Sequel " SEMERBAK WANGI AZALEA"
Zara Aisyah Damazal masih menempuh pendidikan kedokteran ketika dia harus mengakhiri masa lajangnya. Pernikahan karena sebuah janji membuatnya tidak bisa menolak, namun dia tidak tau jika pria yang sudah menjadi suaminya ternyata memiliki wanita lain yang sangat dia cintai.
" Sesuatu yang di takdirkan untukmu tidak akan pernah menjadi milik orang lain, tapi lepaskan jika sesuatu itu sudah membuatmu menderita dan kau tak sanggup lagi untuk bertahan."
Akankah Zara mempertahankan takdirnya yang dia yakini akan membawanya ke surga ataukah melepas surga yang sebenarnya sangat di cintainya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon farala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 32 : Biar aku yang urus
Zara tiba di rumah sekitar jam lima sore. Mobil ia parkir di tempat biasa. Dan di sana baru ada mobilnya saja, itu menandakan jika pemilik audi berwarna hitam yang selalu terparkir berdampingan dengan mobilnya itu belum pulang.
Rumah tampak sepi, dan Zara sudah biasa dengan hal itu. Hanya saja, di saat ia baru mematikan mesin kendaraan nya, bi Surti pasti sudah menunggu kedatangannya dengan berdiri di depan pintu. Tapi sore ini, Zara tidak melihat sosok wanita yang selalu menemani hari hari nya belakangan ini.
Zara berjalan masuk ke dalam rumah.
" Assalamualaikum nona." Sapa Sardi yang baru saja keluar dari pintu yang menghubungkan ruang keluarga dengan taman belakang.
" Waalaikumsalam bang." Katanya sopan.
Sardi setengah membungkuk kala melewati Zara yang masih berdiri mematung.
" Oiya bang, bu Surti mana ya?" Tanya Zara setelah cukup lama netranya berkeliling memindai ruangan di sekitarnya.
" Lagi di kamar nona. Kasian bi Surti." Kata Sardi khawatir.
Kening Zara mengernyit. " Loh, bu Surti kenapa?"
" Tadi ada wanita datang ke rumah non, saya juga tidak terlalu dengar apa yang mereka bicarakan, tapi sepertinya bi Surti sangat mengenalnya. Hanya saja sebuah insiden terjadi tepat di depan kamar tuan Ezar. Wanita tadi mendorong bi Surti sampai terjatuh dan keningnya terbentur."
" Astaghfirullah." Tanpa banyak bertanya lagi, Zara seketika melangkahkan kakinya ke kamar bi Surti.
Setelah mengetuk pintu dan memberikan salam. Zara masuk dan melihat kalau kening Bu Surti memang terluka.
" Apa yang terjadi Bu?" Tanya Zara menggiring bi Surti yang berdiri sembari memegang gagang pintu untuk duduk di pinggiran tempat tidur.
" Ini non." Tunjuk bi Surti pada dahinya yang sudah dia tempeli plester obat. " Tadi saya terjatuh dan kening saya terbentur." Katanya mengulas senyum.
Zara menghela nafas. " Jangan bohong Bu, kata bang Sardi seorang wanita datang dan membuat kekacauan ini. Siapa dia?" Tanya Zara begitu lembut.
Bi Surti menatap wajah Zara intens. " Bukan siapa siapa non." Katanya masih menutupi identitas wanita yang sudah mendorongnya hingga menyebabkan luka di keningnya. Perlahan, tangannya terangkat dan mulai mengusap wajah Zara." Dia tidak ada apa apanya di bandingkan dengan mu nak." Lanjutnya dengan mata berkaca kaca.
Tampaknya Zara paham siapa yang di maksud bi Surti. " Dokter Ghina? Apa dia yang datang?"
Bi Surti mengangguk pelan.
Zara kembali menghela nafas.
Zara berdiri mengambil kotak P3K di rak." Biar aku liat lukanya."
Dengan telaten, Zara membersihkan luka di kening Bu Surti, meski tidak terlalu dalam, tapi luka robekan nya cukup panjang.
" Apa dia mencari mas Ezar?" Tanya Zara sembari mengobati luka bi Surti.
" Tidak non, dia mau masuk ke kamar depan, tapi kunci kamar itu tuan Ezar yang simpan. Dan yang membuatnya marah adalah dia tidak bisa masuk ke dalam kamar tuan Ezar karena pintunya juga terkunci."
" Terkunci? bukankah kamar mas Ezar tidak pernah terkunci sebelumnya?" Kening Zara mengernyit.
" Mungkin pak Tomo tidak sengaja menguncinya setelah memindahkan barang barang nona."
Zara menghentikan aktivitasnya sesaat." Aku jadi penasaran, apa istimewanya kamar itu?"
" Saya juga tidak tau nona, karena saya tidak pernah membersihkannya."
Zara menghela nafas lalu kembali melanjutkan membersihkan luka bi Surti.
Bi Surti duduk dengan tenang, walau sesekali ia mengeratkan kedua tangannya menahan sakit, tapi tidak ada suara apapun yang terdengar lagi dari mulutnya.
" Selesai." Ucap Zara sembari mengulas senyum. " Ibu istirahat saja dulu, jangan terlalu banyak beraktifitas."
" Saya baik baik saja nona."
" Aku tau, tapi untuk hari ini istirahatlah dulu." Kata Zara mengusap lembut punggung tangan bi Surti.
Bi Surti pun mengalah.
Sekitar jam delapan malam, Ezar pulang. Wajahnya terlihat begitu lelah.
Namun, lelahnya setelah menyelesaikan operasi yang menguras tenaga itu terbayarkan kala melihat Zara yang berdiri di depan pintu menyambutnya sembari tersenyum sangat manis.
Ezar melempar jas dokternya asal, lalu memeluk Zara dengan erat.
Kali ini Zara membalas pelukan hangat Ezar dengan sesekali mengusap lembut punggung kekar pria tampan itu.
" Mas sudah makan?"
Ezar menggeleng dengan posisi kepala yang dia sandarkan di bahu Zara.
" Ganti baju, laku kita makan." Kata Zara melerai pelukannya, namun Ezar tetap menahan tubuh Zara agar tetap berada dalam dekapannya. " Hari ini bateraiku hampir habis, aku hanya perlu mengisi dayaku dengan memeluk mu."
Bukannya berdebar, Zara justru hampir saja tertawa mendengar kalimat Ezar yang menggelikan.
" Apa begini gombalan mu ketika bersama seorang wanita?" Kata Zara tersenyum lebar.
Ezar melepas pelukannya lalu mencubit pipi Zara hingga pipi putih itu berubah menjadi kemerahan. " Kamu pikir aku sedang merayumu, hh?" Tanyanya dengan menggertakkan gigi saking gemasnya dengan pertanyaan Zara.
" Aduh,,aduh,,sakit mas." Keluhnya.
Zara mengusap pipinya yang memerah sembari menatap tajam ke arah Ezar. Namun tatapan itu justru semakin membuat Ezar tidak tahan. Dia menyerang Zara dengan menciumi seluruh wajahnya dengan brutal, hingga Zara tertawa geli dan meminta Ezar untuk menghentikan kelakuan absurd nya itu.
Ezar menghentikan aktivitasnya buka karena permintaan Zara, tapi dia tersadar jika ini bukan di kamar mereka, dan di ujung dekat taman, Ezar bisa melihat dengan jelas wajah Sardi yang tersenyum melihat kemesraan mereka.
" Kamu masak apa?"
" Mmm,, opor ayam."
" Pasti enak, sudah aku ganti baju dulu."
*
*
Makan malam selesai dengan Ezar yang menghabiskan dua piring nasi. Zara hanya mampu membuka mulutnya lebar lebar melihat Ezar yang seperti tidak pernah makan satu minggu.
" Perutmu tidak sakit mas?" Tanya Zara sembari membereskan piring bekas makan mereka.
" Tidak, kenapa memangnya?"
" Mas, ini dua piring loh. Aku saja sepiring tidak habis."
" Tidak heran kamu kurus."
" Jangan body shaming ya mas." Zara protes.
Perkelahian tidak berguna itu berakhir ketika Ezar melihat Zara sendiri yang mencuci piring.
" Bi Surti mana Ra?"
" Lagi kurang enak badan mas, jadi aku suruh istirahat."
Ezar manggut manggut.
" Mau aku bantu?"
" Tidak usah, ini juga tidak banyak."
Meski mengatakan tidak usah, tapi Ezar tetap berdiri di samping Zara, membantu memindahkan piring yang sudah di bilas dan menyusunnya ke rak piring.
Ezar sudah kembali ke kamar, dia bermain ponsel sambil menunggu Zara datang.
Sepuluh menit, lima belas menit, hingga hampir setengah jam, Zara tak kunjung datang juga. Lelah menunggu, Ezar pun keluar dan mencari keberadaan Zara.
" Kemana dia? Awas saja kalau dia kembali ke kamar lamanya." Kesalnya.
Ezar membuka kamar Zara...kosong.
" Kemana dia?"
Ezar ke taman belakang tapi sama, hanya ada Sardi yang sementara duduk menikmati secangkir kopi.
" Kamu melihat nona?" Tanya Ezar.
" Kalau tidak salah, tadi masuk ke kamar bi Surti Tuan."
" Makasih."
Ezar ke kamar bi Surti. Selain mencari Zara, dia punya alasan untuk melihat keadaan bi Surti.
Ezar membuka pintu. Dan di lihatnya Zara sedang duduk mengganti perban bi Surti.
" Bi Surti kenapa?" Tanya Ezar.
Bi Surti sudah mau menjawab, tapi tangannya di pegang Zara dan itu isyarat agar bi Surti tidak perlu menjawab pertanyaan Ezar.
" Tadi jatuh mas di dapur dan kepalanya terbentur. tadi susah aku ganti perbannya tapi ini basah lagi.
" Coba aku liat." Ezar mendekat." Lumayan panjang tapi ini tidak dalam. Bersihkan saja lukanya seperti biasa."
" Iya mas."
Bi Surti menatap Zara. Dari sorot matanya, bi Surti mempertanyakan kenapa Zara harus berbohong pada Ezar. Tapi Zara menggelengkan kepalanya pelan pertanda untuk menutupi kejadian ini pada Ezar.
" Lain kali ini hati hati ya." Ucap Ezar lalu melangkah keluar.
Beberapa menit yang lalu.
" Masalah tadi siang, tidak usah bilang sama mas Ezar ya Bu."
" Tapi kenapa non? Tuan harus tau, agar dia lebih berhati hati lagi. Karena ke depannya nona Ghina pasti akan selalu ke rumah ini jika tidak di berikan ultimatum di awal." Protes bi Surti.
Zara tersenyum.
" Biar aku yang urus."
...****************...
Terima kasih Thor dengan cerita Zara,di tunggu cerita Zayn yaa
kini tinggal menanti kisah cinta abang zayn di tunggu ya uv nya mbk lala kesayangan akuuu
btw jgn lupa kak, emi dilanjut 🤭🤭😁
ku tunggu karya selanjutnya ya