Yang bocil minggir dulu ya🙃
Sinopsis 👇
Mina tidak tahu ada apa dengan hubungan kakak dan kakak iparnya. Di luar mereka tampak baik tapi sebenarnya mereka menyembunyikan sesuatu.
Berawal dari penasaran, Mina memutuskan menyelidiki keduanya. Ternyata benar. Di apartemen tempat tinggal mereka, mereka bahkan tidur terpisah. Mina yang dasarnya mulut ember itu ingin melapor ke mamanya. Sayangnya sebelum berhasil, ia ketahuan oleh Foster, kakak iparnya.
Dan yang tidak pernah Mina duga, Foster malah memaksanya bermain api dengannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ep 15
"Kau gila, bagaimana bisa kau mempermainkan seorang wanita demi mencari tahu wanita yang kau suka menyukaimu juga atau tidak." Dimas masih tidak menyangka dengan ide gila Paul. Ia pikir Paul menembak Dira karena betul-betul menyukai perempuan itu, ternyata tidak.
Paul hanya ingin memancing Mina, gadis sebenarnya yang dia sukai. Ya, ia memang menyukai Mina sejak mengenal dan mulai sering berpapasan dengan gadis itu. Tapi Mina selalu bersikap cuek padanya, membuatnya penasaran apakah Mina benar-benar tidak melihatnya sebagai seorang pria atau hanya berpura-pura cuek. Itu sebabnya kejadian beberapa hari yang lalu terjadi. Ia sengaja menembak sahabat baik Mina hanya untuk mengetahui ekspresi gadis itu. Karena ia punya perasaan, kalau Mina juga ada rasa terhadapnya. Paul sempat melihat Mina yang diam-diam mencuri-curi pandang padanya beberapa kali.
"Tapi rencanaku berhasil bukan? Gadis itu tampak sedih saat aku meraih tangan Dira menembaknya. Kemungkinan besar dia juga ada rasa padaku." ujar Paul puas. Dimas masih menggeleng-geleng tidak habis pikir.
"Tapi banyak cara lain yang bisa kau lakukan. Bukan pakai cara bodoh seperti waktu itu."
"Aku tidak punya ide lagi malam itu, itu terjadi begitu saja." ucapnya santai.
"Bagaimana dengan Dira? Dia pacarmu sekarang, semua orang juga tahu. Apa rencanamu sekarang?" Dimas memandangi Paul.
"Aku akan cari cara putus dengannya. Aku akan beralasan malam itu aku mabuk." Paul berucap.
"Dasar pria gila. Kau hanya akan membuat Dira malu didepan orang-orang. Memangnya kau tega menyakiti hati perempuan sebaik Dira?"
"Itu lebih baik daripada dia terus menjalin hubungan dengan laki-laki yang tidak mencintainya sama sekali." Dimas yang mendengar hanya menghembuskan napas panjang. Sahabatnya ini betul-betul bodoh.
"Terserah padamu saja. Aku pusing mencampuri masalahmu." katanya dengan nada malas.
"Paul!"
suara itu mengalihkan perhatian Paul dan Dimas. Mereka sama-sama menatap Dira yang berjalan ke arah mereka. Gadis itu tidak sendirian. Ia bersama Mina.
Mata Paul terus memperhatikan Mina, tapi gadis itu pura-pura tidak melihat kearahnya. Sudut bibir Paul terangkat, akting saja terus.
"Jaga matamu, masih ada Dira bersamanya." bisik Dimas ditelinganya. Paul yang tersadar kini menatap Dira, memaksakan seulas senyum ke gadis itu.
"Kalian nggak ada kelas?" tanya Dira. Ia masih malu-malu ke Paul, tapi berusaha keras terlihat biasa saja. Dira masih tidak menyangka dia akan berpacaran dengan laki-laki terpopuler dikampus ini. Para wanita pasti iri padanya.
"Ada. Tapi tiga puluh menit lagi." jawab Paul. Pria itu kembali mencuri pandang ke Mina yang sekarang pura-pura sibuk dengan ponselnya.
"Hai Mina," pria itu berinisiatif menyapa duluan.
Mina pikir dia sudah membuang perasaannya pada Paul semenjak malam Paul menembak Dira. Namun mendengar suara indah Paul menyebut namanya, ternyata ia salah. Kemungkinan besar perasaan itu belum hilang. Walau tidak seratus persen, tapi masih perasaan itu masih ada. Dirinya gugup, tidak tahu mau bersikap bagaimana. Namun ia berusaha menyadarkan dirinya kalau pria itu adalah milik orang lain sekarang, Mina harus segera membuang rasa sukanya.
"Ha .. Hai ..." balas Mina lalu pura-pura sibuk dengan hapenya lagi.
"Bagaimana magangmu, semuanya lancarkan?" Paul mencoba bersikap akrab.
"Ya." sahut gadis itu singkat.
Dira yang melihat sikap Paul ke Mina entah kenapa jadi sedikit terganggu. Ia merasa setelah mereka jadian, Paul jauh lebih cuek padanya. Bahkan selama beberapa hari ini pria itu tidak pernah menghubunginya untuk sekadar menanyakan kabar. Mereka seperti bukan pasangan kekasih. Dira bisa merasakan sikap dingin Paul terhadapnya, namun ia berusaha berpikiran positif. Mungkin saja pria itu sedang ada masalah lain.
"Oh ya, sabtu besok teman-teman club aku mau bagi-bagiin bansos ke beberapa panti asuhan. Kalian mau ikut nggak? Mina juga ikut." tawar Dira memandangi Paul dan Dimas bergantian. Ia berharap mereka mau ikut. Sebenarnya sih pengennya dia jalan berdua aja sama Paul, tapi kan malu kalau dia duluan yang minta. Walau namanya sudah pacaran, tapi mereka belum dekat sama sekali. Dira masih malu-malu.
"Bagaimana denganmu, ada waktu?" sebelum mengiyakan tawaran Dira, Paul bertanya ke Dimas.
"Terserah, tapi tidak janji." sahut Dimas.
"Ya sudah oke. Aku sama Dimas ikut." Dira bersorak senang. Akhirnya dia punya kesempatan. Dia akan pakai kesempatan ini baik-baik buat bikin Paul makin menyukainya. Pria itu menembaknya saja sudah suatu keajaiban, jadi Dira nggak akan nyia-nyiain kesempatan agar Paul nggak mutusin dia. Entah kenapa Dira berpikir cowok itu mungkin akan mengakhiri hubungan mereka.
"Kalian sudah makan?" tanya Paul, meski ia hanya ingin mendengar jawaban Mina saja.
"Belum. Mina, tadi kamu bilang kamu laparkan?" sahut Dira lalu menatap Mina. Mina menatap perempuan itu dengan wajah bingungnya. Kapan dia bilang lapar coba? Kan tadi dia bilang dia harus segera balik ke kantor tempatnya magang.
"Kalo gitu ayo cari makan dikantin." kata Dimas lagi. Mina mau menolak tapi keburu ditarik sama Dira.
"Pleasee, temenin aku. Aku masih gerogi sama kak Dimas." bisik Dira ditelinga Mina. Suaranya terdengar memohon hingga mau tak mau Mina tidak bisa menolak. Padahal dia ingin menghindari pertemuan yang canggung dengan senior mereka itu. Ia sudah bertekad untuk melupakan rasa sukanya ke Paul. Karena Mina tidak suka terlibat dengan pacar sahabatnya sendiri.
Mina nggak banyak bicara. Seperti biasa, ia jaim sekali di depan Paul, karena sudah terbiasa begitu.
"Mau makan apa?" tanya Paul.
"Aku nasi goreng aja. Min, kamu pengen pesan apa?" sahut Dira lalu bertanya ke Mina. Mina mau membuka mulut menjawab tapi ponselnya tiba-tiba berbunyi.
"Kakakku menelpon, aku angkat dulu." ucap Mina ke Dira lalu menjawab panggilan Iren.
"Iya kak? Dikampus. Udah nggak, sebentar lagi aku pulang. Hah? Nggak apa-apa, aku bisa pulang sendiri kok. Tapi ..."
Tiiittt ...
Panggilan terputus. Mina menahan wajah kesalnya. Tadi kak Iren bilang kakak iparnya kebetulan meeting dekat kampusnya, jadi kalau dia sudah mau pulang, Foster akan datang menjemputnya. Jelaslah Mina langsung menolak. Sayangnya kak Iren nggak mau tahu dan malah mengakhiri panggilan sepihak. Sial, apa sekarang dia kabur saja dan bilang dia sudah naik taksi ke rumah. Kak Foster terlalu menakutkan. Pria itu selalu punya cara untuk membuatnya tidak berkutik, jadi yang bisa Mina lakukan adalah menghindarinya.
"Kakak kamu bilang apa?" Dira bertanya. Paul dan Dimas ikut menatapnya ingin dengar jawaban dia.
"Nggak penting. Mau jemput doang." sahut Mina seadanya.
"Oh."
"Jadi, bagaimana pesanannya? Dira nasi goreng, kamu apa?" Paul bertanya lagi sambil menatap lurus Mina. Paul terpesona dengan kecantikan gadis itu. Pokoknya Mina harus menjadi miliknya.
"Mm, aku bakso aja kak." sahut Mina.
"Baik." setelah itu Paul berdiri berjalan ke arah kasir kantin untuk memesan makanan mereka. Dira senang sekali, apalagi cewek-cewek dalam kantin terus mencuri-curi pandang ke meja mereka. Pasti merasa iri padanya.
Minta vote, like sama komentar kalian ya 🤗
lanjut
lanjut
lanjut
Saingannya berat Pak Agam