Permainan anak kecil yang berujung menjadi malapetaka bagi semua murid kelas 12 Ips 4 SMA Negeri Bhina Bhakti.
Seiring laporan dari beberapa orang tua murid mengenai anaknya yang sudah berhari-hari tidak pulang ke rumah. Polisi dan tim forensik langsung bergegas untuk mencari tahu, tidak ada jejak sama sekali mengenai menghilangnya para murid kelas 12 yang berjumlah 32 siswa itu.
Hingga dua minggu setelah laporan menghilangnya mereka tersebar, tim investigasi mendapat clue mengenai menghilangnya para siswa itu.
"Sstt... jangan katakan tidak jika kamu ingin hidup, dan ikuti saja perintah Simon."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cakefavo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
- Ledakan
Beberapa jam yang lalu
Denzzel terbangun saat melihat Michael keluar dari kelas, karena penasaran dia pun bangkit dan segera mengikutinya.
"Lu... Simon?"
"Gimana kalau iya?"
Denzzel bersembunyi di balik pintu kelas 11 IPA 5 saat dia diam-diam mendengarkan obrolan antara Michael dan juga Alifa, bahkan keduanya sama sekali tidak menyadari kehadirannya.
"Lu juga bakal nge hakimi gue sama kayak mereka?"
"Lu bakal pukul gue atau nyuruh gue buat keluar dari permainan..."
"Selama ini gue bahkan gak bahagia, gue ngerasa takut buat pergi ke sekolah setiap pagi. Apa lu perduli sama gue selama ini? entah lu ataupun yang lainnya bahkan gak ada yang ngeliat gue waktu gue di bully sama gengnya Hannah, seolah-olah kalian menormalisasikan semuanya."
Suara Alifa dapat terdengar dengan begitu sangat jelas oleh Denzzel, tetapi laki-laki itu masih berdiri di tempat awalnya.
"Kalau lu udah tahu gue Simonnya, alih-alih memohon ke gue, bukankah lu seharusnya pergi dan bilang ke teman-temen?"
"Lu seharusnya takut, lu seharusnya pergi sebelum gue bunuh lu, bukan?"
Suara mikrofon yang di susul oleh intruksi dari perempuan asing itu kembali terdengar, Denzzel menegakkan badannya dan terus bersembunyi di belakang pintu kelas saat melihat Michael berlari.
"Jadi selama ini, Alifa... Simon?" batinnya.
"Bagaimana caranya biar permainan ini berhenti? apakah dengan kematian Alifa bisa ngebuat permainan ini selesai?"
Setengah jam kemudian setelah meninggalnya Hanni, saat yang lainnya sedang berada di depan ruangan tata usaha sambil memandangi jasad Hanni, Denzzel sendiri pergi ke kantin. Dia mengumpulkan beberapa gas yang masih dapat di gunakan lalu menuangkan minyak tanah ke lantai dan juga gas yang sudah terkumpul itu, setelah selesai dia memperhatikan semuanya sambil mengangguk kecil, berharap rencananya akan berhasil dan membuat permainan ini cepat berakhir, dan saat ini dia hanya perlu menunggu waktu saja.
"Gue gak bakal biarin yang lainnya jadi korban karena Alifa lagi, gue gak mau ngeliat temen-temen gue ada yang mati lagi."
Denzzel menghampiri Alifa yang sedang berdiri di depan ruangan lab biologi sambil menatap beberapa kertas gambar sketsa para teman-temannya, dengan nafas yang terengah-engah dia pun memegang pergelangan tangan Alifa yang membuat gadis itu terkejut.
"Ikut gue, ada yang mau gue omongin sama lu..." katanya lalu menarik Alifa dan memaksanya untuk berlari bersamanya.
Begitu mereka sampai di kantin, Denzzel segera melepaskan pergelangan tangan Alifa dan memunggungi gadis itu, Alifa masih terlihat bingung dan memandanginya dari belakang.
"Apa mau lu?"
"Please... berhenti." kata Denzzel tanpa menoleh sedikit pun ke belakang.
Alifa tertawa getir, dia membuang muka sambil mengumpat pelan, dia mentertawakan perkataan Denzzel yang menurutnya bodoh.
"Buat apa? gue ngerasa seneng ngeliat mereka semua menderita, lu tahu... bahkan mereka yang udah nge rundung gue udah mati!" kata Alifa.
"Tapi gimana sama orang yang gak pernah nge rundung lu? mereka mati karena permainan ini," ucap Denzzel.
Alifa mendengus kesal, dia membuang muka dan kemudian berbalik memunggungi Denzzel, tangannya terkepal kuat saat badai emosi mulai mengguncang dirinya sendiri.
"Tapi mereka diem aja, gak ada satu pun dari kalian yang berhentiin para bajingan itu buat nge ganggu gue, bahkan lu sendiri." kata Alifa dengan suara yang rendah, dadanya sudah terasa sesak saat dia berbicara langsung.
"Maaf..."
"Karena situasi udah kayak gini lu baru minta maaf sekarang?"
Denzzel tidak menjawab, saat Alifa berbalik untuk kembali menatapnya, dia terkejut karena laki-laki itu menuangkan cairan ke seluruh tubuhnya lalu ke tubuh laki-laki itu sendiri, Alifa mengendus-endus tubuhnya, dia dapat merasakan aroma minyak tanah yang begitu menyengat.
"What the fuck?!"
"Sorry, gue gak ada pilihan lain."
Denzzel segera menyalakan korek api dan melemparkannya ke gundukan gas yang telah dia susun dan di berikan minyak tanah olehnya beberapa jam yang lalu, Denzzel menarik pergelangan tangan Alifa dan memeluk erat-erat gadis itu.
"Gue gak ada pilihan buat bikin lu mati, tapi gue gak mau lu mati sendirian, gue bakal ikut sama lu... gue gak bakal biarin temen-temen gue terluka lagi, terutama Michael, gue gak mau nyimpen rasa bersalah gue dan maka dari itu gue bakal ikut lu buat akhiri semuanya."
Beberapa detik kemudian, suara ledakan yang begitu kuat dapat terdengar oleh yang lainnya yang sedang bersembunyi, Michael dan Chaiden membeku, menerka-nerka apa yang telah terjadi di luar sana, dan Michael berharap sahabatnya akan baik-baik saja.
"Denzzel..."
Suara dengungan yang begitu hebat menyebabkan kepala mereka terasa sakit dan juga berat, Rean memegang kepalanya sendiri sambil mengerang kesakitan, begitu pun dengan yang lainnya.
Chaiden berusaha menghampiri Michael untuk sekedar memegangnya, dia sudah berjanji kepada Denzzel untuk melindungi gadis itu, tetapi belum sempat dia melakukannya, dia dan juga Michael jatuh pingsan, begitu pun yang lainnya.