realita kehidupan seorang gadis yang dari kecil cacat akan kasih sayang yang sebenarnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uppa24, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
apa dia ceo!!
Beberapa Hari Kemudian
Keputusan ini mulai diterapkan. Aluna kini lebih sering berada di ruangannya setelah jam kuliah untuk membantu mengatur jadwal, memberikan materi tambahan, bahkan berdiskusi tentang metode mengajar. Meski suasananya tetap profesional, ada perubahan kecil yang mulai terasa.
Elvanzo bisa merasakan betapa sulitnya bagi Aluna untuk membuka diri sepenuhnya, tapi ia tahu bahwa ini adalah langkah awal untuk menggali apa yang ada di balik dinding yang selama ini dibangun gadis itu. Dalam setiap percakapan yang lebih panjang, ia sedikit demi sedikit bisa menangkap sisi lain dari Aluna—bahwa ada banyak perasaan yang ia sembunyikan, dan mungkin Elvanzo adalah orang pertama yang cukup dekat untuk memahaminya.
Ia merasa langkah ini bukan hanya tentang mengisi kekosongan di dunia profesional mereka, tapi lebih tentang mencoba membangun kepercayaan dan memecahkan sesuatu yang jauh lebih kompleks.
Namun, di balik semua itu, Elvanzo merasa bahwa perjalanan untuk memahami Aluna baru saja dimulai. Ada banyak pertanyaan yang ingin ia ajukan, banyak jawaban yang ingin ia temukan—tapi lebih dari itu, ia sadar bahwa untuk mengerti Aluna, ia harus memberi ruang bagi gadis itu untuk mempercayainya.
...~||~...
Beberapa Minggu Kemudian
Hari-hari berlalu dengan cepat sejak Aluna mulai bekerja sebagai asisten dosen di kampus dan juga membantu Elvanzo di klinik. Elvanzo sering terkesima dengan dedikasi dan kinerja Aluna yang tak kenal lelah. Setiap kali mereka bertemu di ruang kuliah atau di klinik, Aluna selalu tampak sigap mengatur segala sesuatu dengan rapi—menyiapkan materi kuliah, mempersiapkan peralatan medis, dan memastikan semua berjalan lancar.
Di mata Elvanzo, Aluna adalah sosok yang luar biasa. Ia tidak hanya cerdas dalam akademik dan profesional, tetapi juga memiliki keteguhan yang sulit ditaklukkan. Semakin hari, ia semakin kagum dengan kemampuannya untuk mengatasi tugas-tugas berat tanpa sedikit pun menunjukkan kelemahan. Tapi ada satu hal yang tak bisa dihindarinya—meskipun Aluna mulai lebih sering ada di dekatnya, dia tetaplah Aluna yang sama, tertutup dan penuh misteri.
Setiap kali mereka berbicara, tak ada banyak percakapan pribadi di luar urusan pekerjaan. Elvanzo sudah mencoba berbagai cara untuk membuka percakapan dengan Aluna, baik dengan humor atau dengan topik ringan, namun Aluna selalu menjaga jarak yang jelas. Ia merasa, meskipun sekarang mereka sering bersama di ruang kuliah atau klinik, hubungan mereka masih terhalang oleh tembok yang dibangun oleh gadis itu.
Di Ruang Klinik
Pada suatu sore yang tenang, saat mereka berdua sedang mempersiapkan pasien yang akan datang, Elvanzo melihat Aluna sibuk menulis catatan medis di meja resepsionis. Seperti biasa, wajahnya terlihat serius dan terfokus pada pekerjaannya.
“Ada satu hal yang menarik,” pikir Elvanzo dalam hati. "Aluna begitu fokus pada setiap detail, tapi sepertinya itu semua hanya soal pekerjaan. Sejauh ini, aku belum bisa benar-benar mendekatinya. Kenapa dia begitu menjaga jarak?"
Dengan langkah mantap, Elvanzo mendekati meja di mana Aluna sedang menulis. “Luna, ada yang bisa kubantu?” tanyanya, berusaha membuka percakapan lebih ringan.
Aluna hanya mendongak sesaat, lalu mengangguk singkat. “Tidak, kak. Saya sedang menulis catatan pasien untuk jadwal selanjutnya,” jawabnya, suaranya tetap datar, tanpa nada tambahan.
Elvanzo mengangguk, tapi dalam pikirannya, ia terus bergelut dengan rasa ingin tahunya yang semakin besar. Setelah beberapa detik yang canggung, ia pun berkata, “Kau bekerja sangat keras, aluna. Aku sering takjub dengan bagaimana kau mengatur semuanya, baik di kampus maupun di klinik. Tapi…” ia berhenti sejenak, menilai ekspresi Aluna yang tidak berubah. “…tetap saja, ada jarak yang rasanya sulit dijembatani.”
Aluna tidak mengangkat kepalanya, tetap fokus pada tulisannya. “Tidak ada yang perlu dijembatani, kak,” ujarnya pelan, hampir tak terdengar.
“Tapi, aku merasa,” Elvanzo melanjutkan dengan suara yang lebih serius, “bahwa selama ini kita lebih banyak berbicara sebagai rekan kerja, tapi tak pernah benar-benar mencoba berbicara lebih jauh. Aku ingin lebih mengenalmu, bukan hanya sebagai asisten, Luna.”
Aluna terdiam, kemudian ia mengangkat wajahnya dan menatap Elvanzo dengan mata yang sedikit tajam, namun dengan ekspresi datar. “kak, mungkin memang itu yang terbaik. Kita memiliki pekerjaan yang harus kita fokuskan. Mengurus hal-hal pribadi bukan bagian dari itu.”
Seketika itu juga, Elvanzo merasa hatinya sedikit terhimpit, tetapi ia tak bisa mundur begitu saja. "Aku paham. Tetapi, Luna, aku merasa terkadang ada lebih dari sekadar pekerjaan yang bisa dibicarakan—tentang apa yang membuatmu tertutup seperti ini."
Aluna menghela napas perlahan. “Mungkin itu bukan untuk dibicarakan, kak. Ada beberapa hal yang harus tetap menjadi bagian dari diri saya.”
Elvanzo terdiam. Ia sudah tahu bahwa perbincangan itu tak akan berhasil begitu saja. Namun, perasaannya terhadap Aluna semakin jelas. Ada rasa ingin tahu yang besar di dalam dirinya, sekaligus penghargaan yang dalam terhadap sosok yang begitu kuat, tetapi tak sepenuhnya terbuka.
“Baiklah, Luna. Aku menghormati batasmu. Tapi jika ada hal yang ingin kau bicarakan, kapan saja aku ada di sini. Pekerjaan ini, hubungan kita… semuanya akan lebih baik kalau kita saling mengerti,” kata Elvanzo, meski sedikit terlambat dalam menyadari bahwa kalimatnya lebih untuk meyakinkan dirinya sendiri.
Aluna hanya memberikan senyuman kecil yang terlihat sedikit canggung, namun cukup untuk menunjukkan bahwa ia menghargai upaya Elvanzo. “Terima kasih, kak .”
Di Waktu Lain
Meskipun masih ada banyak ketegangan yang mengelilingi hubungan mereka, Elvanzo semakin menyadari bahwa Aluna adalah sebuah misteri yang menantang untuk dipecahkan. Ia merasa bahwa meskipun sudah beberapa minggu mereka bekerja bersama, tembok itu masih tetap kokoh di antara mereka. Setiap senyuman kecil Aluna hanya sedikit menghangatkan hatinya, tetapi tidak cukup untuk menyelami lebih dalam.
“Apakah aku akan pernah tahu siapa dia sebenarnya?” gumam Elvanzo suatu malam, ketika ia merenung di kantornya, memikirkan betapa berharganya kesempatan untuk mengenal Aluna lebih jauh, meski tantangan yang ia hadapi semakin besar.
Beberapa Hari Kemudian
Hari itu Aluna meminta izin kepada Elvanzo untuk meninggalkan klinik lebih awal karena harus menghadiri rapat penting di sebuah hotel mewah di pusat kota. Elvanzo yang penasaran bertanya, “Kau menghadiri rapat apa, Luna? Jarang sekali kau mengambil cuti dari pekerjaan.”
Aluna hanya memberikan jawaban singkat sambil mengenakan mantelnya. “Ada urusan bisnis, kakk. Itu tidak terlalu penting.”
Namun, nada suara Aluna tidak mampu menyembunyikan urgensi dari kepentingan itu, membuat Elvanzo semakin penasaran. Namun ia memilih tidak bertanya lebih jauh, karena tahu Aluna tak akan memberikan informasi lebih dari yang dia inginkan.
Di Hotel Mewah, Ruang Rapat Besar
Ruangan itu dipenuhi oleh orang-orang berpakaian rapi dengan wajah serius, sebagian besar adalah pemimpin perusahaan ternama, direktur, dan manajer senior dari berbagai bidang bisnis. Mereka tengah menunggu seorang individu misterius yang, berdasarkan undangan resmi, adalah pengelola utama dari sebuah proyek besar yang menarik perhatian banyak kalangan.
Pintu ruangan terbuka, dan seorang wanita muda melangkah masuk. Semua orang langsung terdiam, mata mereka terpaku pada sosok itu. 'Aluna.' Dengan balutan blazer hitam sederhana dan rambut yang diikat rapi, ia berjalan dengan anggun ke tengah ruangan tanpa sedikit pun menunjukkan rasa gentar.
Desas-desus langsung merebak di antara para peserta rapat.
“Dia… siapa? Apakah ini hanya asisten?” bisik salah seorang pria kepada rekannya.
“Saya pikir kita akan bertemu dengan seorang pemimpin perusahaan veteran, bukan mahasiswa!” kata yang lain, jelas menunjukkan rasa tidak percaya.
Namun, suasana langsung berubah ketika Aluna berdiri di depan podium dan membuka rapat dengan suara tegas yang langsung membungkam semua bisikan.
“Selamat siang, semuanya. Saya Aluna Avianca, direktur operasional sekaligus pengelola utama proyek ini. Terima kasih telah menyempatkan hadir.”
Tatapan heran berubah menjadi keterkejutan. Seolah tak ada yang menduga bahwa sosok dingin dan tenang ini adalah tokoh utama dari proyek multimiliar yang menjadi pembicaraan dalam komunitas bisnis akhir-akhir ini.
Selama Rapat Berlangsung
Aluna memimpin rapat dengan penuh kepercayaan diri, menjelaskan detail teknis dengan lancar dan menguraikan visi proyeknya secara tajam dan terstruktur. Tidak ada satu pun dari para peserta rapat yang bisa menyangkal betapa luar biasanya wawasan dan strategi yang dimiliki oleh gadis muda ini.
Namun, ketenangan Aluna yang luar biasa di tengah ruangan membuat beberapa orang bertanya-tanya lebih dalam. Salah seorang peserta, seorang CEO senior, tak dapat menahan diri untuk berkomentar saat sesi tanya jawab.
“Maaf, Nona Aluna, tapi saya masih sulit mempercayai bahwa Anda… mengatur semua ini. Dari informasi yang saya tahu, Anda masih mahasiswa, dan rumor mengatakan Anda juga bekerja sebagai asisten di sebuah klinik kecil. Bagaimana Anda bisa membagi waktu untuk sesuatu yang sebesar ini?”
Aluna hanya tersenyum tipis, senyum yang sama dinginnya dengan kehadirannya. Ia menatap pria itu dengan tenang sebelum menjawab, “Saya tidak percaya pada alasan. Bagi saya, jika ada sesuatu yang penting, Anda akan menemukan cara untuk melakukannya, bukan alasan untuk menundanya. Itu juga yang saya terapkan dalam hidup saya. Semua ini tentang prioritas, bukan sekadar waktu.”
Jawaban itu, dengan nada yang begitu dingin dan tegas, langsung membuat ruangan hening. Beberapa peserta tampak terkesima, yang lain diam-diam merasa malu dengan pertanyaan mereka sendiri. Tak ada yang menduga bahwa seorang mahasiswa muda seperti Aluna bisa memberikan respon sekuat itu.
Setelah Rapat Berakhir
Ketika rapat selesai, beberapa peserta berusaha mendekati Aluna, baik untuk menawarkan kerja sama maupun sekadar mengobrol. Namun, Aluna tetap menjaga jarak, hanya memberikan respon seperlunya sambil menghindari percakapan yang terlalu personal. Sikapnya yang sedingin es tetap membuat orang-orang penasaran sekaligus menghormatinya.
Dari kejauhan, seorang peserta wanita berbicara pelan pada rekannya, “Dia adalah teka-teki. Bagaimana seorang mahasiswa bisa menguasai dunia ini seperti itu? Gadis ini pasti memiliki rahasia besar.”
Namun, jika ada yang benar-benar mengenal Aluna, mereka pasti tahu bahwa itulah yang membuatnya unik. Di balik kesibukannya sebagai mahasiswa dan asisten, ia adalah sosok yang mampu memimpin dunia bisnis dengan ketenangan yang sama. Dan meskipun banyak yang mencoba mendekati, hanya sedikit yang diizinkan menyentuh lapisan luar dari bentengnya.
Malam Itu di Klinik
Setelah menyelesaikan rapat, Aluna langsung kembali ke klinik, seperti tidak terjadi apa-apa. Ia kembali dengan seragam rapi dan mulai mengerjakan tugas rutin seperti biasanya.
Ketika Elvanzo melihatnya, ia tidak bisa menahan diri untuk bertanya, “Bagaimana rapatmu, Luna?”
“Baik,” jawabnya singkat, tanpa memberikan rincian lebih lanjut.
Tapi Elvanzo tahu, dari sorot mata Aluna, bahwa rapat itu lebih besar dari sekadar pertemuan biasa. Sambil berusaha menahan rasa ingin tahu, ia hanya tersenyum dan mengangguk. Dalam hatinya, ia tahu bahwa Aluna bukan hanya seorang asisten biasa, tapi seseorang yang menyimpan cerita luar biasa yang ingin ia pahami lebih dalam.
Dan malam itu, Elvanzo semakin yakin bahwa jarak di antara mereka akan menjadi teka-teki besar yang memerlukan waktu untuk dipecahkan.