NovelToon NovelToon
Bunga Yang Layu Di Hati Sahabat

Bunga Yang Layu Di Hati Sahabat

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Wanita
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: icha14

Judul: Bunga yang Layu di Hati Sahabat


Sasa dan Caca adalah sahabat karib sejak SMA. Mereka selalu bersama, berbagi impian, tawa, dan bahkan tangis. Sasa, yang dikenal lembut dan penuh kasih, melanjutkan hidupnya dengan menikahi Arman setelah menyelesaikan kuliah nya, pria yang selama ini menjadi cinta sejatinya. Sementara itu, Caca, yang masih berjuang menemukan cinta sejati, sering merasa kesepian di tengah gemerlap kehidupannya yang tampak sempurna dari luar.

Namun, retakan mulai muncul dalam hubungan persahabatan mereka ketika Caca diam-diam menjalin hubungan terlarang dengan Arman. Perselingkuhan ini dimulai dari pertemuan yang tak disengaja dan berkembang menjadi ikatan penuh godaan yang sulit dipadamkan. Di sisi lain, Sasa merasa ada sesuatu yang berubah, tetapi ia tak pernah membayangkan bahwa sahabat yang paling dipercayainya adalah duri dalam rumah tangganya.

Ketika rahasia itu terungkap, Sasa harus menghadapi penghianatan...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon icha14, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

keberangkatan Arman

Pagi itu, langit terlihat bersih dengan semburat jingga menghiasi cakrawala. Suara ayam berkokok masih terdengar bersahut-sahutan, menandai awal hari yang sibuk bagi keluarga besar Pak Arfan. Di ruang makan, aroma teh hangat dan gorengan menggugah selera siapa saja yang mendekat. Semua orang berkumpul untuk melepas Arman, yang pagi ini akan berangkat ke luar kota untuk urusan pekerjaan.

Arman sedang duduk di meja makan, memeriksa ulang dokumen pekerjaannya. Sesekali, ia melirik Sasa yang sibuk di dapur membantu ibunya menyiapkan sarapan. Wajah Sasa terlihat tenang, tapi Arman tahu, di balik itu, ada kekhawatiran yang ia simpan rapat-rapat.

“Mas, udah siap semuanya?” tanya Sasa sambil membawa sepiring nasi goreng ke meja.

Arman mengangguk sambil tersenyum tipis. “Udah kok, Sayang. Tadi malam juga aku cek lagi. Tinggal makan terus berangkat.”

Pak Arfan yang duduk di ujung meja ikut menyahut, “Jangan lupa cek mobilnya sekali lagi, Man. Kadang yang udah diperiksa pun tetap ada aja yang terlewat.”

“Iya, Pak. Nanti habis sarapan saya cek lagi,” jawab Arman sopan.

Ibu Salwa, yang berdiri di dekat dapur, memandangi mereka dengan mata penuh kasih. “Arman, kamu juga jangan lupa jaga diri di sana. Jangan terlalu capek. Sasa lagi ngandung, jadi dia pasti butuh Mas di rumah nanti.”

Arman tersenyum kecil sambil mengangguk. “InsyaAllah, Bu. Saya bakal hati-hati.”

Sarapan Terakhir Sebelum Keberangkatan

Meja makan penuh oleh hidangan sederhana namun menghangatkan hati. Ada nasi goreng, tahu goreng, sambal, dan beberapa potong roti tawar. Anak-anak Andre berlarian di sekitar meja, membuat suasana menjadi lebih hidup.

Andre yang duduk di sebelah Arman menepuk pundaknya pelan. “Man, kalau ada apa-apa di sana, jangan ragu buat telepon aku. Sekarang aku juga bakal ada di kota ini, jadi kita bisa saling bantu kapan aja.”

“Siap, Kak. Terima kasih.”

Percakapan itu terhenti sejenak ketika Sasa menyodorkan segelas teh ke arah Arman. Matanya sedikit berkaca-kaca, tapi ia berusaha menyembunyikannya dengan senyuman. “Mas, makan yang banyak. Perjalanan panjang pasti butuh energi.”

Arman menerima gelas itu dan menatap istrinya dalam-dalam. Ia tahu betapa berat hati Sasa melepasnya pergi.

Setelah sarapan selesai, Arman langsung bergerak ke garasi untuk mengecek mobil sekali lagi. Ban, oli, air radiator—semuanya ia periksa dengan teliti. Sasa, yang sejak tadi mengikuti dari belakang, berdiri di pintu garasi sambil memegangi perutnya.

“Mas, pasti aman, kan? Jangan sampai ada yang lupa dicek,” ucap Sasa dengan nada cemas.

“Iya, Sayang. Udah semua aku cek. Jangan khawatir,” jawab Arman meyakinkan.

Setelah memastikan semuanya siap, Arman kembali ke dalam rumah untuk mengambil barang-barangnya. Koper kecil berisi pakaian sudah siap di dekat pintu, berdampingan dengan tas kerja berisi dokumen penting.

Pak Arfan dan Bu Salwa menunggu di ruang tamu. Mereka memastikan Arman tidak melupakan apa pun yang dibutuhkan selama di luar kota.

“Arman, jangan lupa bawa obat-obatan kalau tiba-tiba nggak enak badan. Udah ada, kan, di tas?” tanya Bu Salwa dengan nada penuh perhatian.

“Udah, Bu. Saya bawa,” jawab Arman sambil tersenyum.

“Bagus. Ingat juga, makan yang teratur di sana. Jangan sampai telat makan, apalagi kalau lagi sibuk kerja,” tambah Pak Arfan.

Setelah semuanya dipastikan siap, tibalah saatnya Arman berpamitan. Ia memeluk Pak Arfan dan Bu Salwa bergantian.

“Pak, Bu, tolong jaga Sasa selama saya nggak ada. Kalau ada apa-apa, saya pasti langsung pulang,” ucap Arman dengan suara bergetar.

“Tenang aja, Man. Kami di sini bakal jagain Sasa. Kamu fokus aja sama kerjaanmu di sana,” jawab Pak Arfan dengan tegas.

Kemudian, Arman beralih ke Andre dan Nia. “Kak Andre, Kak Nia, terima kasih ya udah bantu jaga keluarga di sini.”

Andre merangkul bahu Arman erat. “Udah, nggak usah dipikirin. Kamu kerja yang tenang di sana. Kalau ada apa-apa, aku pasti langsung ke sini.”

Akhirnya, Arman berdiri di depan Sasa. Wanita itu tidak lagi bisa menahan air matanya. Ia memeluk suaminya erat-erat, seolah-olah tidak ingin melepaskannya.

“Mas, hati-hati di sana ya. Jangan terlalu capek. Ingat, ada aku dan anak kita yang nunggu Mas pulang,” ucap Sasa dengan suara bergetar.

Arman mengusap kepala Sasa lembut, lalu mengecup keningnya. “Sayang, kamu juga harus jaga kesehatan. Makan yang teratur, minum vitamin, dan jangan terlalu banyak pikiran. Aku pasti pulang secepatnya.”

Tangis Sasa semakin pecah. Ia merasa berat melepas suaminya, meskipun tahu bahwa ini adalah bagian dari tanggung jawab Arman.

“Mas, jangan lupa kabari aku tiap hari ya,” pinta Sasa dengan nada memohon.

“Iya, Sayang. Aku janji.”

Setelah itu, Arman masuk ke dalam mobil dan melambaikan tangan kepada semua orang yang berdiri di halaman. Mobil perlahan melaju meninggalkan rumah keluarga Pak Arfan, membawa Arman menuju perjalanan panjang yang penuh tantangan.

Di dalam mobil, pikiran Arman terus melayang-layang. Ia mengingat wajah Sasa yang penuh harap, doa-doa yang dipanjatkan untuk keselamatannya, dan tanggung jawab besar yang kini ada di pundaknya.

“Bismillah,” gumamnya pelan sambil menggenggam setir erat.

Jalanan pagi itu masih lengang, memberi kesempatan bagi Arman untuk merenung. Ia tahu bahwa perjalanan ini bukan hanya soal pekerjaan, tetapi juga ujian bagi dirinya sebagai suami dan calon ayah.

Di tengah perjalanan, ia berhenti sejenak di sebuah rest area untuk memastikan kembali bahwa semua dokumen dan barang-barangnya lengkap. Saat membuka tas kerja, ia menemukan sebuah surat kecil yang diselipkan oleh Sasa.

“Mas, ini cuma pengingat kecil. Jangan pernah lupa bahwa aku selalu mendukungmu, apa pun yang terjadi. Pulanglah dengan selamat, karena aku dan anak kita akan selalu menunggumu. – Sasa.”

Mata Arman sedikit berkaca-kaca membaca pesan itu. Ia merasa semakin yakin bahwa segala kerja kerasnya adalah untuk keluarga yang ia cintai.

Dengan semangat baru, Arman melanjutkan perjalanan, membawa serta doa dan harapan dari orang-orang tercinta.

Sasa masih berdiri di teras, menatap jalan yang mulai lengang. Bayangan mobil Arman yang perlahan menghilang dari pandangan membuat dadanya terasa sesak. Hatinya penuh dengan doa, memohon agar suaminya selamat dan dilancarkan dalam pekerjaannya. Tangan kirinya secara refleks mengusap lembut perutnya yang semakin membesar.

Tiba-tiba, sebuah tepukan hangat mendarat di pundaknya. “Udah, Nak. Suami kamu itu pasti baik-baik aja. Doain aja dari sini, biar pekerjaannya lancar,” ujar Ibu Salwa dengan suara lembut yang menenangkan.

Sasa mengangguk pelan, menahan air mata yang hampir jatuh lagi. “Iya, Bu. Saya cuma kepikiran aja, apalagi ini pertama kalinya Mas Arman pergi jauh saat saya lagi hamil.”

Ibu Salwa tersenyum bijak. “Itu wajar. Tapi ingat, kamu juga harus jaga kesehatan. Kalau kamu sehat, cucu Ibu juga sehat. Jangan terlalu banyak pikiran, ya.”

Belum sempat Sasa menjawab, suara Nia terdengar dari arah dalam rumah. “Daripada sedih-sedihan di sini, gimana kalau kita jalan-jalan aja? Cari udara segar, biar nggak kepikiran terus.”

Sasa menoleh ke arah kakak iparnya yang berdiri dengan tangan terlipat. “Jalan-jalan ke mana, Kak?”

“Ke butik dulu, yuk! Aku lagi nyari baju baru buat acara nanti malam. Habis itu kita kulineran aja. Dinda sama Alif juga pasti seneng kalau diajak keluar,” jawab Nia dengan antusias.

Ibu Salwa mengangguk setuju. “Wah, ide bagus tuh. Udah lama Ibu nggak keluar rumah. Sekalian nemenin kalian.”

Sasa tersenyum tipis. Meskipun hatinya masih berat, ia merasa ajakan itu mungkin bisa sedikit mengalihkan pikirannya. “Oke, deh. Tapi aku nggak bisa lama-lama, ya. Aku gampang capek akhir-akhir ini.”

“Tenang aja, Sa. Kita nggak bakal bikin kamu capek,” kata Nia sambil mengedipkan mata.

---

Setelah semua siap, mereka bertiga—Sasa, Ibu Salwa, dan Nia—bersiap untuk pergi. Dinda dan Alif, yang semula sibuk bermain di ruang tamu, langsung bersorak kegirangan saat tahu akan diajak jalan-jalan. Mobil Andre menjadi pilihan untuk perjalanan mereka. Andre sendiri memilih tinggal di rumah bersama Pak Arfan untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan yang sempat tertunda.

Perjalanan menuju butik tidak memakan waktu lama. Sepanjang jalan, suara ceria Dinda dan Alif yang berebutan bercerita membuat suasana di dalam mobil terasa lebih ringan. Sasa, yang duduk di kursi depan, mulai merasa sedikit lebih tenang.

1
Ani Aqsa
ceritanya bagus.tp knapa kayak monoton ya agak bosan bacanya..maaf y thor
Lili Inggrid
lanjut
✨HUEVITOSDEITACHI✨🍳
Wuih, nggak sabar lanjutin!
Android 17
Terharu sedih bercampur aduk.
Mắm tôm
Suka banget sama karakter yang kamu buat thor, semoga terus berkembang.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!