Menolak dijodohkan, kata yang tepat untuk Azalea dan Jagat. Membuat keduanya memilih mengabdikan diri untuk profesi masing-masing. Tapi siapa sangka keduanya justru dipertemukan dan jatuh cinta satu sama lain di tempat mereka mengabdi.
"Tuhan sudah menakdirkan kisah keduanya bahkan jauh sebelum keduanya membingkai cerita manis di Kongo..."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21. Tau sama tau
Diantara mulut yang menganga itu Aza menyadarkan dirinya dan mengangguk-angguk, "emh, semoga lancar bang J." kalimat itu lirih ia ucapkan, padahal hatinya udah pada tebar-tebar kembang kamboja. Lalu bagaimana posisi Angga di hati Aza, termasuk calon suaminya? Entahlah, yang jelas sekarang hati Aza mulai nyaman melihat dan bersama Jagat. Ngga tentu rasa persis kuah sayur yang kurang garem, kurang gula, kurang mecin.
"Aamiin." Ucap Jagat senang.
Sejenak keduanya terdiam setelah obrolan singkat itu, sama-sama memilih menikmati makanan masing-masing. Pandangan Aza tertumbuk pada name tag Jagat ketika ia merasa tak ada pemandangan yang lebih layak ia lihat lagi. Nama Adyaksa mengingatkannya pada Jagat Adyaksa si calon suami. Alisnya mengernyit beberapa kali demi menerapkan ilmu cocokologi.
"Oh iya, bang. Waktu itu aku ditolongin sama abang tentara buat pompa air di belakang, namanya..." Aza memejamkan matanya mengingat-ingat nama Toni. Ia bahkan sudah mengetuk-ngetuk kepalanya dengan sendok bekas makan, biar otaknya itu encer, ngga pelupa.
"Emh, siapa ya lupa...aku lupa kayanya belum ngucapin makasih..."
"Siapa?" kernyit Jagat.
"Toni apa Soni gituhhh," tebak Aza, salahkan sifat pelupanya yang selalu menganggap beberapa hal tak penting untuk diingat, untung saja tidak pada hutang.
"Oh, Toni...Toni Utomo?" tembak Jagat langsung diangguki Aza seraya menunjuk membenarkan, "iya...iya bener! Toni Utomo..."
"Sudah cukup lama kami berteman, dia junior saya...nanti saya sampaikan kalau lebih dulu bertemu sama Toni."
Aza benar-benar terpaku di tempatnya mendengar itu, ngga mungkin, tatapnya nyalang.
Apa dia-----Aza sedang denial sekarang, menampik kenyataan.
Ia menampik dugaan dan kecurigaannya sendiri. Naf su makannya benar-benar tak terselamatkan kali ini. Jika mengingat-ingat saat melihat bunda di mall, dimana bunda tengah mengobrol dengan dua orang yang diakui bunda adalah Jagat calonnya, sepertinya....
Aza memperhatikan Jagat yang sedang melahap lekat-lekat, sama kayanya....
Jangan-jangan Ini Jagat Adyaksa yang ituhhh...J itu, Jagat? Ah masa sihhh, kalau iya, gimana??? tanya nya dalam hati.
"Kenapa Za?" pertanyaan Jagat barusan membuyarkan pandangan meneliti Aza yang kelewat berlebihan.
"Ah engga. Aku udah selesai bang. Kalo gitu aku pamit dulu ya...lagi ditungguin dokter Maya..." bohongnya sudah tak nyaman duduk.
Jagat mengangguk, meski dengan raut wajah keheranan dan sedikit kecewa. Baru juga ngobrol iye khannn...
Aza benar-benar bangkit dengan tergesa, reaksinya macam lihat profesor Suwitmo yang sedang mode singa. Ia melenggang cepat keluar kantin setelah menaruh piring kotor. Namun ia tak benar-benar pergi dari sana, sejurus kemudian ia melongokan kepalanya demi mengintip Jagat dan memperhatikan punggung Jagat.
"Kalau beneran ini Jagat Adyaksa...mati gue...mesti bersikap kaya apa? Doi sadar gue ini Azalea Kamila yang dijodohin sama doi ngga ya?" gumamnya lirih masih menatap postur Jagat, dimana pria itu masih menyantap makan siangnya. Mungkin punggung Jagat akan bolong persis donat jika dipandangi terus secara intens dan berlebihan begini.
Merasa janggal dan macam ada yang aneh, Jagat menoleh ke arah pintu, membuat Aza gelagapan bergegas bersembunyi di balik pintu dan tembok.
Ia menggigit bibir bawahnya, tenggorokannya begitu sulit menelan saliva, karena sejak tadi hati dan otaknya begitu berisik mengatakan kalau itu Jagat-nya.
Bukan Aza tak punya pikiran untuk bertanya inisial J itu untuk nama apa, namun ia belum siap jika seandainya Jagat menjawab J adalah Jagat.
Jagat berdiri bersandar di dekat gerbang camp, panggilannya sudah tersambung namun belum ada yang menjawab, mungkin ibu mengikuti pengajian rutin sore ini. Padahal tak jarang bapak melarangnya, katanya lebih banyak mudharatnya ketimbang kebaikan. Dimana ibu-ibu disana justru saling adu gengsi dan membuka forum ghibah, tak jarang pula bukannya mengaji majelis taklim itu hanya menyibukan diri dengan berlomba-lomba bersikap ria.
Hingga...
"Assalamu'alaikum le..."
Cukup lama ibu menjawab panggilannya, membuat degupan jantung Jagat semakin tak menentu dibuatnya.
"Wa'alaikumsalam. Bu...sehat? Bapak?" tanya nya basa-basi terlebih dahulu.
"Alhamdulillah, kamu sendiri?"
Jagat mengangguk tersenyum, tidak harus sampai naik ke tumpukan barang seperti Aza, Jagat cukup berdiri saja sudah dapat menghubungi keluarga di rumah. Rejeki anak soleh, apapun dimudahkan jalannya.
"Alhamdulillah. Bu, ada yang mau aku tanyakan...."
"Apa itu, le?" Mungkin jika Jagat berada di hadapan ibu, ia dapat melihat kernyitan jelas di kening ibu sekarang.
"Aku mau tanya, Azalea....sebenarnya dia praktek koas dimana?" percayalah, saat ini Jagat benar-benar gugup, seperti sedang menunggu keputusan terbesar dalam hidupnya, berharap jika semua kecurigaan dan dugaannya kemarin sampai detik ini, benar.
"Kongo gitu ya, kalo ngga salah," jawab ibu begitu lirih di telinga Jagat. Sekali lagi Jagat memastikan jawaban itu takut telinganya ditutupi kotoran seabrek-abrek dan ia salah dengar.
"Kongo, Le. Koe budeg opo kurang minum?!" ibu membentaknya kesal. Nugas di Kongo kok bikin anaknya tuli ngga ketulungan.
Salivanya begitu sulit ia telan karena mendadak hatinya menghangat mendengar jawaban ibu. *Alhamdulillah, tak salah lagi*...
Jagat sekarang benar-benar yakin jika itu Aza-nya. Jika disini, ia justru tengah menyemai bibit-bibit cintanya pada Azalea, sang calon istri.
"Kenapa memangnya, Le?"
"Eh ndak bu." bibirnya tak bisa untuk benar-benar mengatup. Greget, lucu sendiri dan senang, tak habis-habisnya ia tersenyum. Ia menggosok dagunya demi mengurangi rasa geli yang bikin ia mendadak jadi orang gila.
\*\*\*\*\*
"Jagat, bukan, Jagat, bukan?" Aza mondar-mandir gelisah di area belakang, dekat pompaan air persis setrikaan...yang mungkin sejak datang kesini dan menemukan area ini ketika mencari Jagat, ia mengklaimnya menjadi tempat favoritnya.
Ia bahkan menendang-nendang tanah berpasir yang tak salah apapun. Mungkin jika tanah itu hidup ingin ia maki-maki Aza yang sudah menendangnya berkali-kali demi sibuk bersama kebimbangannya.
"Kalau dia beneran Jagat..." Aza menutup mulutnya seketika dengan senyum yang tertahan, ia bahkan sudah berjingkrak kegirangan macam anak kecil yang gemas.
"Kalau dia masih biasa-biasa aja, berarti doi belum sadar gue Aza yang dijodohin sama dia?" kembali ia bermonolog persis orang gila, seketika alisnya berkerut bersama jidat yang kisut, "ah masa?! Masa dia ngga curiga, harusnya tau lah..." ia kembali berjingjrak gemas, ia bahkan tak sungkan memukul-mukul pompaan yang kini sudah menjadi sasaran kegemasannya.
"Ahhhhh....lucu banget kalau beneran samaan, padahal kan niatnya mau ngehindar...." kikiknya masih melampiaskan rasa gemas pada pompaan.
Toni menghentikan langkah dan siulannya mendadak kaget melihat Aza yang terkesan aneh, begitupun Aza yang terkejut aksi absurdnya dipergoki Toni.
"Mbak Aza?" ia tergagap seiring Aza yang berhenti menyiksa pompaan.
"Bang..." rohnya seperti sedang berusaha pergi dari tubuh saking kaget dan malunya.
"Mbak Aza lagi ngapain? Mukul-mukulin pompaan? Ada yang salah?" kebetulan sekali, Toni hendak mengambil air untuknya mandi dan tak sengaja melihat Aza.
"Ah...itu, Aza lagi olahraga bang...sekalian mau ngetes juga, seberapa kuat tenaga Aza..." jawabnya yang sebenarnya ia pun menggeleng aneh, apa sih?! Alisnya berkerut dengan jawabannya. Praktis Toni tertawa, "oalah. Jadi dokter bikin kepala mumet yo mbak? Ck...ck...makanya saya tuh ngga mau jadi dokter, takut stress..." ucap Toni membuat Aza tertawa getir, *bilang aja ngatain gue stress ah*!
Toni mendekat dengan embernya lalu mulai memompa air, "mbak Aza aku ngikut dulu ambil air yoo, kalo masih mau tes kuat nanti setelah ini, kalo engga nanti saya temani buat tes ketangkasan daripada mesti tes kekuatan disini lewat pompaan, jatuhnya merusak...terus disangkain gila juga.." akuinya tertawa yang langsung dibalas tinjuan pelan Aza di bahunya, "bilang aja aku kaya orang gila, ah!"
Toni menggeleng tersenyum geli, "wes, kalo mau latihan ketangkasan sama kekuatan, besok bisa saya temani...tapi sehabis saya pulang nugas dulu ya..."
Aza mengangguk mengiyakan, iyain saja dulu, masalah mau atau tidaknya bagaimana besok, siapa tau ia butuh latihan kekuatan begitu untuk jaga-jaga.
"Emang besok mau kemana bang?" tanya Aza masih memperhatikan otot-otot Toni yang mengeras tatkala menekan tuas pompa air, no problem pagi ini ia tak melihat satu banjar om-om tentara lari pagi, begini juga udah vitamin, hahahaha!
"Besok saya sama rekan lain ditugaskan untuk membangun infrastruktur yang rusak. Sayang kalo harus diabaikan, apalagi warga sekitar sangat membutuhkan..."
Aza mengangguk paham, "oke deh bang. Kalo gitu Aza pergi dulu..."
"Yakin ndak mau sekalian pompain air, mbak? Siapa tau masih mau adu kuat?"
Aza menggeleng seraya pergi, "ogah!"
Toni terkekeh, "mbak Aza...mbak Aza...hemmm, cantiknya..."
.
.
.
.