#mafia + komedi
Rachel adalah seorang perempuan berusia 21 tahun yang merupakan anak satu-satunya dari gangster penguasa jakarta yang bernama serigala hitam.
Gangster serigala hitam telah menguasai jakarta dan sekitarnya semenjak ayahnya rachel yang bernama Rehan bersama teman setianya bernama Budi merantau kejakarta pada tahun 1980.
Rehan menikah dengan Kurenai yang merupakan warga negara jepang, akan tetapi Kurenai yang merupakan seorang putri yakuza yang mencoba menghindari kekerasan dan lari ke indonesia merasa kecewa dengan pilihan Rehan untuk menjadi mafia.
Akhirnya Kurenai meninggalkan Rehan dan Rachel yang baru berumur 5 tahun, Kurenai kembali ke jepang tanpa mengucapkan salam perpisahan untuk Rachel dan Rehan.
Rehan muda berhasil membangun dan mendirikan kerajaannya dari darah dan mayat lawan-lawannya.
sampai pada suatu hari rehan dibunuh oleh saingannya.
sanggupkah Rachel membalas dendam atas kematian ayahnya?
akankah Kurenai mengakuinya?
selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon indra gunawan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cakar Pemimpin Serigala
Jakarta, 27 Desember 2010
Dua hari setelah Sony terbunuh, Rehan mengadakan pertemuan di sebuah perkantoran daerah Kuningan Jakarta Selatan, Rehan bersama Budi Budiman tampak duduk bersama beberapa pemimpin Serigala Hitam.
Wajah tegang terlihat jelas menghiasi ke sepuluh pimpinan cabang Serigala Hitam, hanya Rehan dan Budi Budiman yang tetap berwajah datar tanpa ekspresi.
Rehan membakar cerutunya dan menatap satu persatu para pemimpin cabang Serigala Hitam.
“Terima kasih kalian semua sudah datang ke pertemuan dadakan yang ku buat ini. Pertemuan kali ini kita akan membahas mengenai The Beast dan gangguan brandal-brandal kecil yang lainnya yang selama ini menggerogoti kita.” Rehan berkata dengan nada pelan namun tegas, Raut wajah Rehan berubah menjadi sekeras batu karang.
“sebelum aku melanjutkan aku ingin bertanya apakah kalian sudah mengetahui berita kematian Sony, wakil ketua The Beast?” Rehan melontarkan pertanyaan tersebut sambil tersenyum kecil.
Para pemimpin cabang menganggukan kepala mereka setelah mendengar perkataan Rehan.
“Ketua...” salah seorang pemimpin cabang daerah Tanggerang berdiri dan meminta ijin berbicara di forum ini.
Rehan menganggukan kepalanya, “kau dapat berbicara dengan bebas di forum ini Diky!”
“Terima kasih ketua!” Diky menganggukan kepalanya, “setelah penyerangan yang dilakukan oleh Wakil Ketua Budi Budiman. Para berandal yang menamakan diri mereka Aliansi Pemuda Bersatu Ngegas (APBN), tidak lagi berani mengganggu wilayah kita. Mereka semua segera bersembunyi seperti seekor tikus yang ngumpet di got. Aku berharap Ketua dapat memberikan perintah kepada ku untuk melakukan penyerangan terhadap mereka, karena saat ini moral mereka sedang berada di bawah telapak kaki. Karena kemungkinan besar mereka telah mendengar berita kematian Sony.” Diky berkata dengan rasa hormat dan penuh percaya diri.
“hmmm....” Rehan hanya menganggukan kepalanya ke arah Diky.
Rehan tidak mengiyakan perkataan Diky dan juga tidak melarang Diky. Diky kemudian kembali duduk di kursinya setelah melihat Rehan menganggukan kepala.
“Ada lagi yang ingin bicara?” tanya Rehan dengan suara yang tegas, sambil menghisap cerutunya.
“Mohon ijin ketua.”
“Silahkan berbicara dengan bebas saudara ku Hotland Sinaga!” Rehan berkata dengan tatapan mata yang tajam menatap seorang pria berumur 40 tahunan yang lahir di Sumatera Utara
“Para pemuda Maluku yang awalnya tidak terlalu aktif menyerang dan mengganggu wilayah kekuasaan kita di Depok. Kini mulai aktif dan mencoba mencari keributan dengan anak buah kita. Walaupun mereka hanya mengincar lahan parkir di pasar-pasar besar di Depok. Akan tetapi jika kita tidak bereaksi maka akan muncul brandal-brandal kecil lainnya.” Hotland berkata sambil duduk dan matanya menatap Rehan dan Budi Budiman.
Rehan memengelus dagunya ketika mendengar pernyataan Hotland Sinaga, “bajingan dari maluku itu hanya mengincar lahan parkir? Aneh sekali!” Rehan mengerutkan keningnya mencoba mencari motif penyerangan para pemuda maluku yang dipimpin orang yang bernama Sangaji.
Budi Budiman yang dari tadi diam dan hanya menghisap rokoknya sambil memperhatikan jalannya rapat yang dipimpin oleh Rehan tiba-tiba bersuara.
“Rehan, Aku rasa kita perlu menangani para brandal-brandal kecil ini dengan cara lebih keras dan efektif. Pergerakan ku membunuh Sony adalah untuk memamerkan Taring Serigala Hitam kita, dan beberapa brandal kecil ada yang takut dan beberapa masih ada yang ingin mencoba peruntungan mereka.” Budi berkata dengan santai akan tetapi mata Budi Budiman menatap dan menusuk satu persatu para pemimpin cabang Serigala Hitam.
Budi Budiman mengisyaratkan kepada para pemimpin Cabang Serigala Hitam untuk bergerak akan tetapi dia tidak akan mentoleransi kegagalan.
“Ku mohon Rehan kali ini biarkan para Saudara Serigala Hitam kita mengamuk dan menunjukan taring mereka dan ketika Serigala Hitam mengamuk maka The Beast akan kembali menjadi kucing Orange dan tidak adalagi yang harus kita khawatirkan tentang keselamatan calon pemimpin baru Serigala Hitam yaitu Rachel.” Budi melanjutkan perkataannya sambil menatap Rehan.
Para pemimpin Cabang Serigala Hitam mencoba mencerna arti perkataan orang nomor 2 yang berpengaruh di dalam Serigala Hitam.
Sementara itu Rehan menarik nafas panjang sambil menatap saudara seperjuangannya setelah beberapa tarikan nafas tiba-tiba suasana di ruangan tersebut jadi ricuh.
“Ketua! Benar apa yang dikatakan Wakil Ketua Budi Budiman, kita harus menunjukan Taring dan Cakar kita!” ucap Diky dengan nada yang berapi-api.
“Ketua ijinkan aku dan para saudara ku untuk memberikan para pemuda maluku yang dipimpin oleh Sangaji! Aku akan memberikan luka sobek ke jantung mereka!” Hotland Sinaga berkata sambil menatap wajah Rehan.
“Benar Ketua! Ijinkan Kami bergerak!”
“Ketua lepas rantai yang selama ini membelenggu kami!”
“Ketua biarkan semua brandal tahu bahwa Seriga adalah pemimpin tertinggi di hutan rimba jakarta dan sekitarnya!”
“ketua ijinkan aku menghajar sisa-sisa pengikut macan ompong dari The Beast dan menyelesaikan pekerjaan yang dimulai oleh wakil ketua Budi!”
Satu persatu pemimpin cabang menyuarakan pendapat mereka, setelah disulut oleh sebuah perkataan dari Budi Budiman.
Rehan mengangkat tangannya ketika ruangan menjadi ricuh karena terbakar oleh api semangat dari para pemimpin cabang Serigala Hitam.
Ruangan pertemuan itu hening sejenak setelah seruan berapi-api dari para pemimpin cabang Serigala Hitam menggema. Rehan berdiri dari kursinya, dengan cerutu di tangan, matanya menyapu wajah setiap orang yang hadir di ruangan. Tidak ada yang berani bicara lagi, semua menunggu keputusan pemimpin tertinggi mereka.
Rehan menghisap cerutunya dalam-dalam, lalu menghembuskan asap perlahan. "Saudara-saudaraku," katanya dengan nada tenang tetapi penuh wibawa. "Aku memahami semangat kalian. Aku tahu kalian haus akan darah musuh, haus akan kekuasaan. Tapi dengarkan aku baik-baik."
Ia berhenti sejenak, meletakkan cerutunya di asbak. "Budi telah menunjukkan taring Serigala Hitam dengan membunuh Sony. Itu adalah pesan yang sudah sampai ke telinga setiap musuh kita. Tapi... aku tidak akan membiarkan kalian kehilangan fokus dan bertindak sembrono."
Raut wajah para pemimpin cabang berubah, beberapa tampak kecewa, tetapi mereka tetap diam.
Rehan menatap mereka satu per satu, lalu melanjutkan dengan nada lebih tegas. "Kita tidak akan menyentuh The Beast. Tidak sekarang. Mereka sudah kalah telak setelah kehilangan Sony. Memburu sisa-sisa mereka hanya akan membuang-buang energi kita."
Budi Budiman mengangkat alisnya, tapi tidak berkata apa-apa. Ia mengamati langkah Rehan dengan tatapan penuh minat.
Rehan melanjutkan, "Fokus kita sekarang adalah mengamankan wilayah yang telah kita rebut. Klub malam yang telah diserang oleh Budi adalah simbol kekuatan mereka. Kita akan mengambil alih dan mengubahnya menjadi markas cabang kita di bekasi. Itu akan menjadi pesan yang lebih kuat daripada sekadar memburu mereka satu per satu."
Hotland Sinaga dan Diky tampak hendak membantah, tetapi Rehan mengangkat tangannya, meminta mereka untuk diam.
"Untuk para brandal kecil yang masih berani melawan kita, seperti Sangaji berserta gerombolan Maluku-nya yang berada di depok dan juga Aliansi Pemuda Bersatu Ngegas di Tanggerang......ya, kita akan bergerak. Tapi ini bukan tentang amarah atau balas dendam. Kita harus bertindak dengan strategi, bukan sekadar mengandalkan otot."
Rehan menatap Budi Budiman. "Budi, aku menyerahkan rencana operasi untuk menyingkirkan para brandal itu padamu. Namun, pastikan tidak ada pertempuran yang membahayakan posisi kita. Kita akan bertindak cepat, keras, dan bersih."
Budi mengangguk kecil, matanya penuh pengertian. "Mengerti, Ketua. Aku akan pastikan pesan kita tersampaikan dengan jelas."
Rehan kembali menatap para pemimpin cabang. "Untuk kalian semua, aku harap kalian mengerti. Serigala Hitam bukan sekadar geng, kita adalah keluarga. Setiap tindakan harus dipikirkan matang-matang demi kelangsungan hidup kita semua. Tidak ada tindakan gegabah. Apakah kalian paham?"
Seruan "Paham, Ketua!" menggema serempak dari para pemimpin cabang.
Rehan kembali duduk, mengambil cerutunya, dan menghisapnya lagi. "Baiklah, kalau begitu, rapat selesai. Aku ingin rencana rinci dari setiap cabang untuk memperkuat wilayah kita dan dalam waktu 2 kali 24 jam hancurkan para berandal kecil tersebut. Jangan membuatku kecewa!"
Para pemimpin cabang berdiri dan memberi hormat sebelum meninggalkan ruangan. Hanya Budi Budiman yang tetap tinggal, duduk diam sambil menatap Rehan.
"Kau membuat keputusan yang menarik, Rehan," kata Budi akhirnya. "Tidak menyentuh The Beast, tapi langsung mengambil alih simbol kekuasaan mereka. Kau tahu ini akan membuat Rudi bergerak, bukan?"
Rehan mengangguk, bibirnya melengkung membentuk senyuman kecil. "Biarkan dia bergerak, Budi. Jika dia datang, itu berarti dia menyiapkan dirinya untuk kalah. Aku lebih suka bertarung di medan yang aku pilih."
Budi tersenyum samar, menyalakan rokoknya, dan berdiri. "Seperti biasa, kau penuh perhitungan. Aku akan memastikan semua berjalan sesuai rencana."
Rehan tidak menjawab. Ia hanya menatap langit Jakarta dari jendela, pikirannya melayang, mempersiapkan langkah-langkah selanjutnya. Pertarungan mungkin belum selesai, tetapi malam itu, Serigala Hitam telah membuat dunia bawah tanah Jakarta berguncang.