Fujimoto Peat, aktris papan atas yang dimanja oleh dunia glamor berlibur ke pulau tropis. Di sana ia bertemu Takahashi Fort yang merupakan kebalikan sempurna dari dunianya.
Pertemuan mereka memicu percikan antara pertemuan dua dunia berbeda, keanggunan kota dan keindahan alam liar.
Fort awalnya menolak menjadi pemandu Peat. Tapi setelah melihat Peat yang angkuh, Fort merasa tertantang untuk ‘’mengajarinya pelajaran tentang kehidupan nyata.’’
Di sisi lain, ada satu pasangan lagi yang menjadi pewarna dalam cerita ini. Boss, pria kocak yang tidak tahu batasan dan Noeul, wanita yang terlihat pemarah tapi sebenarnya berhati lembut.
Noeul terbiasa menjadi pusat perhatian, dan sikap santai Boss yang tidak memedulikannya benar-benar membuatnya kesal. Setiap kali Noeul mencoba menunjukkan keberadaannya yang dominan, Boss dengan santai mematahkan egonya.
Hubungan mereka berjalan seperti roller coaster.
Empat orang dalam hubungan tarik ulur penuh humor dan romansa, yang jatuh duluan, kalah!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bpearlpul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31 Jadwal Padat
Setelah hari itu, Peat semakin padat dengan jadwal syutingnya. Setiap pagi, ia terburu-buru pergi bersama Krismon ke lokasi syuting, bahkan tidak sempat duduk untuk sarapan bersama Fort meski pria itu selalu menyiapkannya dengan rapi di meja makan.
‘’Setidaknya makan beberapa suap,’’ kata Fort menyodorkan roti panggang dengan wajah memelas.
‘’Aku tidak punya waktu,’’ kata Peat sambil meraih tasnya dan melesat ke pintu.
Fort hanya berdiri di sana, menatap roti panggang di tangannya lalu menghela napas panjang.
Malamnya, ketika Peat kembali ke rumah, ia hanya langsung menuju ke lantai atas, melewati ruang tamu meninggalkan Fort yang menatapnya sebelum lanjut menonton.
Setiap hari Peat pergi saat pagi dan kembali larut malam, bahkan tidak kembali sama sekali membuat Fort mulai tidak tahan.
Fort bahkan telah menonton semua film Peat. Mulai dari drama romantis yang penuh adegan mengharukan hingga aksi kolosal yang menegangkan.
Saat malam semakin larut, Fort duduk di sofa, memandangi ponselnya. Ia mengacak rambutnya frustrasi. ‘’Aku bukan suaminya, kenapa aku harus menghubunginya?’’
......................
Beberapa hari kemudian…
Fort menatap meja makan yang sudah ia siapkan lagi untuk sarapan. Ia melirik jam dinding, tahu bahwa Peat pasti akan terburu-buru seperti biasa.
Benar saja, beberapa saat kemudian, suara langkah cepat Peat terdengar menuruni tangga. Fort melipat tangannya menatap wanita itu yang mengenakan setelan rapi dan sudah siap pergi.
‘’Peat.’’
‘’Aku buru-buru.’’
‘’Berhenti sebentar,’’ kata Fort dengan nada serius.
Peat menatapnya. ‘’Apa? Aku harus berangkat.’’
Fort mendekatinya, mengambil tas dari tangan Peat dan menatap matanya dengan tajam. ‘’Setidaknya, luangkan waktu lima menit untuk makan sarapan denganku. Kau terlalu sibuk sampai lupa hidup.’’
Belum sempat Peat menjawab, klakson mobil di luar berbunyi. Itu pasti Krismon.
‘’Aku benar-benar harus pergi sekarang.’’
Fort hanya bisa menatap punggungnya saat ia pergi keluar, meninggalkan sarapan yang kembali tidak tersentuh di meja.
Ketika pintu tertutup, Fort menggeram pelan. ‘’Apa aku ini hiasan rumah?’’
Ia menatap meja makan yang masih rapi, lalu mengacak rambutnya dengan kesal. ‘’Peat, aku akan membuatmu sadar kalau aku lebih penting daripada semua itu.’’
Tiba-tiba ponselnya bergetar, membuat Fort mengeluarkan ponselnya dari saku celana. ‘’Bajingan ini lagi. Halo? Jika kau punya waktu luang, kenapa tidak mengurus pekerjaanmu saja di sana?!’’
‘’Kenapa marah-marah?! Beberapa bulan ini kau tidak menghubungiku, jadi aku meneleponmu untuk menanyakan kabar. Jangan karena mabuk oleh kehidupan glamor di kota, kau sampai melupakan adikmu,’’ omel Boss di seberang telepon.
Fort menarik nafas dalam sebelum menghembuskannya secara tertahan sambil berjalan menuju ke meja makan.
‘’Tapi sepertinya kau dalam kondisi hati yang buruk. Jangan-jangan Kak Peat sudah mencampakkanmu dan lebih sibuk dengan dunianya?’’
Fort terdiam membuat Boss tertawa lebih keras. ‘’Jadi tebakanku benar, ya?’’
‘’Diam, bajingan kecil,’’ umpat Fort sebelum menutup panggilan dengan kesal.
Ia meletakkan ponsel di meja dengan kasar lalu menyantap sarapan. Wajahnya kesal dengan dua pipi yang penuh sambil mengunyah seperti bayi besar.
......................
Sementara itu, di dalam mobil…
Peat menatap naskah dengan fokus penuh. Tatapannya menyisir dialog-dialog penting untuk adegan hari itu.
‘’Sudah lama tidak bertemu dengan bajingan liar itu. Bagaimana kabarnya di rumah?’’ tanya Krismon sambil mengemudi.
‘’Dia baik-baik saja. Meskipun aku tidak punya waktu untuk bicara banyak dengannya,’’ jawab Peat tanpa mengalihkan pandangannya dari naskah.
Krismon mengangguk. ‘’Tapi, seorang pemandu wisata yang biasa mengelilingi pulau sekarang hanya berdiam diri di rumah besar seperti itu. Apa kau yakin dia tidak mulai kehilangan akal?’’
Peat menutup naskahnya perlahan, melirik Krismon sambil tersenyum tipis. ‘’Kau tidak perlu khawatir. Fort sudah gila sejak awal.’’
Krismon tertawa kecil mendengar itu. ‘’Kau benar.’’