan sebuah rencana.

Cepat atau lambat, Kent memang harus bertemu lagi dengan Leno. Merasa pernah menjadi teman baik Leno, lelaki itu cukup yakin bahwa Leno akan bersedia membantunya.

Kent tiba tepat di depan lobby perusahaan L-Group pada pukul 6 sore, lalu bersiap mencari Leno yang pastinya telah usai bekerja.

Seketika berjalan perlahan memasuki pintu lobby, suara decitan pintu terdengar sedikit aneh dan..

Duk!

Langkah Kent terhenti di hadapan seorang wanita yang menabrak lengan kanan pria itu saat bergegas keluar dari pintu yang sama.

"Maaf! Maafkan saya--"

Baru menengadahkan wajahnya pada Kent, wanita itu langsung terperangah dan tidak bergeming.

"Minggir. Kau keluar dari pintu yang salah," ucap Kent singkat dan dingin.

Wanita itu tidak menyuarakan apapun, walau tubuhnya mundur beberapa langkah untuk membiarkan Kent melewati pintu.

"Kent!"

Lagi-lagi, wanita itu membuat langkah kaki Kent terhenti sejenak tanpa menoleh. Namun, pria itu benar-benar mengabaikannya.

Kent yang langsung berpapasan dengan Leno mendesaknya berpindah tempat untuk berbicara secara pribadi.

"Ada apa sih? Kenapa kamu ngotot ingin bertemu denganku terus?" protes Leno.

"Sudahlah, anggap aja kau sedang membantu kawan lamamu. Ayo, ikut aku," ajak Kent dengan sedikit tergesa-gesa, karena sedari tadi dirinya dapat merasakan sorot perhatian dari seorang gadis yang tak lain adalah Clara itu.

Beginikah sikap Kent seharusnya, setelah sangat lama terpisah dengan Clara? Kini, gadis itu hanya dapat mengamatinya dari kejauhan, dipenuhi dengan perasaan rindu dan beribu-ribu pertanyaan.

"Apa yang telah terjadi padanya? Benarkah dia Kent yang kukenal?" ucap Clara, dengan suara pelannya yang bergetar.

Tanpa sadar, air mata Clara mulai menetes. Karena malu diperhatikan orang lain di sekitar tempat itu, Clara menahan diri untuk tidak bersikap gegabah.

"Setidaknya, kini aku tahu dia selamat. Dia bukan seorang pemuda yang pandai berbohong. Aku akan berbicara dengannya lagi pada kesempatan berikutnya," putus Clara.

Semenjak pertemuan keduanya dengan Kent yang singkat itu, semangat dalam diri Clara mulai membara bagaikan api unggun. Dia sangat terpacu untuk membuktikan bahwa dirinya telah berjuang keras dan menjadi wanita karier yang sukses di hadapan sahabat lamanya.

Tanpa terlupakan oleh Kent, pencarian yang dilakukan oleh Rendra Rosario masih berlanjut. Untungnya, Burhan Sucipto yang masih menjalankan peran sebagai mata-mata dalam organisasi mafia itu belum diketahui seluk beluknya oleh siapapun.

Pernah ada yang bilang, bahwa melawan seseorang yang begitu pandai dan berkuasa itu mirip dengan permainan catur. Setiap pergerakan memiliki arti dan tujuan yang tidak boleh terbaca oleh lawan. Siapa yang lebih cepat melangkah akan melihat peluang. Walau saat ini harus menghilangkan beberapa sekutu atau melakukan suatu pengorbanan, semua itu belum tentu sama pada akhirnya.

- Bersambung -