Rachel, seorang CEO muda yang sukses, hidup di dunia bisnis yang gemerlap dan penuh tekanan. Di balik kesuksesannya, ia menyimpan rahasia besar—ia hamil dari hubungan singkat dengan mantan kekasihnya, David, yang juga merupakan pengusaha terkenal. Tak ingin skandal mengancam reputasinya, Rachel memutuskan untuk menghilang, meninggalkan kariernya dan kehidupan glamor di kota besar. Ia memulai hidup baru di tempat terpencil, bertekad untuk membesarkan anaknya sendiri, jauh dari perhatian publik.
Namun, anaknya, Leo, tumbuh menjadi anak yang luar biasa cerdas—seorang jenius di bidang sains dan matematika. Dengan kecerdasan yang melampaui usianya, Leo kerap membuat Rachel terkejut sekaligus bangga. Di usia muda, Leo mulai mempertanyakan asal-usulnya dan mengapa mereka hidup dalam kesederhanaan, jauh dari kenyamanan yang seharusnya bisa mereka nikmati. Ketika Leo secara tak sengaja bertemu dengan David di sebuah kompetisi sains, masa lalu yang Rachel coba tinggalkan mulai terkuak, membawa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjar Sidik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 dimulai dengan situasi yang menegangkan
situasi yang menegangkan ketika CEO, Adrian, akhirnya menghadapi kebenaran yang selama ini ia abaikan. Ia menerima sebuah dokumen yang dikirimkan oleh sosok misterius yang tampaknya mengetahui rahasia terbesarnya. Dalam dokumen itu, terungkap informasi tentang masa lalu Adrian dan fakta tentang sang anak, Nathan, yang selama ini disembunyikan.
---
Adrian duduk di ruang kerjanya, memandangi dokumen yang baru saja dibuka. Tangan yang terbiasa memegang kendali kini bergetar, menggenggam kertas itu erat-erat.
> "Siapa yang berani melakukan ini?" bisik Adrian, matanya menyipit, mencoba mencerna setiap kalimat dalam dokumen itu.
Nathan, yang diam-diam masuk ke ruang kerja ayahnya, memerhatikan dengan tajam dari balik pintu. Sejak kejadian terakhir di mana ia mendapati ada banyak hal yang tidak diberitahukan kepadanya, ia menjadi lebih curiga dan tak sabar ingin tahu apa yang sebenarnya disembunyikan sang ayah.
> "Ayah," panggil Nathan, mengejutkan Adrian yang tampak terpaku dengan pikirannya.
> Adrian segera menyembunyikan dokumen itu di bawah tumpukan berkas lain di meja. "Nathan, apa yang kamu lakukan di sini malam-malam begini?"
Nathan melangkah masuk, memicingkan mata, menatap tajam ke arah meja kerja ayahnya.
> "Aku yang seharusnya bertanya, Ayah. Apa yang Ayah sembunyikan dariku?" tanya Nathan, suaranya tenang tapi penuh ketegasan.
> Adrian mendengus pelan, mencoba mengendalikan dirinya. "Nathan, ini bukan urusanmu. Ada hal-hal yang tidak seharusnya kamu ketahui."
> "Tidak seharusnya aku ketahui?" Nathan tertawa kecil, getir. "Ayah tahu, aku bukan anak kecil lagi. Aku pantas tahu apa yang sedang terjadi, terutama kalau itu berkaitan dengan keluarga kita."
Adrian menghela napas, tampak bimbang. Ia tahu Nathan sudah cukup pintar untuk mengerti situasi ini, tapi mengungkap kebenaran bisa memicu reaksi yang tak terduga.
---
Adrian akhirnya menatap Nathan dalam-dalam, mencoba menilai seberapa siap anaknya menghadapi kenyataan yang mungkin akan menghancurkan hubungan mereka.
> "Nathan, dengarkan Ayah. Dunia ini tidak sehitam-putih yang kamu pikirkan. Ada hal-hal yang... kompleks," ujar Adrian perlahan, mencoba memberikan sedikit penjelasan tanpa terlalu banyak berkata.
> Nathan mengangkat alis, ekspresi tidak percaya. "Kompleks? Apakah Ayah pikir aku tidak mampu memahami kompleksitas? Ayah sendiri yang bilang aku genius."
> Adrian terpancing. "Kamu memang genius, tapi kehidupan ini berbeda dengan rumus matematika atau teka-teki yang bisa kamu pecahkan dalam hitungan menit, Nathan!"
> Nathan mendekat, nadanya menjadi lebih lembut tapi tajam. "Mungkin Ayah yang terlalu takut untuk menerima bahwa aku tahu lebih banyak dari yang Ayah kira."
Adrian merasa darahnya berdesir mendengar ucapan Nathan. Ada sesuatu dalam mata anaknya yang membuatnya menyadari bahwa Nathan memang sudah terlalu dalam menyelidiki rahasia ini. Namun, ia tetap berusaha menahan emosi, tak ingin memberikan kepastian yang dicari Nathan.
> "Kalau kamu benar-benar ingin tahu," kata Adrian, menghela napas panjang, "maka bersiaplah untuk kebenaran yang mungkin tidak kamu harapkan."
> "Aku siap, Ayah. Sudah lama aku menunggu jawaban," jawab Nathan, suaranya mantap namun penuh emosi.
---
Adrian menggeser kursi dan membuka berkas yang tadinya ia sembunyikan. Ia menunjukkan sebuah foto lama, potret seorang wanita yang Nathan tidak pernah lihat sebelumnya. Matanya tertuju pada foto itu, dan hatinya mulai merasa sesuatu yang asing namun akrab.
> "Siapa dia?" Nathan bertanya, suaranya bergetar.
> Adrian menatap foto itu dengan tatapan sedih. "Dia... ibumu yang sebenarnya, Nathan."
Keheningan melingkupi ruangan. Nathan terpaku, tak percaya pada kata-kata Adrian. Ia merasa dunia seakan runtuh dalam sekejap.
> "Jadi, selama ini..." Nathan bergumam, mencoba memahami kebenaran yang diungkapkan Adrian.
> "Kami merahasiakannya untuk melindungimu. Tapi tampaknya sekarang, kebenaran itu datang mencari kita," jawab Adrian lirih.
Nathan menatap Adrian, matanya penuh dengan kemarahan dan kebingungan. Baginya, semua yang ia ketahui selama ini seperti hanya ilusi.
> "Ayah pikir aku akan merasa aman dengan semua ini disembunyikan? Apakah Ayah pikir aku akan tetap diam setelah mengetahui kebohongan ini?"
> "Aku tahu ini berat, Nathan, tapi percayalah, kami punya alasan."
Nathan menggeleng, menarik napas panjang, berusaha mengendalikan emosinya. "Kalau begitu, apa alasan Ayah menyembunyikan ibu asliku? Mengapa aku harus hidup dalam kebohongan?"
---
Di tengah suasana tegang itu, telepon di meja Adrian berdering. Adrian mengangkatnya, sementara Nathan masih menatapnya tajam, menunggu jawaban.
> "Ya, ada apa?" jawab Adrian singkat.
Di ujung telepon, terdengar suara yang dikenal Adrian, seorang rekan bisnis lamanya, namun kali ini nada suaranya penuh ancaman.
> "Aku tahu semuanya, Adrian. Aku tahu siapa Nathan sebenarnya. Jika kau ingin rahasiamu aman, kau harus mengikuti perintahku mulai sekarang."
Adrian terdiam, merasa terjebak dalam situasi yang semakin rumit. Sementara Nathan memperhatikan perubahan ekspresi ayahnya dan mulai merasa ada ancaman yang lebih besar dari yang ia bayangkan.
> Adrian menutup telepon, wajahnya tegang. "Nathan, kita harus bicara lebih lanjut. Tapi bukan sekarang."
Nathan menatap Adrian dengan kecewa. "Ayah selalu menunda-nunda. Aku lelah, Ayah. Aku butuh kebenaran, bukan alasan."
Adrian memegang pundak Nathan dengan erat. "Percayalah padaku kali ini. Kebenaran akan segera terungkap, dan kita akan hadapi ini bersama."
Namun, Nathan hanya terdiam, langkahnya mundur. Di hatinya, keraguan semakin besar, dan ia mulai merencanakan sesuatu tanpa sepengetahuan Adrian.
Nathan yang pergi meninggalkan ruang kerja Adrian, membawa pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab. Namun, ia bertekad untuk mencari jawaban, walau itu berarti harus bertindak sendiri. Adrian tahu bahwa rahasianya kini dalam bahaya, dan ia harus siap menghadapi konsekuensinya.
----
Setelah meninggalkan ruang kerja Adrian dengan hati yang penuh kebingungan, Nathan berjalan menyusuri lorong rumah dengan langkah mantap, meski pikirannya bergejolak. Perkataan Adrian tentang ibu kandungnya masih terngiang di telinganya, membuatnya bertanya-tanya mengapa selama ini ia hidup dalam kebohongan.
Di tengah lamunannya, ponselnya berdering. Nama temannya, Kevin, tertera di layar. Meski biasanya ia tidak langsung mengangkat telepon di saat seperti ini, kali ini ia memilih untuk mengangkatnya, mencoba mengalihkan pikirannya dari rahasia yang baru saja ia ketahui.
> Kevin: "Nathan, kau baik-baik saja? Aku dengar dari beberapa rekan bahwa perusahaan ayahmu sedang dalam masalah. Apa kau tahu sesuatu?"
Nathan mengerutkan kening, merasa terkejut. Masalah perusahaan? Adrian tidak pernah memberitahunya tentang hal ini. Jika benar, lalu apa masalahnya? Apakah ini ada kaitannya dengan ancaman yang ia dengar tadi?
> Nathan: "Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi. Tapi, Kevin, kau bisa bantu aku untuk cari tahu lebih banyak?"
> Kevin: "Tentu. Aku akan cek informasi dari beberapa sumber. Tapi Nathan, hati-hati ya. Ini sepertinya bukan masalah kecil."
Setelah menutup telepon, Nathan memutuskan untuk menyelidiki sendiri. Jika benar ada sesuatu yang mengancam perusahaan ayahnya, ia tak bisa hanya diam saja. Namun, ia tahu Adrian tidak akan memberikan informasi apa pun. Satu-satunya cara adalah mencari tahu sendiri—meski itu berarti harus melanggar kepercayaan sang ayah.
---
Nathan kembali ke kantor ayahnya ketika hari sudah larut. Dia mengaktifkan komputer Adrian, berusaha mengakses file yang mungkin bisa memberinya jawaban. Setelah beberapa menit mencari, ia menemukan dokumen yang disembunyikan dengan akses khusus. Jantungnya berdegup kencang ketika akhirnya berhasil membukanya.
Di dalamnya, tertera berbagai laporan keuangan yang mencurigakan. Beberapa transaksi besar, namun dengan nama yang tidak dikenal. Matanya terbelalak saat menemukan salah satu nama yang ia kenali.
> Nathan, berbisik: "Ini… nama ibu kandungku. Tapi bagaimana dia bisa terlibat di sini?"
Tepat saat ia mulai membaca lebih dalam, terdengar suara langkah di belakangnya. Nathan menoleh cepat, dan di sana berdiri Adrian dengan wajah keras dan mata yang penuh kemarahan.
> Adrian: "Nathan! Apa yang sedang kau lakukan?"
> Nathan: "Aku hanya mencari kebenaran, Ayah! Tentang perusahaan ini, tentang siapa ibuku sebenarnya, dan tentang semua yang kau sembunyikan dariku."
> Adrian: "Kau tidak mengerti, Nathan. Ini bukan urusanmu."
> Nathan: "Bagaimana ini bisa bukan urusanku, Ayah? Ini tentang keluarga kita. Tentang kebenaran yang kau sembunyikan dariku selama ini!"
Adrian menatap Nathan dengan tajam, berusaha mencari kata-kata yang tepat. Tapi ia tahu, tak ada jalan kembali. Nathan sudah terlalu jauh masuk ke dalam masalah ini.
> Adrian, menghela napas: "Baiklah. Jika kau ingin tahu semuanya, maka aku akan memberitahumu. Tapi bersiaplah, karena ini tidak akan seperti yang kau bayangkan."
---
Adrian mengajak Nathan duduk. Dengan nada berat, ia mulai menceritakan masa lalu yang selama ini dirahasiakannya.
> Adrian: "Ibumu... Dia adalah seseorang yang pernah sangat berarti dalam hidupku. Tapi ada banyak hal yang terjadi, yang membuatku terpaksa menjauh darinya. Saat kau lahir, aku berpikir bahwa yang terbaik adalah melindungimu dari kehidupan yang pernah ia jalani."
> Nathan: "Melindungiku? Atau menyembunyikan sesuatu dariku, Ayah?"
> Adrian: "Itu adalah pilihan yang sulit. Aku tidak ingin kau terlibat dalam kekacauan yang ia bawa."
Nathan menghela napas, merasa amarah dan kekecewaan bercampur aduk. Bagaimana mungkin Adrian berpikir bahwa ia tak akan tahu, atau bahwa ia tidak berhak tahu tentang masa lalu ibunya?
> Nathan: "Aku harus tahu, Ayah. Aku harus tahu mengapa ibu kandungku harus meninggalkan kita."
Adrian terdiam, lalu menggelengkan kepala.
> Adrian: "Itu bukan pilihannya, Nathan. Orang-orang di sekitarnya... mereka memaksanya pergi. Dan sekarang, orang-orang itu kembali untuk mencari sesuatu dariku."
Nathan terdiam, merenungkan apa yang baru saja didengarnya. Keberanian Adrian dalam menghadapi masalah ini memang membuatnya kagum, namun ada sesuatu dalam tatapan ayahnya yang menunjukkan rasa takut dan penyesalan.
---
Nathan berdiri dan menatap Adrian dengan tegas. Kini ia tahu bahwa permasalahan perusahaan, ancaman yang diterima Adrian, dan masa lalunya adalah bagian dari satu kesatuan yang selama ini disembunyikan darinya. Ia pun sadar, bahwa tak ada lagi yang bisa dilakukan selain ikut dalam permainan ini, meskipun itu berarti menempatkan dirinya dalam bahaya.
> Nathan: "Baik, Ayah. Kalau orang-orang itu mencari sesuatu darimu, maka aku akan berdiri di sampingmu. Kita akan hadapi ini bersama."
Adrian terlihat terkejut, namun ada rasa bangga dalam matanya. Meski demikian, ia tahu bahwa situasi ini akan menjadi sangat berbahaya, terutama bagi Nathan.
> Adrian: "Kau yakin, Nathan? Permainan ini tidak bisa dimainkan oleh mereka yang tidak siap."
> Nathan: "Aku sudah siap sejak aku tahu bahwa hidupku penuh dengan rahasia. Aku akan menemukan kebenaran, dan aku akan melindungi keluargaku, Ayah."
Adrian tersenyum kecil, lalu memegang bahu Nathan. "Baiklah. Tapi berjanjilah padaku bahwa kau tidak akan bertindak gegabah. Kau harus tetap berhati-hati."
---
Namun, di tengah percakapan mereka, pintu ruangan itu tiba-tiba terdengar diketuk keras. Suara dari balik pintu terdengar serius dan memaksa.
> Suara misterius: "Tuan Adrian, kami tahu Anda ada di dalam. Anda tidak bisa lagi menghindar dari masalah ini. Waktunya telah tiba."
Nathan dan Adrian saling pandang, terkejut. Adrian tahu ini adalah ancaman yang ia coba hindari selama bertahun-tahun, dan kini, mereka akhirnya datang mengetuk pintunya.
> Adrian, berbisik pada Nathan: "Ini adalah ujian kita, Nathan. Bersiaplah, karena malam ini segalanya bisa berubah."
> Nathan: "Aku siap, Ayah. Kita akan hadapi mereka bersama."
Bab ini berakhir dengan ketegangan dan cliffhanger saat Adrian dan Nathan bersiap menghadapi ancaman besar yang telah menanti mereka. Pembaca akan dibuat penasaran dengan langkah apa yang akan diambil oleh ayah dan anak ini, serta apa konsekuensi yang akan mereka hadapi dari pengungkapan rahasia yang telah lama tersembunyi.