Yessi Tidak menduga ada seseorang yang diam-diam selalu memperhatikannya.
Pria yang datang di tengah malam. Pria yang berhasil membuat Yessi menyukainya dan jatuh cinta begitu dalam.
Tapi, bagaimana jika pacar dari masa lalu sang pria datang membawa gadis kecil hasil hubungan pria tersebut dengan wanita itu di saat Yessi sudah ternodai dan pria tersebut siap bertanggung jawab?
Manakah yang akan di pilih? Yessi atau Putrinya yang menginginkan keluarga utuh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Baby Ara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14
"Kak Arga?" Yessi membelalak lebar.
Matanya dan Arga bertemu. Pria itu terlihat menatapnya penuh selidik.
Regan ikut melihat ke arah Arga yang kini mulai mendekat. Regan menyentuh punggung tangan Yessi di atas paha membuat gadis yang gugup setengah mati itu beralih menatapnya.
"Rileks," ucap Regan penuh arti.
Yessi mengangguk, meski raut wajahnya masih tidak berubah sama sekali.
"Eh, kak Arga mau kemana sih?" ujar Mentari setelah tadi berkaca di kaca dashboard. Kini menatap punggung Arga.
Ya, gadis berseragam sekolah itu berada di dalam mobil Arga. Tengah memoles liptint pada bibirnya.
"Awas aja kalo gue sampai telat nanti," gerutu Mentari lalu menyimpan liptint dalam tas dan mengeluarkan ponsel yang berada di dalam sana.
"Ck, Yessi ... Benar-benar ya lo! Satu pun chat gue gak di balas tuh cewek! Awas lo ntar di sekolah! Gue coba telpon lagi deh."
Mentari menempelkan ponsel di telinga nya, karena panggilan itu berdering menandakan orang di seberang sana aktif.
Yessi di mobil Regan, merasakan getaran di sakunya. Setelah melihat nama pemanggil, Yessi merutuk dalam hati.
"Yessi, kakak sama Mentari cariin kamu tadi di apartemen, mau ngajak kamu berangkat sama-sama," kata Arga sudah berada tepat di samping pintu mobil Yessi.
Melirik sekilas Regan yang terlihat sangat santai di balik kemudi.
"Tahunya kamu sama Regan."
"Ah ... Itu kak, benar aku sama mas Regan." Yessi menggaruk lehernya untuk mengurangi rasa gugup. "Kebetulan dia tadi nawarin dan aku memang lagi capek mau nyetir ... Hehee."
Arga mengangguk. "Semalam kamu kemana? Kakak lihat mobil di bawa Regan ada di basement. Mentari khawatir sama kamu. Kita ke apart kamu tapi kosong."
Mentari memang hapal sandi apartemen Yessi. Arga kentara sekali berusaha mengulik informasi dari Yessi. Diam-diam bibir Regan tersenyum amat tipis.
Pria itu sangat tahu, Arga cemas karena Yessi dekat dengannya yang notabene orang baru diantara mereka.
"Dia berada di apart saya. Mengantar saya yang mabuk berat."
Sontak, Yessi dan Arga menatap Regan dengan pandangan berbeda-beda. Arga dengan dahi mengkerut dalam dan tidak percaya, Yessi berani berduaan dengan pria dewasa seperti Regan. Sedangkan Yessi, melotot karena kebohongan diucapkan Regan.
"Semalaman?"
"Eh, nggak dong, kak," sahut Yessi cepat-cepat. "Aku pulang. Nggak lama setelah ngantar mas Regan. Ya kali ... hahaaa," tawa Yessi dengan raut wajah kaku dan tangan mengibas ke udara.
"Oo gitu ... Masih mau diantar Regan? Mentari ada di mobil kakak," beritahu Arga namun dalam hati masih tidak tenang.
Arga sangat yakin yang di telan Yessi tadi adalah pil yang Regan beli. Karena Arga sempat melihat Yessi menyembunyikan kantung putih persis seperti kantung diberikan penunggu kasir pada Regan.
Yessi menatap pria dingin di sampingnya. Ikut dengan Arga berarti bertemu Mentari. Yessi belum siap. Di sekolah apa boleh buat nanti.
"Yessi dengan saya," putus Regan lalu menghidupkan mobilnya. Membawa Yessi pergi tanpa permisi pada Arga.
Mentari dalam mobil mencak-mencak tak karuan. Yessi kembali tidak mengangkat panggilannya.
"Is ... Kemana sih itu nenek sihir?!"
"Siapa dek?" tanya Arga baru membuka pintu mobil lalu duduk di kursinya. Vitamin di belinya, ia masukan dalam tas.
"Yessi, kak. Masa panggilan aku gak di angkat-angkat sama dia sampai sekarang?"
"Yessi sama Regan," sahut Arga menghidupkan mesin mobil lalu memutar setir untuk kembali ke jalan raya.
Sontak, mata Mentari melebar. Regan, pria itu berhasil membuat Mentari penasaran dengan sosoknya. Tampan, putih, tinggi dan penuh otot. Mentari mengagumi pria yang berumur jauh di atasnya itu.
"Serius? Kakak lihat mereka dimana?"
"Diparkiran apotik tadi."
"What?!" wajah Mentari penuh keterkejutan.
"Ngapain dia ke apotik? Yessi nggak sakit kan, kak? Lalu, kenapa aku nggak lihat dia tadi."
Mendengar pertanyaan Mentari, Arga menghembuskan napas panjang. Kali, ini raut wajahnya benar-benar serius.
"Dek ... Tolong, kamu selidiki Yessi. Regan tadi beli pil kontrasepsi. Kamu tahu artinya kan, itu untuk perempuan yang habis making love sama dia."
"Tunggu dulu, kaitannya sama Yessi apa, kak?" potong Mentari.
Istilah making love, ia memang sudah tahu. Hubungan intim antara laki-laki dan perempuan. Jaman sosmed seperti ini, Informasi bertebaran dimana-mana.
Arga mengusap wajahnya kasar. Meskipun ini masih dugaan. Tapi, Arga sangat yakin firasat nya benar.
"Pil itu untuk Yessi. Kakak melihat jelas dengan mata kepala sendiri, Yessi menelan obat itu."
Telinga Mentari berdengung seketika. Matanya mengerjab lamban seakan tak percaya apa yang kakaknya katakan barusan.
"Biasanya pertama kali untuk perempuan, akan sangat menyakitkan dan berimbas pada cara ia berjalan. Kamu lihat Yessi nanti. Jika berbeda, langsung desak dia untuk jujur."
Mentari menyandarkan punggungnya lemas. Mereka masih pelajar dan Yessi sudah berbuat hal di luar batas.
Bagaimana jika hamil? Kakaknya akan ikut di salahkan karena orang tua Yessi menitipkan gadis itu pada Arga.
Yessi duduk dengan gelisah di kursi mobil Regan. Apalagi, mobil Arga tepat berada di belakang mereka.
"Mas ... Apa yang kita lakuin semalam nggak bakal ketahuan kan?"
"Ketahuan pun, saya tidak masalah tanggung jawab," sahut Regan tenang seraya mengemudikan mobil dengan satu tangan.
"Sebenarnya saya nggak mau beli obat itu, tapi kau terus memaksa," tambahnya menetap Yessi.
Rasanya, Yessi ingin memukul kepala Regan sekarang juga. Berarti, pria itu ingin melihatnya hamil lalu putus sekolah dan mengecewakan kedua orang tuannya.
"Enteng banget ngomongnya! Bisa mati saya, mas. Digantung nyokap, bokap! Lagian siapa juga mau nikah muda! Ih, nggak!" oceh Yessi dengan hati dongkol.
Masa muda adalah masa paling indah dan mengesankan. Yessi tidak ingin melewatkan fase hidup yang hanya terjadi satu kali itu.
Regan tersenyum miring. "Tidak mau karna saya OB kan? Andai saya pengusaha atau punya harta banyak, kamu pasti mau?"
Yessi memalingkan wajahnya. Hellow, begini-begini, dia juga ingin hidup enak. Jika menikah nanti. Sebab itu, Yessi tidak ingin mencari suami sembarangan.
"Mas benar. Karena suami adalah atm berjalannya seorang istri. Makanya, Kerja keras kalau mau jadi menantu daddy saya."
Setelahnya Yessi menepuk mulut. Perkataannya seolah meremehkan Regan.
"Mas, maaf. Jangan di ambil hati perkataan saya, intinya saya nggak mau nikah cepat-cepat ... itu maksudnya," cengenges Yessi.
Tanpa tahu, pria di sampingnya memiliki harta triliunan dari hasil kerja keras sendiri. Baik itu dari bisnis putih dan hitamnya.
Mata Regan dari balik kacamata berkilat sesaat. Keduanya lalu tiba di depan pagar sekolah Yessi.
Saat Yessi akan keluar, Regan menahan tangannya. Melepas kacamata cepat lalu menangkup pipi tirus Yessi. Tubuh tegap Regan terulur ke arahnya.
Cup!
Yessi sontak membeku. Regan melumat bibir pink miliknya atas bawah. Lidah panas pria itu bahkan menjilat disana. Regan melepaskannya setelah mengigit singkat bibir Yessi.
Jempolnya menghapus saliva yang terjalin.
"Masukan nomor ponselmu." Regan menyodorkan ponselnya pada Yessi yang masih terdiam. "Yessi ...."
"Hah?"
Seakan baru tersadar, Yessi menggapai tangan Regan untuk menurunkan dari pipinya. Tapi, yang terjadi. Regan mempertemukan bibir keduanya kembali.
Yessi merasa dengan jelas, bibir bentuk love Regan begitu lembut. Mata pria itu, terpejam menikmati apa yang ia lakukan.
Yessi meringis karena Regan menarik lidahnya kuat. Kaca gelap itu membuat orang-orang diluar, termasuk Mentari yang sudah berkacak pinggang di depan gerbang menunggu Yessi. Tidak melihat apa yang sahabatnya itu lakukan.
"Mas, stop!" cegah Yessi karena tangan kekar Regan menjalar di leher jenjangnya membuat bulu halus di tangan Yessi meremang detik itu.
Yessi cepat-cepat memasukan nomornya di ponsel Regan lalu menyodorkan pada Regan kembali. Saat akan keluar, Regan menarik lengannya.
"Mas, apa sih?! Ini sekolah tahu! Mas itu mesum banget. Ingat ya, kita gak ada hubungan apa-apa," tekan Yessi sedikit emosi.
"Saya cuman mau bilang, tunggu saya siang nanti."
"Maksudnya?"
"Pulang nanti saya jemput," ujar Regan mengenakan kacamatanya kembali.
Senyum manis di bibir Regan mengembang dan itu benar-benar membuat Yessi terpesona. Tapi, gadis itu lekas menggeleng cepat-cepat.
"Nggak perlu dan terimakasih," sahut Yessi ketus.
Namun, Regan ternyata senang menggoda Yessi.
"Kapan akan mengajak saya bertemu orang tuamu?"
Yessi melotot tak suka. Menepis tangan Regan lalu keluar dengan membanting pintu.
"Apaan sih! Gak jelas banget," umpat Yessi terdengar Regan di dalam membuat pria itu terkekeh.
Yessi berjalan beberapa langkah menelan ludahnya kasar. Mentari menatapnya dengan sorot menusuk lalu beralih pada mobil Regan yang meluncur pergi setelah membunyikan klakson.
"Ikut gue!" Mentari menarik tangan Yessi menuju gedung sekolah.
Yessi yang area sensitifnya masih sakit, mengigit bibirnya agar tidak kelepasan merintih saat mengikuti langkah cepat Mentari di depannya.
Tiba di toilet.
Mentari melihat sekitar sebentar. Merasa tak ada orang selain keduanya, Mentari menutup pintu lalu menguncinya. Matanya melotot pada Yessi yang tadi ia hempas hingga terduduk di kloset.
"Tar, lo apaan sih? Sakit tahu bokong gue!" ujar Yessi cemberut.
"Bokong lo apa kewanitaan lo yang sakit?" lontar Mentari bersedekap.
Benar, ia melihat jelas bagaimana Yessi berjalan dan itu terlihat sangat aneh.