Beberapa belas tahun yang lalu, di kota bilangan depok telah hilang seorang anak kecil, disebuah hutan bambu. Ternyata anak tersebut disembunyikan kalong wewe, syukurnya di balikin lagi pada ibunya.
Setelah pemuda itu menginjak remaja, diusia 16 tahun dia menjelma menjadi pemuda yang gagah dan memiliki kelebihan. Bahkan memiliki wajah yang mirip sang pangeran, kalong wewe yang telah bertobat dan berubah wujud menjadi putri raja yaitu bernama Sekar Kencana berjanji akan selalu menjaganya.
Namun imam ditugaskan oleh Ki Sabdo untuk mencari 3 anak manusia, yang memiliki kelebihan sepertinya.
Dapatkah imam bertemu ketiga orang tersebut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ncess Iren, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ramalan 500 Tahun
Tiba_tiba sebuah cahaya muncul yang menyilaukan mata imam, imam menutupi pandangannya dengan lengan kanan. Saat mata imam kembali menatap kedepan, imam terpana menyaksikan pemandangan yang begitu indah.
Yang membuat imam merasa takjub, saat ini imam sudah berada di sebuah ruangan yang berbanding terbalik dengan ruangan kosong. Dan gelap yang tadi imam masuki, imam sudah berpindah tempat kedalam sebuah bangunan megah.
Yang di dominasi warna biru di depannya, duduk seorang kakek tua, duduk diatas sebuah kursi besar berwarna biru. Penampilannya hampir serupa dengan kakek moyangnya, cuma bedanya di gamis yang dipakainya berwarna biru.
"Kesinilah ngger jangan takut" Seru laki\_laki yang usianya hampir sama dengan kisuta, imam mulai berjalan mendekat kearahnya lalu berhenti tepat dihadapannya. Dengan jarak kira\_kira 2 meter kakek yang disebut sekar bernama ki sabdo itu bangkit, dengan susah payah lalu berjalan pelan kearah imam.
Dengan membungkuk sebuah tongkat kayu berkepala Harimau, dijadikannya sebagai tumpuan tubuhnya, kakek tersebut perlahan mengangkat tangannya.
Dan sensasi dingin dirasakan di wajah Imam, saat telapak tangannya menyapu seluruh bagian wajah Imam.
"Subhanallah wajahmu benar-benar mirip dengan keponakanku, jaga tirta" Katanya sambil terkekeh, imam sempat heran dengan tindakannya barusan. "Bukankah beliau bisa melihatku yang katanya mirip Jaka Tirta tanpa harus merambat setiap inci wajahnya.
Apakah pandangannya sudah mulai termakan usia pula.
"Untukmu kedua mataku memang seperti mata kakek tua, yang sudah renta tapi sesungguhnya mata ini hanya tipuan Semata. Aku harus merelakan kedua mataku hilang di suatu pertempuran ratusan tahun yang lalu"
"Jika kau ingin melihat tampilan asli dari sosok ku yang sebenarnya, akan aku tunjukkan" Ucap Ki Sabdo.
"Jangan kek udahlah seperti ini aja udah cukup kok jangan ya please" Kata Imam, sambil menggoyangkan Kedua telapak tangannya ke arahnya Imam. Sungguh tidak mau melihat wujud asli sosok yang saat ini sedang duduk di hadapannya, saat melihat fisiknya yang berwujud bergamis biru sudah cukup baginya.
Daripada melihat hal-hal yang ada di zona yang menyeramkan.
"Kalong wewe penjagamu pasti sudah menceritakan maksudku, memanggilmu" Tanya Ki Sabdo sambil memainkan jenggot yang tidak sepanjang milik Ki suta.
Imam mengangguk menyiapkan pertanyaannya.
"Aku akan membawamu ke suatu tempat, di mana kau akan tahu semuanya yang ada hubungannya denganmu ngger" Ucap Ki Sabdo sambil menunjuk ke arah permadani biru berukuran seperti Sajadah.
"Duduklah kau di atasnya dan jangan sekali-kali keluar, dari permadani itu atau dirimu akan terjebak selamanya di alam jin tanpa bisa tambah ke sini" Ucap Ki Sabdo.
Imam yang mendengar peringatannya hanya diam, kemudian mulai duduk di atas tempat yang ditunjukkan. Ruangan tempat mereka berada mulai berputar, sehingga kepalanya terasa pusing setelah berangsur-angsur putarnya mulai berhenti.
Mereka pun sudah berada di dalam sebuah istana, yang nampak tidak asing baginya Imam. Ingat dulu Sekar pernah membawanya, menunjukkan di tempat ini lewat cermin saktinya.
Beberapa orang wanita seperti dayang-dayang terlihat sibuk, berlalu Lalang sambil membawa barang yang memang tidak tahu isinya apa itu.
Beberapa orang prajurit berdiri membawa tombak depan gerbang pintu istana.
"Kisuta" Ucap imam setengah berteriak saat melihat sosok kisuta yang datang dari sebuah ruangan.
Tidak usah memanggilnya ngger semua yang kau lihat, hanya kilasan peristiwa dari masa ratusan tahun yang lalu. Imam hanya menganggukkan kepala, mencoba mengerti memahami kalimatnya.
"Kesaktiannya sepertinya hampir sama seperti Sekar" Kata Imam dalam hati. Melihat pada dasarnya sesuatu yang sekarang sedang dialami hampir sama saat bersama Sekar, menunjukkan kilasan masa lalu lewat cerminnya.
Ruangan yang awalnya gambaran berupa sebuah istana, berganti menjadi gambaran Sebuah taman. Imam melihat Sekar, sedang berbaring di atas paha suaminya jaga Tirta.
Mereka berdua nampak serasi, sekar nampak sangat cantik dengan balutan busana wanita berwarna hijau. Sementara jaga Tirta terlihat berkali-kali mencium sayang, wajah istrinya tersebut.
Imam mendadak melihat seorang wanita, sedang mengintip di balik pohon besar. "Dia yang telah merusak rumah tangga Mereka" Kata Imam, perlahan sambil menunjuk ke arah perempuan berbaju hitam tersebut.
"Gadis itu bernama Nilam Segara, dia kakak tiri penjagamu karena terbutakan cintanya yang tak terbatas. Pada jaga Tirta, dia nekat menjual nyawanya kepada siluman" Ucap Ki Sabdo.
Gambaran kembali berganti, kali ini ia melihat jaga Tirta yang sedang mengejar seorang gadis yang bernama nilam segara di atas sebuah Tebing Tinggi. Sambil memanggil-manggil nama Sekar, imam sempat melemparkan pandangannya saat melihat jaga Tirta lompat dari atas tebing.
"Sudah Ki tolong kembalikan saya ke dunia nyata, pintanya yang memang sudah tidak sanggup melihat setiap gambaran tersebut. Ki sabdo mengangguk, lalu mengetukan tongkat berkepala harimau miliknya tiga kali ke tanah.
Seketika background taman tempat kami berada seketika berubah, kembali berputar sedikit lama kepala Imam terus kembali merasa pusing. Kedua matanya terpejam mencoba meredakan rasa pusing, sementara kedua tangannya memegang erat Permadani itu.
Bukalah matamu ngger kita sudah kembali, Ki Sabdo terdengar sayap-sayup di telinga Imam. Dia memberanikan diri membuka mata, pemandangan yang ia saksikan sudah kembali berada di ruangan bernuansa warna biru memiliki Ki sabdo.
Kakek tua itu perlahan berjalan meninggalkan permadani, yang mereka berdua duduki. Imam mencoba mengatur nafas untuk meredakan rasa pusing, yang sudah mulai hilang.
"Sayangnya ia tidak mempunyai minuman, untuk manusia sepertimu ngger. Aku hanya punya minuman khusus, untuk golongan makhluk seperti aku dan kalong wewe penjagamu" Ucap Ki sabdo yang sudah duduk manis, diatas singgah sananya sambil mengacungkan sebuah gelas berwarna biru.
Imam yang memang merasa sangat haus, hanya bisa menelan ludahnya sendiri. Daripada harus meminum air yang memang bukan untuk manusia, sepertinya.
"Jadi apa maksud kakek menampilkan gambaran, peristiwa dari masa lalu kepadaku? Tanya imam penasaran.
Kisabdo nampak termenung sebentar lalu berjalan, menuju ke sebuah benda yang bentuknya kotak berwarna emas. Laki_laki tua itu mengeluarkan sebuah batu, berukuran sekepal tangan yang nampak mengeluarkan sinar biru berkilauan.
"Tiap\_tiap penjaga gerbang memiliki batu mustika, yang menjadi sumber kekuatannya. Batu yang ku pegang ini adalah salah satunya, karena aku yang menjaga gerbang utara di wilayah ini.
"Ada sebuah ramalan kuno yang menyebutkan, bahwa setiap 500 tahun sekali ada 4 orang anak manusia. Yang akan mewarisi keempat batu tersebut, mereka bertugas untuk menjaganya dari raja siluman. Yang suatu saat akan mencoba merebut keempat batu mustika tersebut" Ucap Ki Sabdo panjang lebar lalu meletakan batu itu tepat dihadapan nya.
Imam yang kebingungan hanya menatap, Ki Sabdo dengan tatapan penuh tanda tanya.
"Silahkan kau pegang batu mustika birunya ngger" Kata Ki Sabdo sambil tersenyum meski tatapan matanya terlihat kosong.
Dengan sedikit ragu tangan imam mulai terulur, kearah batu tersebut. "Bismillah" Ucap Imam perlahan, sebuah sengatan seperti listrik saat menyentuh batu itu.
Membuatnya tersentak dengan cepat ia lepaskan pegangannya.
"Jangan biarkan keraguan tersisa di batinmu ngger" Ucap Ki Sabdo, imam mengangguk dengan menarik nafas dalam\_dalam imam mencoba menyentuh batu biru itu.
Bersambung