Fakultas peternakan x Fakultas Hukum
Nyambung nggak jelas ngak Nyambung bangetkan, bau sapi sama tumpukan undang-undang, jelas tidak memiliki kesamaan sama sekali. Tapi bagaimana jika terjalin asmara di dalam perbedaan besar itu, seperti Calista Almaira dan Evan Galenio.
Si pawang sapi dan Arjuna hukum yang menjalin hubungan dengan dasar rasa tanggung jawab karena Evan adalah pelaku tabrak lari kucing kesayangan Calista.
Kamu sudah melakukan tindak kejahatan dan masih bertanya kenapa?" Calista sedikit memiringkan kepala menatap Evan dengan tidak percaya, laki-laki yang memakai kaos putih itu pun semakin bingung.
"Nggak usah ngomong macen-macem cuma buat narik perhatian gue, basi tau nggak!" Hardik Evan emosi.
"Buat apa narik perhatian pembunuhan kayak kamu!"
Beneran kamu bakal ngelakuin apapun?" Tanya Calista yang gamang dan ragu dengan ucapan Evan.
Evan mengangguk pasti.
"Hidupin joni lagi bisa?"
"Jangan gila Lu, gue bukan Tuhan!" sarkas Evan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Realrf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
After Elisabeth
Langit baru saja berubah cerah ketika Calista melangkah masuk ke dapur rumah makan padang bibinya. Tubuhnya lelah, dengan aroma khas kandang sapi yang masih melekat di bajunya. Dia baru selesai berjaga semalaman di Fakultas Peternakan, memastikan Debora yang sakit agar tetap terjaga, dia dan ketiga jejaka yang menolong persalinan Elisabeth juga masih harus memantau keadaan pasca bersalin sapi berwarna coklat itu. Matanya sedikit berat karena kurang tidur, tetapi hatinya merasa lega karena sapi-sapi itu mulai membaik.
Begitu pintu terbuka, bibinya, seorang wanita berusia lima puluh dengan wajah keras, sudah berdiri di tengah dapur yang sibuk dengan dua orang pekerja. Nita, sepupu Calista yang seumuran, duduk di kursi dengan santai sambil memainkan ponselnya. Tatapan wanita paruh baya itu tajam menusuk seperti belati, menatap Calista yang baru saja melangkah masuk.
"Baru pulang? Hah? sudah tiga hari kamu pulang pagi, jual diri kamul!" suara bibinya lantang menggema, menyambut langkah pertama Calista.
Calista menundukkan kepala, mencoba menjelaskan. "Maaf, Bi. Beberapa malam ini aku harus rawat sapi yang sakit, dan baru melahirkan jadi aku harus menginap di kandang Fapet."
"Alasan! Sapi? Sapi itu bukan urusan kamu sendiri kan, mahasiswa di sana bukan cuma kamu, bukan alasan buat nggak pulang! Kamu pikir aku kasih kamu tinggal di sini tuh gratis, kamu pake listrik , pake air, siapa yang bayar? Aku cuma suruh kamu bantu-bantu di sini, nggak suruh kamu bayar. Kalau kamu kos di luar itu mahal, udah di kasih numpang tinggal malah ngelunjak. Tidak tahu terima kasih!" Bibinya mendekat dengan langkah cepat, matanya penuh kemarahan.
"Hah emang Calista tuh males Bu, paling nginep di kampus juga cuma alasan dia biar bisa main sampai puas sama temen-temennya," tambah Nita dengan nada meremehkan.
"Kerjaannya cuma bikin repot," lanjut Nita yang semakin menyulut emosi Ibunya.
Calista mencoba tetap tenang, meski hatinya seperti ditusuk. "Aku beneran ngurusin sapi yang sakit, Nita. Tugas kelompok aku—"
Belum selesai dia bicara, bibinya menyambar ember di sudut dapur yang berisi air bekas cucian piring yang sepertinya memang sudah disiapkan. Dengan gerakan cepat, air kotor itu disiramkan ke tubuh Calista. Dua pekerja warung yang tadinya sibuk tertegun menatap Calista dengan iba, mau membantu tapi mereka takut dimarahi. Mereka pun akhinya hanya bisa diam dan pura-pura tidak melihat apapun dan
"Benalu! Anak nggak tahu diri, nyahut aja kalau di kasih tau!" Bibinya berteriak penuh amarah.
"Aku kasih kamu tempat tinggal, makan, semuanya, tapi kamu malah nggak tau diri? Kalau bukan karena paman kamu udah aku usir kamu dari sini. Pulang pergi seenaknya, nggak tau aturan! Enak banget hidup kamu, ya?" Wanita paruh baya itu berkacak pinggang menatap nyalang pada Calista. Nita tersenyum sinis, sangat puas dengan keadaan sepupunya itu.
Tubuh Calista basah kuyup. Bau sabun campur minyak goreng dari air bekas cucian itu menempel di pakaiannya. Tapi dia tidak bergerak. Tidak ada kata yang keluar dari mulutnya. Dia hanya menunduk, meremas tali tas yang dia bawa erat-erat.
"Yang tau diri dikit kalau numpang hidup tuh!" lanjut Nita dengan nada menyindir.
"Mau sampai kapan kamu ngerepotin Ibu? Kalau nggak mau ngurus diri sendiri, ya pergi aja!"
Calista merasa tenggorokannya tercekat. Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya, tapi dia menahannya sekuat tenaga. Dia menunduk lebih dalam, mencoba menyembunyikan kesedihannya.
"Maaf, Bi. Habis ini aku langsung bantu di warung, maaf sudah merepotkan Bibi," suaranya hampir berbisik, penuh kelelahan dan rasa sakit.
"Bagus kalau kamu sadar kamu ngerepotin! Cepet ganti baju lalu bantu mereka, jangan cuma bisa minta maaf!" bentak bibinya lagi sebelum berbalik, meninggalkan Calista yang masih diam terpaku.
Nita tersenyum sinis sebelum melangkah pergi, mengikuti ibunya. Calista berdiri di sana, sendirian. Tubuhnya gemetar, bukan karena dingin, tapi karena rasa kecewa yang begitu dalam. Dia memejamkan mata, membiarkan air mata yang sejak tadi ia tahan akhirnya jatuh. Dalam hati Calista bertanya apa memang dia semerepotkan itu? Calista menarik napas dalam-dalam, menghapus air matanya dengan punggung tangan.
"Sabar ca sabar, kamu nggak akan selamanya di sini," gumamnya pelan.
Seorang wanita paruh baya yang bernama Warni berjalan mendekati Calista membawakan gadis itu handuk kecil bersih untuk membersihkan wajahnya, sementara Palupi yang juga pekerja di sana membuatkan Calista segelas teh hangat dan diam-diam mengambilkan makanan untuknya.
"Mbak Calis, ayo ke atas dulu Mbak, dibersihkan dirinya," ucap Warni dengan iba, ia menyerahkan handuk kecil itu pada Calista.
Gadis itu mengangguk kecil, rasanya cukup senang masih ada orang lain yang perduli padanya di sana.
"Ayo cepet naik, nanti ketauan Bu halimah," ujar Palupi dengan cemas, wanita yang lebih muda dari Warni itu ternyata sudah menunggu Calista di tangga dengan membawa nampan yang berisi teh dan sepiring nasi.
"Mbak calis ndak usah buru-buru turun ya, mandi dulu makan terus istirahat. Kalau Ibu cariin Mbak Calis nanti biar si palupi yag panggil Mbak ke atas, tapi palingan nggak nyariin mbak, bentar lagi juga pulang. Ibu kalu ke sini sama Non nita tuh nggak bakal lama," tutur warni, wanita itu merasa kasihan pada gadis muda yang selalu diperlakukan dengan tidak baik oleh Bibinya.
"Terima kasih Bu warni, saya ke atas dulu ya." Warni mengangguk kecil.
Dengan langkah berat dan tubuh yang lelah Calista menaiki satu persatu anak tangga yang membawanya ke gudang kecil yang ia gunakan sebagai kamar. Halimah adalah istri dari Sigit, adik dari Surya bapak Calista. Sigit sangat baik pada Calista dia tinggal di kota yang berbeda, di sana Sigit juga membuka warung nasi padang yang cukup besar. Sementara warung nasi padang tempat Calista nebeng hidup adalah cabangnya dan dikelola oleh istrinya. Halimah setiap hari ke warung cabang ini di pagi hari saja, untuk mengambil uang dagangan dan berbelanja bahan untuk memasak besok, selebihnya ada Warni yang mengurus. Dan Calista di tugaskan untuk mengupas dan menjadikan bahan setengah jadi dimalam hari saat pulang kampus.
Padahal dulu Sigit tidak pernah meminta Calista melakukan apapun, saat tahu keponakan cantiknya mendapatkan beasiswa di Nolite university, dia tulus ingin Calista tinggal di lanta dua di ruko yang ia tempati untuk warung cabang yang kebetulan berada di kota yang sama dengan kampus itu. Awalnya memang begitu, Calista hanya kuliah dan tinggal dengan nyaman di kamar yang ada di lantai dua, sampai akhirnya Sigit jarang berkunjung ke tempat ini. Dan calista berakhir seperti sekarang, Calista sebenarnya bersyukur bisa tinggal di sini, dia bisa menghemat pengeluaran Bapaknya.
Setelah selesai membersihkan diri calista merebahkan tubuh lelahnya di kasur lantai tipis yang menjadi saksi malam-malam dingin yang ia lalui di tempat itu. Gadis itu hanya melirik sekilas nasi yang yang palupi bawakan untuknya, rasanya sangat malas untuk mengunyah, dia terlalu lelah bahkan untuk sekedar menyuapkan nasi ke mulut. Calista pun memutuskan untuk meminum teh hangat saja lalu tidur sebentar sebelum mulai bantu-bantu di warung.
kpn Evan tahu tentang Calista
ini yg di umpetin Caca ttng keluarganya yg buruk rupa buruk hati buruk kelakuan jg.
lalu paman nya Calista mna knpa gk ada yg belain Calista
kasian km cal Malang sekali nasib km udah mah kurang tidur blum LG harus kuliah semoga km sehat selalu ya cal