Naura memilih kabur dan memalsukan kematiannya saat dirinya dipaksa melahirkan normal oleh mertuanya sedangkan dirinya diharuskan dokter melahirkan secara Caesar.
Mengetahui kematian Naura, suami dan mertuanya malah memanfaatkan harta dan aset Naura yang berstatus anak yatim piatu, sampai akhirnya sosok wanita bernama Laura datang dari identitas baru Naura, untuk menuntut balas dendam.
"Aku bukan boneka!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Empat
Saat Naura sedang asyik dengan lamunannya, dia mendengar suara tawa wanita bersama suaminya. Wanita itu berdiri untuk melihat siapa yang datang bersama suaminya.
Naura membuka pintu kamar dan berjalan ke arah asal suara. Dia melihat ibu mertua dan Weny sedang mengobrol sambil tertawa. Alex sendiri tampak sedang sibuk dengan ponselnya.
Ketiga orang itu langsung memandangi Naura. Dia menarik napas dalam saat melihat pakaian seksi yang dikenakan Weny. Duduk dengan salah satu kaki diangkat ke paha, membuat hampir seluruh pahanya terekspos.
"Mas, kamu baru pulang? Kemana saja dari kemarin?" tanya Naura dengan suara yang lembut tapi penuh penekanan.
Alex mengalihkan pandangan ke arah sang istri. Dia melihat wajah Naura yang begitu lelah. Dia lalu berdiri dan mendekatinya. Dia ingat tadi bertemu dengan Naura di rumah sakit.
"Aku lembur dan tadi mengantar Weny ke rumah sakit. Asam lambungnya kumat. Bukankah kamu sudah melihatku tadi?" Alex balik mengajukan pertanyaan. Dia melihat ke perut istrinya yang semakin membesar.
Alex mengusap perut istrinya dengan lembut. Ada sedikit rasa bersalah pada dirinya. Bagaimanapun anak yang sedang di kandung Naura adalah darah dagingnya, walau dia tak pernah mencintai wanita itu.
"Mas bisa mengantar Weny, kenapa setiap aku minta antar selalu saja ada alasannya. Padahal aku sedang mengandung anakmu, Mas!" seru Naura.
"Kebetulan saat kamu meminta antar, aku sedang sibuk," jawab Alex.
"Tadi pagi kamu bisa mengantar Weny, padahal aku juga sedang sakit, kenapa kamu tak bisa mengantarku?" Kembali Naura mengajukan pertanyaan.
"Sudah aku katakan, aku sibuk. Lagi pula kamu tak ada minta diantarkan tadi pagi!" bentak Alex.
"Percuma aku minta tolong, kamu tak akan mau juga. Padahal yang sedang mengandung anakmu itu, aku. Atau Weny juga sedang mengandung anakmu?" tanya Naura.
Pertanyaan Naura membuat ketiga orang itu memandang ke arahnya. Alex lalu mencengkram erat pergelangan tangan istrinya. Sepertinya dia tak terima dengan ucapan wanita itu.
"Apa maksud pertanyaanmu? Kau menuduhku ada main dengan Weny? Kalau iya, kau mau apa?" Alex mengajukan banyak pertanyaan dengan tangan yang terus memegang pergelangan tangan istrinya.
Naura meringis merasa sakit, tapi suaminya tak peduli. Tangannya tetap saja mencengkram erat.
"Mas, lepaskan tanganmu! Sakit ...," ucap Naura.
"Jaga ucapanmu itu, jika kau terus menuduhku, akan aku lakukan seperti yang telah kau tuduhkan itu!" Alex berucap dengan suara tinggi.
"Jika kau memang terbukti selingkuh, aku akan ajukan surat cerai. Kau harus meninggalkan perusahaan dan semua fasilitas yang kau nikmati sekarang! Kau pasti tak lupa jika semua ini adalah milikku!" seru Naura dengan penuh penekanan.
Di luar dugaan, suaminya itu bukannya takut akan ancaman Naura, justru tertawa. Membuat wanita itu menjadi heran.
Apakah Alex tak takut jika Naura mengambil semua harta miliknya lagi. Apakah suaminya sudah siap kembali menjadi miskin. Ibu Rini tampak berdiri dari duduknya. Mendekat ke tempat wanita itu berdiri.
"Kau ... dengarkan baik-baik! Semua harta ini sudah menjadi milik Alex, putraku. Bukankah semua telah kau berikan padanya. Lagi pula perusahaan yang di pimpin anakku saat ini pasti sudah bangkrut dan gulung tikar jika bukan Alex yang pimpin. Jadi itu juga telah menjadi miliknya!" ucap Ibu Rini dengan nada bicara yang tinggi.
Tentu saja hal itu membuat Naura jadi tambah bingung. Dari kemarin sudah berpikir, kapan dia menyerahkan harta pada suaminya.
"Aku merasa tak pernah menyerahkan hartaku pada Mas Alex. Jika pun apa yang Ibu katakan itu benar, berarti tanda tanganku dipalsukan dan kalian telah merampok hartaku. Aku tekankan sekali lagi, aku tak pernah memberikan hartaku pada Mas Alex!" ujar Naura dengan penuh penekanan.
Alex yang mendengar ucapan Naura tak terima jika dikatakan sebagai perampok. Tangannya langsung terangkat dan menampar pipi istrinya dengan keras.
Naura yang tak pernah menyangka jika Alex akan tega menamparnya lagi. Dia sedikit terhuyung. Beruntung tak sampai terjatuh. Dia pikir kemarin suaminya itu khilaf, karena tega memukulnya, ternyata sekarang pun, lagi-lagi dia mengulang perbuatannya.
"Dengarkan baik-baik, demi Tuhan, aku tak terima jika kalian mengambil paksa hak milikku. Aku akan ambil kembali apa yang telah kalian rampas. Kalian harus buktikan padaku, jika memang semua telah aku serahkan pada Mas Alex!" ucap Naura.
Setelah mengucapkan itu, Naura masuk ke kamar. Dia langsung menuju brankas. Ingin mencari surat-surat berharga miliknya. Dia takut apa yang mertuanya katakan itu benar, jika semua harta miliknya telah berpindah tangan.
Dengan menahan rasa sakit di pipi, Naura melangkah dan mencoba membuka brankas. Beberapa kali mencoba membuka dengan nomor kode yang sama, tapi tak bisa. Dia jadi semakin heran.
"Apakah Mas Alex mengganti nomor kode bukanya?" tanya Naura pada dirinya sendiri.
Setelah beberapa mencoba tapi tak juga bisa dibuka, akhirnya dia menyerah. Duduk dekat jendela kamar. Mengelus pipinya yang masih perih. Sudah dua kali suaminya melayangkan tamparan. Dia tak bisa terima semua ini.
Naura ingin mencari semua surat berharga miliknya sebelum pergi meninggalkan rumah. Tak terima jika harta miliknya jatuh ke tangan mereka.
"Dimana Mas Alex menyembunyikan semua surat-surat itu? Bagaimana aku bisa tau, atas nama siapa kepemilikannya, apakah memang sudah dibalik namakan?" Banyak pertanyaan di kepalanya mengenai semua ini.
Naura memandangi jalanan. Bukannya dia bodoh karena masih bertahan, tapi dia ingin mengambil hak miliknya dulu sebelum mengusir Alex pergi. Dia harus tahu kebenarannya. Wanita itu termenung, tak menyangka jika hidupnya jadi begini setelah di tinggal sang papa. Teringat saat pertama bertemu dengan suaminya Alex.
**
Hari itu adalah pagi yang cerah. Naura baru saja menyelesaikan ujian akhir di universitasnya. Dengan semangat menggebu, dia mengambil langkah lirih menuju lobi gedung perusahaan papanya, tempat dia digodok selama beberapa bulan terakhir sebagai magang. Di sanalah ia pertama kali melihatnya, Alex.
“Naura? Kamu di sini?” suara khas papanya menyentak konsentrasi Naura. Dia mengangguk sambil tersenyum, sebelum kembali menatap sekeliling.
“Tunggu sebentar, Sayang. Papa selesaikan ini sebentar dulu,” papanya melanjutkan sambil kembali berkutat dengan dokumen di mejanya.
Naura menarik napas dan tersenyum lebar. Kebisingan obrolan dan langkah kaki pejalan di sekitarnya menciptakan suasana yang hangat bagi dirinya. Tiba-tiba, sosok pemuda berbaju rapi mendekati meja.
Pria itu sangat sopan. Papanya lalu memperkenalkan sebagai Alex, bawahannya.
“Jadi, kamu putrinya Pak Andre ya? Saya mendengar banyak tentangmu.”
Naura merasa senang sekaligus canggung. “Ah, itu hanya omongan biasa. Memangnya tentang apa?”
Alex tertawa kecil, “Tentang ketekunan mu. Papamu sangat bangga padamu.”
Sejak pertemuan itu, mereka kerap kali bertemu di kantor. Awalnya, mereka berdua berbagi tawa dalam obrolan ringan. Namun, takdir mempertemukan mereka dalam sebuah momen yang lebih mendalam.
Hingga suatu hari saat papanya terbaring di rumah sakit. Alex datang dan meminta waktunya untuk bicara.
“Aku mau ngomong serius, Naura?” Alex mengajak, mengatur ekspresinya.
Naura mengangguk penuh rasa ingin tahu. Penasaran apa yang ingin Alex katakan.
“Papa kamu meminta aku untuk … menikahi mu.”
Naura awalnya tak percaya jika itu kemauan sang papa. Hingga saat papanya akan menghembuskan napas terakhir, dia meminta Naura menikah dengan Alex, karena papanya percaya jika pria itu bisa menjaganya.
Hari-hari awal pernikahan, Alex memang bersikap manis dan perhatian. Hingga sampai satu tahun pernikahan, tepatnya sejak dia hamil. Sikap suaminya berubah.
Sekarang, Naura menggeleng-gelengkan kepala, mengingat masa-masa indah itu. Di mana semua terasa seperti mimpi. Kenyataan kini sangat berbeda. Alex yang dulu penuh perhatian dan kasih sayang kini berubah menjadi sosok yang menyakitkan.
"Setelah aku mendapatkan semua surat-surat berharga milikku, aku akan pergi. Semua demi kewarasanku. Maafkan aku, Papa. Aku tak bisa bertahan lagi dengan Mas Alex," gumam Naura.
jangan ragu Rasya.ungkapkan saja siapa tau keberuntungan memihak padamu,.semangat Rasya