Kisah seorang gadis pembenci geng motor yang tiba-tiba ditolong oleh ketua geng motor terkenal akibat dikejar para preman.
Tak hanya tentang dunia anak jalanan, si gadis tersebut pun selain terjebak friendzone di masa lalu, kini juga tertimbun hubungan HTS (Hanya Teman Saja).
Katanya sih mereka dijodohkan, tetapi entah bagaimana kelanjutannya. Maka dari itu, ikuti terus kisah mereka. Akankah mereka berjodoh atau akan tetap bertahan pada lingkaran HTRS (Hubungan Tanpa Rasa Suka).
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zennatyas21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7. Jadi Tokoh Cerita
Suasana kelas di pagi hari begitu ramai, bel masuk berbunyi begitu nyaring. Di sebelah kanan kelas IPS 2 terdengar cukup berisik dan terasa mengganggu kegiatan belajar mengajar Salsha serta teman-temannya. Dan kata salah satu teman sekelasnya Salsha, kelas sebelah sedang tidak ada gurunya juga jam kosong.
"Salshabilla Chalysta Putri," ucap sang guru yang tengah mengabsen sebelum memberikan materi kepada muridnya.
"Ada, Bu." jawab Salsha sambil mengangkat satu tangannya.
"Tania Aurelia?" Begitu seorang guru perempuan pengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia menyebut nama Tania, ruang kelas mendadak hening.
Sang guru bernama Bu Linda itu menatap satu kelas muridnya. "Dimana Tania?" tanya beliau lalu memperhatikan Salsha dan kedua sahabatnya.
"Gak berangkat, Bu." jawab Salsha seadanya walaupun ia sendiri pun bingung dengan teman sebangkunya yang mendadak tak hadir tanpa ada keterangan surat maupun kabar.
Cindy menoel lengan Salsha dari belakang. "Katanya Tania mau keluar dari sekolah ini, Bu. Barusan ibunya mengirim pesan kepada saya." ujar Cindy angkat bicara.
Salsha menoleh ke belakang. Menatap Cindy penuh dengan tanda tanya. "Dari mana lo tahu, Cin?" Bisiknya.
Meisya memperhatikan kedua sahabatnya tersebut. "Dia masih kayak tetangga gue. Dan dia juga sepupuan sama Yandi, anak pramuka. Jadi gue lumayan tahu dan kenal ibunya, tapi gue gak begitu akrab sama Tania." sahut Cindy.
"Kata om gue juga Tania keluar dan pindah rumah, emang bener?" tanya Meisya yang memiliki om seorang guru di SMA Putra Bangsa.
Cindy mengangguk. "Emang bener kok, gue juga gak tahu dan gak mau berurusan soal dia. Yang intinya dia pergi dari sebuah sekolah karena misi dia udah selesai." Celetuk sang anak pramuka bernama Cindy tersebut.
"Misi?" Meisya dan Salsha bersamaan tak mengerti.
Bu Linda yang mendengar suara berisik itu seketika berdehem pelan. "Meisya, Salsha, Cindy, kenapa kalian sibuk berbicara sendiri?" Celetuk sang guru memergoki tiga remaja perempuan itu.
Mereka mendongak tersenyum. "Em, gak ada apa-apa kok Bu." sahut Meisya.
Keadaan kantin kini dipenuhi oleh siswa-siswi SMA Putra Bangsa. Salsha dan dua sahabatnya sudah duduk di bangku kantin sejak beberapa menit lalu.
Istirahat jam pertama memang menjadi waktu paling ramai kantin diserbu seluruh murid dari kelas 10 sampai kelas 12.
"Euumm ... Ini bakso enak banget gila," ujar Salsha menyeruput kuah bakso mang Asep.
Cindy dan Meisya yang melihat satu sahabatnya itu tersenyum heran. "Lo gak nulis novel lagi, Sal? Biasanya kemana-mana lo bawa buku. Sekarang sejak kenal si Zidan itu kayaknya jarang nulis?" tanya Meisya membuat topik pembicaraan.
Salsha yang tengah memakan satu bakso terakhir di mangkuknya lantas mendongak. "Nulis kok, cuma sekarang sering di note Hp. Kalau di buku, gue selalu keinget sesuatu." jawabnya santai.
Cindy mengernyit bingung. "Keinget sesuatu? Sesuatu apa? Ada masalah?"
Cewek memakai seragam pramuka SMA Putra Bangsa itu menggeleng. "Keinget satu tokoh aja, kan selain Zidan yang gue masukin ke dalam cerita gue masih ada cowok satu lagi yang abadi juga di tulisan gue." Jawaban Salsha mengundang rasa penasaran Meisya.
"Siapa sih? Coba lo kasih tahu dong, spil gitu kek." cibir Meisya sebal.
Cindy tertawa kecil, "lah, jadi si Zidan lo jadiin tokoh cerita lo, Sal? Emangnya dia tahu kalau lo tulis tentang dia ke dalam tulisan lo?" Meisya pun ikut cekikikan meledek Salsha.
Tetapi reaksi cewek bernama Salshabilla itu hanya acuh, "ya dia gak tau lah, masa gue bikin cerita soal dia terus gue terang-terangan nulisnya? Gitu-gitu gue juga samarin nama dia, yakali gue tulis pake nama asli, ketauan dong." Kala sedang menjawab ucapan Cindy, Meisya tiba-tiba menggebrak meja.
"Jawab pertanyaan gue dulu, asem! Gue nanya dari tadi gak dijawab! Giliran Cindy yang nanya dijawab mulu." Bentak Meisya dengan sengaknya.
Salsha merenges, "emang lo tanya apa? Soal cowok yang takut diinget sama Salsha? Kok lo penasaran gitu, jangan-jangan ada apa-apa nih," Bukan Salsha yang menjawab, melainkan Cindy yang posisi duduknya di samping Meisya dan berhadapan dengan Salsha.
"Sembarangan aja lo kalau ngomong, Cin. Gue tanya karena itu tuh mencurigakan. Bukan penasaran terus berujung naruh perasaan, ih ogah banget gue mah!" ketus Meisya membuat Salsha dan Cindy tertawa.
"Lah, terus lo ngapain bilang sendiri kayak gitu? Bikin pinisirin tiris birijing nirih pirisiin. Siapa yang ngomong?" Cindy tak henti-hentinya tertawa puas meledek temannya.
Salsha sampai menggeplak meja saking ngakaknya melihat tingkah kocak kedua sahabatnya. "Haduh, sakit suer lama-lama kalau ketawa mulu. Mana abis makan bakso. Jadi gini, dia itu ... Dia lebih manis dari Zidan." Ungkap Salsha ternyata terdengar oleh empat temannya Zidan dengan Zidannya juga.
Tak terlalu jauh posisinya dengan bangku yang Salsha dan kawan-kawannya duduki. Di pojok kantin bagian paling belakang, tempat langganan anggota Andaran itu sedang ada Zidan yang sejak tadi memperhatikan Salsha.
"Ohh ... Jadi gitu kelakuannya? Parah sih, udah nulis orang ke dalam ceritanya diem-diem gak izin dulu. Eh, ternyata dia juga masukin orang lain dan memuji lebih manis dari lo, Zid." ucap Jordi sambil mengaduk-aduk minuman jus jeruknya.
Zidan yang melihat serta mendengar ungkapan itu dengan jelas hanya diam seraya tersenyum pada teman-temannya.
"Biarin aja, toh nulis tentang gue juga baik-baik ceritanya. Gue juga gak dijadiin tokoh antagonis dalam ceritanya. Perihal cowok yang lebih manis dari gue itu pendapat dia, hak dia. Harusnya kita dukung biar karyanya sampai jadi buku, terus kita beli dan bantu promosi." Jawaban Zidan justru mencengangkan semua sahabatnya.
"Bener kata Zidan, siapa tau si cowok yang dia maksud itu emang sebelumnya pernah kenal deket sama dia sebelum kenal Zidan." ujar Erlangga yang selalu pemikirannya sama dengan Zidan.
Lelaki memakai hoodie hitam berlogo Andaran itu masih menatap Salsha. Sementara Cindy dan Meisya yang tak sengaja melihat Zidan memperhatikan mereka bertiga pun menggigit bibir bawahnya.
"Gue juga gak tau kenapa si itu keinget lagi di otak gue. Padahal udah dua tahun ini kan kita gak pernah ketemu, sesekali ketemu pun udah kayak gak kenal." ucap Salsha terus bercerita.
Keempat teman Zidan sama-sama memperhatikan Salsha. Sehingga membuat Cindy dan Meisya merasa tak enak.
"Emang cowoknya baik banget, Sal?" tanya Meisya penasaran.
"Gak cuma baik sih, dia juga asik lucu gitu. Tingkahnya tuh ada aja yang bikin ketawa, orangnya juga bisa serius kalau lagi serius." jawab Salsha terlihat senang saat membahas lelaki itu.
Zidan tampak menghela nafas pelan. Membuat temannya menoleh padanya. "Kak Zidan, nanti ada kumpul sama anak-anak. Katanya acara makan bareng sama foto-foto." Panggil seorang cewek tidak terlalu tinggi menghampiri Zidan.
Begitu menoleh, Zidan langsung mengangguk. "Oh iya, makasih atas informasinya ya. Btw kamu yang kemarin baru ikut anggota Osis kan?" tanya Zidan sedikit mengenal cewek anak kelas 10 itu.
Cewek tersebut mengangguk malu. "Iya Kak, baru ikut kemarin udah disuruh cariin Kak Zidan buat bilang ada acara kumpul-kumpul." jawab cewek bername tag Clara Angelica.
Zidan tersenyum ramah menatap sekilas wajah Clara. Ia pun sadar jika Salsha sedang memperhatikannya.
"Iya gak papa, oh iya nanti kamu ikut kumpul juga ya?" ajak Zidan membuat Erlangga tersenyum.
"Emangnya boleh, Kak? Kan aku baru ikut kemarin soalnya, malu kalau ada acara kumpul karena baru gabung kemarin." kata Clara merasa tak enak.
Jordi dan Eza terkekeh. "Ketua Osis yang namanya Zidan ini gak ada gak ramah, Dek. Dia tuh jangan kamu takutin atau ngerasa gak enak, karena aslinya dia kocak kalau kamu tahu sih." ujar Jordi tertawa.
Farez melirik Zidan yang masih memakai hoodie menutupi seragam pramuka nya. "Dia asik kok, jangan karena jabatan dijadiin apa-apa canggung, Dek. Mau Zidan ketua Osis pun, dia kan kelas 11 berarti masih ada kakak kelas kita yang paling harus dihormati. Jadi, jangan sungkan, termasuk kalau suka ke dia juga jangan malu-malu." kata Farel sedikit menyindir.
"Tapi gini ya, Clara, kakak gak ngelarang siapapun buat suka ke kakak. Kakak hargai semuanya, tapi kakak minta maaf karena kakak emang gak lagi mikirin soal perasaan atau pacaran kayak gitu. Lagian kita kan masih anak sekolah, belum waktunya untuk ayang-ayang an seperti itu." jelas Zidan dengan nada cukup lembut tanpa menyinggung perasaan Clara.
Clara sendiri mendengar penjelasan Zidan dengan lapang dada. Sebab tak asing lagi berita tentang ketua osis tersebut yang tidak mau berpacaran atau berhubungan lebih dari teman.
"Clara berterima kasih banget ke kakak. Clara gak nyangka ternyata bayangan aku soal kak Zidan yang serem itu gak bener. Aku pikir kak Zidan bakal nolak dengan kata kasar, karena kan kakak anggota motor terkenal di kota ini."
"Enggak lah, Ra. Kakak gak begitu ke orang, ya kalau memang suka terus udah berani mengungkapkan, itu harus dihargai. Sekarang misalkan gini, kalau kakak sama kamu pacaran nih—" Belum sempat Zidan menyelesaikan penjelasan pada adik kelasnya, Erlangga memotong pembicaraannya.
"Uh, langsung dikasih contoh kan." Erlangga tersenyum melirik Clara.
"Kasih materi, Zid!" timpal Eza cengengesan menanggapi adik kelasnya itu.
Zidan merubah posisi duduknya menjadi sedikit tegak. "Duduk dulu, Ra. Jangan berdiri terus kayak siapa aja," kata lelaki itu mempersilahkan Clara untuk duduk di samping Eza.
"Makasih Kak,"
"Kalau misalkan kamu sama kakak pacaran, nanti kamu fokusnya bakal ke apa? Ke kakak? Terus belajar kamu jadi gak fokus dan prestasi kamu turun, kamu mau? Enggak kan? Makanya jangan dulu berpikir soal kayak gitu, orang masih sekolah mikirnya pelajaran dulu." jelas Zidan diangguki oleh empat temannya.
Clara mengangguk.
"Iya bener, Kak. Mikir sekolah aja udah pusing, apalagi mikir punya ayang." sahut Clara.
"Lebih pusing mikir punya ayang kalau kata aku mah," timpal Farel bercanda.
"Yaudah, aku langsung ke kelas dulu ya kak?" Clara pamit dan beranjak dari duduknya.
"Iya, hati-hati ya. Jangan lupa fokus belajar dulu." jawab Zidan seketika diiringi tawa teman-temannya.
Salsha tiba-tiba berdiri dan pergi dari kantin tanpa meninggalkan satu kata apapun. "Salsha kenapa?" Bisik Meisya ke Cindy.
"Mungkin dia ditelpon sama Nino," balas Cindy singkat.
"Nino? Siapa Nino?"
"Cowok yang dia bilang manis itu, teman SMP nya di desa. Emang udah agak dekat kok, makanya dia suka keinget cowok itu terus. Karena pas masih SMP tuh mereka dijodoh-jodohin, sama teman mereka."
"Tahu dari mana?"
"Nino sendiri yang cerita ke gue, barusan ngirim pesan."