"3 tahun! Aku janji 3 tahun! Aku balik lagi ke sini! Kamu mau kan nunggu aku?" Dia yang pergi di semester pertama SMP.
***
Hari ini adalah tahun ke 3 yang Dani janjikan. Bodohnya aku, malah masih tetap menunggu.
"Dani sekolah di SMK UNIVERSAL."
3 tahun yang Dani janjikan, tidak ditepatinya. Dia memintaku untuk menunggu lagi hingga 8 tahun lamanya. Namun, saat pertemuan itu terjadi.
"Geheugenopname."
"Bahasa apa? Aku ga ngerti," tanyaku.
"Bahasa Belanda." Dia pergi setelah mengucapkan dua kata tersebut.
"Artinya apa?!" tanyaku lagi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BellaBiyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22
Pagi-pagi sekali aku langsung pulang. Aku tidak boleh menjadi lebih dekat lagi dengan Arzio. Aku juga tidak mengerti. Aku mulai nyaman berada di dekatnya, tapi itu tidak boleh. Aku harus menunggu Dani.
Ini hanya rasa kesepianku saja. Aku hanya merasa kosong tanpa Dani, itu sebabnya aku mulai merasa nyaman jika ada yang ingin bersamaku. Ya aku yakin itu alasannya.
[Kapan balik? Kenapa ga bilang?] Isi pesan yang Arzio kirim untukku.
[Barusan naik Grab] balasku.
***
Setahun telah berlalu. Hujan sudah satu minggu mengguyur Indonesia. Berita banjir di mana-mana. Untungnya rumahku dataran tinggi yang jauh dari sungai maupun danau. Kalau tidak, mungkin juga akan mengalami hal yang sama. Hari ini adalah hari yang Dani janjikan untukku.
"Dia ada ngehubungin lo?" tanya Rina dari balik ponsel.
"Ga ada sih, tapi gue tau dari Xia, katanya hari ini Dani balik jam 10 pagi. Soalnya barengan sama temen Xia. Gue mau ngeliat dia di Bandara. Kalo dia cuma sendiri, ya sekalian aja gue jemput," jawabku.
"Saran gue sih, mending lo ajak Xia, biar lo ada alesan buat jemput. Kan ada temennya Xia juga."
"Ga bisa, Xia udah sibuk. Dia mau jadi konglomerat bentar lagi," balasku.
"Yakin lo mau pergi sendiri?"
"Yakin! Taun kemaren aja gue ke Tangerang sendiri, bisa."
"Tapi ini Bandara Jakarta, Seokarno-Hatta! Bandara internasional, Ta. Bisa-bisa lo nyasar di sana."
"Gue bisa nelpon lo kalo gue nyasar."
"Tapi ini musim hujan Ta."
"Santai. Gue ga bakal kelayapan. Gue udah hapal nama pesawatnya. GI BOEING 7743. Penerbangan dari Malaysia-Indonesia," jawabku penuh kepastian.
"Tapi, di sini bentar lagi mau ada pemadaman listrik bergilir, soalnya banjir banyak pohon tumbang nabrak kabel listrik. Gue ga bakalan bisa main HP seharian. Lo mau nelpon siapa?" tanya Rina.
"Arzio!" bentakku membuatnya langsung setuju.
***
Aku sudah sampai di bandara terbesar di Indonesia ini. Ternyata banjir benar-benar menyusahkan. Bahkan beberapa jalur jalanan ditutup akibat tak bisa dilewati oleh kendaraan darat.
Aku menunggu Dani mulai dari jam 9:50 WIB. Tidak perlu dia ketahui keberadaanku. Yang penting aku bisa melihatnya.
10 menit telah berlalu. Sekarang tepat pukul 10 pagi. Mungkin Dani baru berangkat dari Malaysia. Transit yang amat panjang itu akhirnya mengantarkan pujaan hatiku kembali ke bumi pertiwi.
20 menit telah berlalu. Aku tidak melihat tanda-tanda kedatangan GI BOEING 7743. Maskapai negeri jiran itu tidak sampai. Ya, mungkin delay atau apa. Aku juga kurang mengerti.
Tiba-tiba ponselku berdering. Liu Xian Zhing menelepon.
"Halo! Gue di bandara dari jam 9-an tadi. Lo mau nemenin gue ga, Xia? Bosen banget!" cecarku.
"Lo di bandara? Bandara mana?! Gilak ya lo? Ke bandara ga bilang-bilang! Mau ngapain lo di sana?" omelnya.
"Kan lo bilang Dani balik hari ini, ya gue mau ngeliat dia lah!" jawabku dengan pasti.
"Ta! Lo sama siapa di sana?" tanya sobat karibku itu.
"Sendiri."
"Astaga! Gilak!" umpatnya yang langsung mengakhiri panggilan tersebut.
Ya sudah kalau dia tidak mau menemaniku di sini.
Sudah hampir 1 jam aku menunggu, Dani tak juga datang. Apa mungkin Xia membohongiku? Tidak mungkin! Tapi tadi dia langsung memutus panggilannya. Apa dia berbohong?
Tiba-tiba seseorang memelukku. "Dani?" Aku menatapnya, ternyata itu Arzio.
"Siapa yang bilang ke lo kalo gue di sini?" tanyaku.
"Xia," jawabnya singkat.
"Gue lagi nungguin Dani," ucapku.
Arzio mengecup jidatku dan kubiarkan saja itu terjadi. Sebentar lagi, dia tidak akan bisa menyentuhku. Aku akan kembali pada Dani.
"Yuk pulang," ajaknya.
"Gue lagi nungguin Dani. Dia transit di Malaysia. Seharusnya sih sekarang udah sampe," jelasku.
"Dani ga balik ke sini," ucapnya membuatku terdiam.
"Maksudnya? Xia bohongin gue?" tanyaku tak percaya.
"Kita pulang dulu. Gue juga harus jemput nenek sama ibu lo. Bioskop udah kebanjiran. Kemungkinan beberapa jam lagi, airnya bakalan naik sampe rumah nenek," jelasnya.
"Tapi ...."
"Kita tunggu kabar Dani di rumah!" tegas Arzio membuatku tak memiliki pilihan lain.
Sembari berjalan menuju parkiran, "Kenapa ibu ga nelpon gue buat minta jemput?" tanyaku.
"Listrik mati di sana, ada yang konslet disamber petir tadi pagi," jawab Arzio.
Akhirnya aku pulang bersama Arzio. Rumah kami dijadikan tempat untuk mengungsi keluarga Arzio.
Banjir benar-benar sampai di rumah nenek pada pukul 3 sore. Kami mendapat berita itu dari salah satu Tim SAR yang bertugas di sana.
"Jadi gimana? Barang-barang banyak yang rusak dong?" tanyaku.
"Mau gimana lagi?" balas Arzio pasrah.
Kami mendapat pemberitahuan dari warga setempat bahwa listrik akan mati beberapa hari. Sebab PLTA terendam banjir. PLTS yang berbasis sinar ultraviolet juga tidak bisa digunakan sebab mendung yang menutupi sinar matahari.
Hari terburuk yang tidak pernah aku bayangkan akan terjadi di tahun ke 8 aku menunggu Dani sejak dari kepindahannya pertama kali.
"Itu beneran, Jio?" tanya ibu dengan nada panik.
Arzio mengangguk dan tertunduk. Mungkin dia sedih sebab listrik akan mati dan tugas kuliahnya terganggu.
"Untung listriknya mati. Jadi dia ga tau," ucap ibu lagi.
Aku berbaring di kursi panjang ruang tamu. Menunggu Dani beberapa jam di bandara yang super sibuk dan ramai membuatku merasa penat. Mungkin tidur sebentar bisa mengobati rasa penat ini.
***
Aku melihat Dani dari kejauhan. Aku mengejarnya, dia juga berusaha menghampiriku, namun langkahku perlahan mulai terasa penat dan aku terduduk di jalanan. Jalanan yang sepi. Aku melihat Dani melambaikan tangannya ke arahku. Pertanda bahwa dia akan pergi. Aku menahannya.
"Mau ke mana?" tanyaku.
"Makasih udah nungguin lama banget, Ta," ucapnya.
"Kan aku udah janji," balasku menggenggam tangan Dani dengan erat.
"Aku udah bahagia di sini. Kamu boleh kok buat berhenti nungguin aku. Aku juga bahagia kalo liat kamu sama Arzio."
"Aku ga mau sama Arzio. Aku maunya sama kamu!" balasku.
"Geheugenopname," ucapnya.
"Bahasa apa?"
"Bahasa Belanda."
"Artinya?"
Dani terdiam tak memberikan jawaban.
"Artinya apaaaa?!" tanyaku lagi.
"I love you." Kalimat itu membuatku terbangun dari mimpi yang aneh tersebut.
[Aku udah bahagia di sini.] Kalimat itu terngiang-ngiang di kepalaku.
"Kenapa?" tanya Arzio yang duduk di lantai.
Aku menggeleng pelan dan kembali memejamkan mata.
Arzio memelukku membuatku merasa nyaman. Rasanya ingin tidur lagi. Tapi tidak bisa. Rasa kantukku sudah menghilang.
***
Listrik benar-benar mati seperti yang diberitakan. Ponselku kehabisan baterai. Semua alat elektronik di rumah kami tidak berfungsi. Hari terkelam selama hidupku.
***
Setelah 2 minggu lamanya, akhirnya listrik kembali nyala, namun hujan tidak mereda. Rumah nenek Arzio benar-benar terendam banjir hingga menyisakan atapnya saja.
Liu Xian Zhing dan Rina datang ke rumahku untuk melihat kondisi kami semua. Mereka juga membawa persediaan makanan. Kami benar-benar kesulitan sebab tidak ada yang berdagang di situasi seperti ini.
Aku menghampiri Xia yang sedang mengobrol.
"Xia," panggilku.
"Eug, kenapa, Ta?" gelagatnya tak tenang begitu melihatku.
"Apa tujuan lo boongin gue? Lo bilang Dani pulang tanggal 3 kemaren!" omelku.
"Gue ga boong," bantahnya.
"Lo bohong! Gue udah nungguin di bandara berjam-jam kayak orang bego!"
"Gue ga bohong! Dani emang pulang tanggal 3 bareng temen gue!"
"Lo bohong!"
"Gue ga bohong, Ta! Dani emang jadwalnya balik tanggal 3! Buat apa gue bohongin lo?!"
"Ya mungkin menurut lo lucu bikin gue nunggu di bandara berjam-jam. Lo bisa ketawa sekarang!"
"GUE GA BOHONG!" teriak Liu Xian Zhing membuatku terdiam. "Gue ga bohongin lo! Gue satu-satunya orang yang dukung lo sama Dani! Buat apa gue bohongin lo?! GI BOEING 7743 disambar petir tanggal 3 kemaren! Baru tadi pagi bangkai pesawatnya ketemu di dasar laut! Semua orang yang naik pesawat itu meninggal! Gue ga bohongin lo! Ga salah juga kalo lo nunggu berjam-jam! Emang pesawatnya ga sampe ke bandara!"
Aku bingung. Entah apa yang aku rasakan saat ini.
"Ga mungkin," ucapku.
"Xia, udah." Rina menahan Liu Xian Zhing yang hendak mengeluarkan ponsel.
Xia tetap melakukan apa yang dia mau dan, "Nih!" Dia menunjukkan sesuatu dari ponselnya. Itu sebuah grup chat.
A—aku .... Aku bingung. Tengkuk leherku mendadak penat dan kepalaku terasa dingin.
"Lit! Lita! Litaaa!" Suara semua orang yang masih bisa kudengar. Setelahnya aku hanya mendengar suara berdenging yang membuatku mendadak tuli. Pandanganku yang jernih mendadak dipenuhi oleh titik-titik hitam dan hingga gelap sepenuhnya.
Apakah aku menunggu 8 tahun hanya untuk berita kematian Dani?