Sungguh teganya Hans ayah Tania Kanahaya, demi melunasi hutangnya kepada renternir, dia menjual anaknya sendiri kepada pria yang tak di kenal.
Dibeli dan dinikahi oleh Albert Elvaro Yusuf bukan karena kasihan atau cinta, tapi demi memiliki keturunan, Tania dijadikan mesin pencetak anak tanpa perasaan.
"Saya sudah membelimu dari ayahmu. Saya mengingatkan tugasmu adalah mengandung dan melahirkan anak saya. Kedudukan kamu di mansion bukanlah sebagai Nyonya dan istri saya, tapi kedudukanmu sama dengan pelayan di sini!" ucap tegas Albert.
"Semoga anak bapak tidak pernah hadir di rahim saya!" jawab Tania ketus.
Mampukah Tania menghadapi Bos sekaligus suaminya yang diam-diam dia kagumi? Mampukah Tania menghadapi Marsha istri pertama suaminya? Akankah Albert jatuh cinta dengan Tania?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Persiapan Tania
Berulang kali Albert memanggil nama Tania, namun tetap tidak ditanggapi oleh wanita itu. Pria itu dengan wajah jengkelnya, terpaksa mengejar Tania, yang jaraknya lumayan jauh.
“AUW...AUW...,” jerit kesakitan Tania, ketika lengannya sudah diraih dan di cengkeram erat oleh Albert. Jika orang saling suka, mungkin ini sentuhan pertama yang sangat mendebarkan, tapi buat Tania dan Albert sungguh sentuhan yang sangat menyebalkan buat mereka berdua.
Albert sudah memasang tampak garangnya dan tatapan nyalangnya. “Mau ke mana kamu? Mau coba kabur...huh!” sarkas Albert.
Sesaat agak menciut nyali Tania. “A-anu Pak Albert...saya mau ke warung dulu, mau jajan chiki,” jawab asal Tania.
Albert menyunggingkan salah satu sudut bibirnya. “Kamu bilang mau ke warung, mana ada di daerah elit ini ada warung! Adanya supermarket, minimarket!”
Tania hanya bisa nyengir, menunjukkan deretan gigi putihnya.
“Kamu harus tanggung jawab atas mobil saya...ayo!” sentak Albert, menarik dan menggerek Tania dengan kasar nya, hingga raga wanita itu hampir ke selip dengan kakinya sendiri, kan tidak lucu jika dia kesandung kakinya sendiri lalu menimpa tubuh gagah suaminya sendiri di halaman mansion.
Wajah Tania mulai ketakutan, otak nya langsung mikir berapa uang yang harus dia keluarkan, gara-gara menendang kaleng kosong.
“Pak Albert, tolong maafkan saya. Saya gak sengaja kok, lagian ini juga salah kalengnya. Siapa suruh ada di tengah jalan, jadinya kaki saya refleks tendang kaleng itu, Pak Albert. Coba kalau kalengnya ada di tong sampah pasti yang saya tendang tong sampahnya bukan kalengnya,” kilah Tania, yang sudah di gerek Albert.
Pria itu mendesis mendengarnya. “Kamu gak lihat mobil saya bagian belakangnya ke gores,” tukas Albert, sambil menunjukkan bagian belakang mobilnya.
“Gak lihat Pak Albert, ini udah malam. Bagaimana saya mau lihat, gelap Pak!” dusta Tania, padahal sudah jelas body bagian belakang mobil Albert sudah tergores, walau tidak panjang.
Albert kembali menarik lengan Tania, dan mencondongkan tubuhnya. “Lihat lagi, jangan pakai alasan!”
Wanita itu menyentuh body mobil bagian belakang, dengan lengan kemejanya Tania mengusap bagian yang tergores. “Ini akan hilang kok Pak kalau dilap pakai kain basah, tolong Pak...saya gak punya uang buat service mobilnya, lagian bapak kan banyak uang nya. Kalau saya hanya orang gak mampu, masa buat betulin mobilnya harus minta duit sama saya. Terus nanti saya minta duit sama siapa dong, Pak. Suami saya belum tentu mau kasih uang buat saya,” ucap Tania, memohon dan memelas, padahal hatinya sudah ketar-ketir.
Lidah Albert kembali mendesis melihat kelakuan Tania...kepala pria itu mulai agak pening, sepertinya kesalahan besar dalam membeli wanita sebelum menelitinya. Dikira dapat wanita yang penurut, ternyata tidak sesuai harapannya...wanita bar bar yang dia beli rupanya. Tak lama pria itu menepis lengan Tania yang masih berusaha mengusap mobilnya. “Kamu tetap harus ganti rugi, sekarang masuk ke dalam. Dan persiapkan dirimu, mandi sampai bersih, saya tidak suka berhubungan intim dengan tubuh yang kotor!” perintah Albert.
Seketika itu juga Tania menoleh dan menatap tajam wajah Albert, agak tersinggung dirinya di bilang tubuhnya kotor.
“Jika tubuh saya kotor, maka jangan pernah menyentuh saya sedikit pun. Nanti kotoran saya akan berpindah ke bapak!” balas Tania ketus, dengan nada pelan namun sangat dalam arti nya. Setelah menjawab wanita itu berlarian menuju lobby mansion dan masuk ke dalam. Tanpa di sadari Albert, dia kembali menggores luka di hati Tania.
Albert hanya menatap datar ke Tania yang sudah meninggalkannya.
...----------------...
Bu Mimi rupanya sudah menanti kepulangan Tania. Dan bergegas mengikuti Tania yang baru saja masuk ke dalam mansion.
“Tania, makan malamnya sudah disiapkan di dapur. Kamu bisa langsung makan. Setelahnya bebersih diri,” ucap Bu Mimi, terkesan memerintah.
“Terima kasih Bu Mimi, mungkin saya mandi dulu baru makan malam,” jawab Tania.
“Oh iya silakan kalau mau mandi dulu,” balas Mimi.
Belum sampai ke kamarnya, Tania sudah di cegat oleh Gisel. “Waah...pelayan baru...pekerja kantoran baru pulang...ckckck. Jangan lupa tugas elu cuci piring dan perabotan bekas masak tuh di dapur!” perintah Gisel dengan gaya angkuhnya.
“Gisel, kamu di sini bukan kepala pelayan dan tidak berhak memerintahkan orang lain,” ucap tegas Bu Mimi, yang tak jauh dari mereka berdua.
“Tapi Bu Mimi, Tania ini kata Nyonya Marsha pelayan baru di sini, dan kita harus berbagi tugas dengannya,” balas Gisel, tak terima di tegur.
“Cukup, kembali kamu ke belakang...sekarang juga!” perintah Mimi.
“Ba-baik Bu.”
Bu Mimi adalah asisten kepala pelayan yang cukup di segani oleh para pelayan yang lain, berani berulah, berarti harus siap mendapatkan sangsi.
Tania menatap Bu Mimi yang telah mengusir Gisel. “Seharusnya Bu Mimi tidak usah membela saya, yang di katakan Gisel itu benar, jika saya di sini hanyalah seorang pelayan,” jawab Tania.
“Sudah tidak usah di bicarakan, segera mandi dan makan,” pinta Bu Mimi, kemudian meninggalkan Tania yang sudah berada di depan pintu kamarnya.
Malam pertama, otak Tania langsung memikirkan malam pertama nya dengan pria, ah...dengan suami orang, itu lebih pantas di ucapkannya. Bukan suami milik dia seorang, sumpah rasanya sesak ketika membayanginya. Seharusnya Tania semangat menyiapkan dirinya untuk menyerahkan harta yang paling berharga, tapi ini tidak...hanya kelesuan dan rasa malas untuk membersihkan dirinya.
Wanita itu mandi seperti biasa, tidak ada yang namanya luluran biar kulitnya glowing dan wangi, tidak ada namanya ratus yang biasa di lakukan wanita sebelum menikah. Intinya tidak ada perawatan spesial, lagi pula dirinya sudah di katai tubuhnya kotor oleh pria itu.
Usai mandi, wanita itu mengenakan daster rumahan, kemudian menggulung tinggi rambutnya, setelahnya menuju ke dapur. Sesampainya di dapur bu Mimi sudah menghidangkankan makan malam untuk Tania. Malang ya sudah jadi istri sah Albert, tapi makannya di dapur berbarengan dengan maid yang lainnya, tidak dengan suaminya. Tapi ini lebih baik menurut Tania.
Bukan Tania namanya jika berpangku tangan di mansion Albert, wanita itu sadar diri, sehabisnya makan malam, wanita itu langsung mencuci perabotan yang kotor.
Waktu sudah menunjukkan jam 20.30 wib.
“Tania, nanti kamu bisa ke kamar tamu yang ada di dekat ruang tengah ya,” ucap Bu Mimi.
“Ke kamar tamu, bukannya kamar saya di belakang?”
“Ini perintah Tuan Albert, atau saya antar kamu ke sana sekarang.”
“Sebentar bu Mimi, saya mau balik ke kamar dulu,” pinta Tania.
“Ya sudah jangan lama-lama, saya tunggu kamu di sini.”
Tania menganggukkan kepalanya, lalu bergegas ke kamarnya. Sesampainya di kamar, wanita itu merogoh tas kerja dan mengambil selembar obat.
Gue gak mau hamil anakmu Pak Albert!
Wanita itu merobek kapsul obat kecil tersebut, lalu menelannya langsung tanpa meneguk air.
...----------------...
Sesuai perintah sang pemilik mansion, Bu Mimi mengantar Tania ke kamar tamu. Dengan langkah malasnya wanita itu mengikuti langkah wanita paruh baya itu.
“Silakan masuk Tania,” pinta Bu Mimi ketika membuka kamar tamu.
“Terima kasih Bu Mimi.”
Sekejab kedua netra Tania takjub melihat melihat kamar tamu, yang tampak berbeda dengan kamar pelayan. Tapi ya sudahlah, tidak usah terlalu lama mengagumi kemewahan yang ada di dalam kamar tamu tersebut, bukan miliknya.
Wanita itu lebih memilih duduk di sofa single dan menunggu sang pemilik mansion.
Tak lama kemudian, pintu kamar terbuka. Masuklah sang pemilik mansion, dengan penampilan berbeda, malam ini hanya mengenakan bathdrope.
GLEK!
Tania hanya melirik sesaat, lalu memijat pelipisnya yang tak berdenyut, menutupi rasa gugupnya. Sedangkan Albert hanya menatap dingin.
“Kamu ke sini!” perintah Albert dari tempatnya berdiri dengan mengerakkan jari telunjuknya.
Wanita yang di panggil beringsut dari duduknya, dan melangkah ke depan menghadap pria yang membelinya.
“Kamu yakin sudah mandi bersih?” tanya Albert, tapi seperti sedang merendahkan dirinya. Pria itu menyentuh daster rumahan yang terlihat lusuh dengan gaya jijik.
“Memangnya kamu tidak ada baju yang layak di pakai lagi. Lihatlah dirimu sudah seperti pemulung yang ada di pinggiran jalan!” ejek Albert, tanpa berperasaan.
Terkepal lah kedua tangan Tania, dirinya di hina kembali oleh Albert, begitu rendahnya dirinya di hadapan pria itu.
“Justru saya pemulung makanya di jual oleh ayahku sendiri. Kalau saya terlahir sebagai orang kaya, mana mungkin saya ada di hadapan Pak Albert. Sekarang kenapa bapak tidak membeli wanita yang berkelas saja, jadi bapak tidak perlu mengejek saya....ck!” geram Tania, membalas tatapan dingin Albert.
Keduanya saling bertatap dalam keheningan...
bersambung......
Kakak Readers, jangan lupa tinggalkan jejaknya ya....di like ya di komen ya. Makasih 😘😘
"Jika saya kotor, maka jangan pernah menyentuh tubuh saya, Pak Albert!"