Dijual oleh ayah tirinya pada seorang muncikari, Lilyan Lutner dibeli oleh seorang taipan. Xander Sebastian, mencari perawan yang bisa dinikahinya dengan cepat. Bukan tanpa alasan, Xander meminta Lily untuk menjadi istrinya agar ia bisa lepas dari tuntutan sang kakek. Pernikahan yang dijalani Lily kian rumit karena perlakuan dingin Xander kepadanya. Apa pun yang Lily lakukan, menjadi serba salah di mata sang suami. Xander seakan memiliki obsesi dan dendam pribadi pada hidupnya. Bagaimanakah nasib Lily yang harus menjalani pernikahan dengan suami dinginnya? Haruskah ia bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lilyxy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
"Lily!" teriak Andrew dan Xander bersamaan.
Sesaat Andrew melirik ke arah Xander karena heran. Sang rekan bisnis yang baru pertama kali berkunjung ke perusahaannya, bisa mengetahui nama sekretarisnya itu.
Namun, tidak ada waktu untuk berpikir. Kedua pria itu melangkah meraih tubuh Lily yang terkapar, walau akhirnya Xander yang sampai terlebih dulu.
Dengan sigap, pria itu menggendong Lily dan hendak membawanya ke rumah sakit. Namun, Andrew tidak akan membuatnya mudah.
"Tunggu, Tuan Xander! Dia karyawanku. Biarkan aku yang membawanya ke rumah sakit!" seru Andrew menghentikan langkah Xander.
Tapi saat Andrew akan bergerak, Xander langsung menahannya.
"Aku yang akan membawanya. Dia adalah kerabatku."
Xander lanjut membawa tubuh Lily menuju mobilnya dan meninggalkan Andrew begitu saja. Namun, atasan Lily itu tidak diam saja.
Dia segera menyusul di belakang. Dia sangat mengkhawatirkan sekretaris cantiknya yang kali ini terlihat pucat. Namun, baru beberapa langkah berjalan, suara Melisa menghentikan langkahnya.
"Tuan Andrew. Ada telepon dari Tuan Maximillian."
Andrew berdecak kesal karena si klien malah menelpon di saat yang tidak tepat. Masalahnya dia tidak bisa mengabaikannya juga demi alasan profesionalitas.
Jadi, dengan terpaksa dia menyambar telepon dari Melisa lalu menjawabnya. Sedangkan, keinginannya untuk mengikuti Lily harus sementara ditunda.
"K-Kak Xander?" gumam Lily.
Wanita itu tampak lemah di sela-sela kesadarannya. Darah dari hidungnya bahkan sudah mengotori kemeja putih yang dia kenakan.
"T-turunkan aku, Kak. Aku baik-baik saja. Aku memang sudah terbiasa mimisan seperti ini."
Xander yang tengah menggendong Lily di dalam lift yang akan membawa mereka ke basement pun hanya diam sambil mengeraskan rahangnya. Dia sangat kesal mendengar pengakuan sang gadis.
Bagaimana dia bisa mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja padahal dengan jelas tubuhnya ambruk sebelumnya. Belum lagi ditambah wajah sepucat mayat dan darah mimisan di hidungnya.
Jelas itu bukan mimisan biasa karena jumlahnya begitu banyak dan sama sekali tidak terlihat akan berhenti segera. Maka tentu saja dia makin kesal pada gadis yang masih saja sok kuat di gendongannya.
Ting!
Suara lift pun berdenting. Mereka telah sampai di parkiran basement dan Xander pun langsung melangkah cepat menuju mobilnya sambil terus membopong gadis ceroboh itu.
"Turunkan aku, Kak. Kak Xander akan membawaku ke mana? Aku harus bekerja. Atasanku bisa marah kalau aku keluar dari kantor di saat jam kerja. Aku mohon, turunkan aku," cicit Lily memohon.
Xander tetap tidak menjawab, tapi dia terus bergerak cekatan. Membuka pintu mobil dan merebahkan tubuh Lily di kursi penumpang. Memasang sabuk pengaman dan bersiap menutup pintu.
Namun, dengan nafas tersengal, Lily mencekal tangannya dan berkata, "Listen to me, Xander. You have to know. I'm really okay."
Tubuh Xander pun menunduk untuk mensejajarkan wajah mereka kemudian berkata, "Shut up your mouth and sit still, Lily!"
Sang suami mengusap darah yang masih menitik itu dengan jemarinya tanpa rasa jijik sedikitpun. Dia kemudian meraih beberapa lembar tisu yang ada di dashboard mobil tersebut lalu memberikannya pada Lily.
"Pegang itu. Tahan di hidungmu."
Lily terkesiap, karena sepersekian detik dia bisa merasakan perhatian Xander, walau pria itu berusaha untuk tidak menunjukkannya dengan mengandalkan kata-katanya yang selalu menohok.
Namun Lily bisa merasakan benar tatapan hangat dan sikap manis pria tersebut yang mengkhawatirkannya. Jadi, Lily berusaha untuk menuruti saja ucapan pria tersebut.
Sedangkan, Xander merebahkan sandaran kursi Lily agar dia bisa berbaring. Xander menutup pintu dan berjalan mengitari mobil untuk duduk di kursi kemudi.
Dengan sigap pria itu menyalakan mesin kendaraan roda empat mewah itu, kemudian melesat dengan cepat menuju rumah sakit terdekat.
"Terima kasih, Kak. Kak Xander sudah menolongku. Aku tidak tahu bagaimana harus membalasnya. Aku-"
"Jangan banyak berpikir atau berbicara. Aku sudah mengatakan padamu untuk tetap diam dan tenang. Cukup lakukan itu agar darah dari hidungmu itu berhenti!" perintah Xander dengan tegas.
Lily yang polos menganggap sang suami mungkin memiliki kepribadian ganda yang tak menentu. Kadang bisa bersikap baik dengan menolongnya, tapi juga bisa begitu mengerikan dengan ucapannya.
Namun, tubuh lemah Lily membuatnya tidak bisa lagi mempertahankan kesadarannya. Perlahan ia menutup matanya dan tisu dalam genggamannya itu terjatuh bersamaan dengan tangannya yang lunglai.
"Fuckk!" geram Xander.
Xander yang mengetahui sang gadis pingsan, semakin melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Entah kenapa dia menjadi sangat panik akan keselamatan sang istri.
"Aku tidak akan membiarkan sesuatu terjadi padamu, Lily! Kamu harus tetap hidup agar bisa membayar hutangmu padaku!" geram Xander saat melihat tubuh istri kontraknya itu tidak bergerak lagi.
Bersamaan dengan itu, mobil Xander pun akhirnya berhenti di salah satu gedung rumah sakit mewah yang ada di sekitar sana dan memarkirkan mobilnya tepat di depan instalasi gawat darurat.
"Kamu harus cepat bangun, Lily! Kalau tidak, aku akan membuat perhitungan seumur hidup denganmu, bahkan di neraka sekalipun!" seru Xander saat kembali membawa tubuh Lily dalam dekapannya.
Pria itu berjalan setengah berlari memasuki instalasi gawat darurat tersebut. Disambut oleh beberapa perawat, dia merebahkan Lily di atas brankar agar segera bisa ditangani.
Dengan sigap para perawat dan dokter yang sedang bertugas itu memeriksa keadaan umum Lily, kemudian meminta persetujuan Xander untuk melakukan beberapa tes dan lain sebagainya.
Setelah beberapa saat melakukan pemeriksaan intens, para perawat membawa istri kontrak Xander tersebut ke ruang perawatan. Dokter pun menjelaskan keadaan Lily pada Xander.
"Nona Lily mengalami kelelahan yang lumayan berat, Tuan Xander. Dia harus beristirahat dengan cukup.Tekanan darahnya sangat rendah. Dan darah yang keluar dari hidungnya itu akibat pembuluh darah yang pecah akibat kelelahan dan demam tinggi yang ia alami." Dokter mulai menjelaskan.
"Nona Lily juga mengalami dehidrasi yang lumayan berat. Perutnya juga sepertinya kosong karena kadar asam lambungnya tinggi. Saran saya, perhatikan asupan makanan yang masuk, Tuan. Kelelahan, dehidrasi, dan perut yang kosong akan membuat tubuh seseorang menjadi tidak stabil. Itu sebabnya Nona Lily sampai mengalami hal yang seperti ini."
"Dan satu lagi, usahakan agar dia tidak berpikir terlalu berat. Itu juga bisa mempengaruhi kesehatannya untuk saat ini. Saya hanya bisa menganjurkan agar Nona Lily cukup istirahat, minimal tiga hari dari sekarang. Kita akan memantau perkembangannya nanti. Apa ada yang ingin Tuan tanyakan?" tanya dokter tersebut setelah menjelaskan semuanya pada Xander.
"Tidak,” jawab Xander yang sudah mengerti.
"Baiklah, Tuan Xander. Kalau begitu saya permisi. Ah ya, Anda bisa menemani Nona Lily di ruang perawatan. Usahakan Nona Lily tidak sendiri saat ia siuman nanti. Anda juga bisa langsung memanggil staf perawat untuk menyiapkan makanan kaya nutrisi yang harus segera Nona Lily konsumsi."
**
menunggu terlalu lama..