Hubungan asmaranya tak seindah kehidupannya. Hatinya sudah mati rasa karena selalu dipermainkan oleh para pria. Namun, seorang pria yang baru pertama kali ia jumpai malah membuat hatinya berdebar. Akankah Violet membuka hatinya kembali?
Sayangnya pria yang membuat hatinya berdebar itu ternyata adalah pria yang menyebalkan dan kurang ajar. Gelar 'berwibawa' tidaklah mencerminkan kepribadian si pria ketika bersamanya.
"Kau hanyalah gadis manja, jangan coba-coba untuk membuatku kesal atau kau akan tau akibatnya." — Atlas Brixton Forrester.
****
⚠️NOTE: Cerita ini 100% FIKSI. Tolong bijaklah sebagai pembaca. Jangan sangkut pautkan cerita ini dengan kehidupan NYATA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon widyaas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
...Sebelum membaca wajib LIKE! ☺️...
...***...
Setelah kejadian kemarin, Davidson langsung bicara dengan Violet dan Atlas tentang mempercepat pernikahan mereka.
Hingga seminggu kemudian, tepatnya hari ini, mereka benar-benar menikah. Violet dan Atlas menikah secara resmi di mata negara dan agama. Senang? Tentu saja. Sebagai orang tua, mereka sangat senang menyaksikan anak mereka berdiri berdampingan di atas pelaminan.
Awalnya Violet sangat syok dan bingung karena pernikahan dimajukan, padahal mereka baru saja bertunangan. Tapi, Davidson memiliki seribu cara untuk menghasut Violet. Tentunya dengan embel-embel keselamatan Violet yang lebih utama.
Kalau Atlas, dia sudah pasti menurut, keputusan Violet lah yang berperan. Melihat semua orang berharap, akhirnya Violet mau menikah secepatnya dengan Atlas. Lagi pula mereka sudah cukup mengenal satu sama lain, bahkan sering tidur bersama.
Setelah foto bersama dan lain sebagainya, Atlas dan Violet memilih duduk di sofa yang ada di pelaminan, sambil menunggu orang-orang yang datang bersalaman dengan mereka.
"Kenapa?" tanya Atlas saat melihat Violet membungkuk memegang kakinya.
"Sepertinya tumit ku lecet," jawab gadis itu. Dia menggigit bibirnya ketika merasakan perih.
Atlas ikut menunduk dan melepas heels yang Violet pakai, benar saja, tumit Violet lecet dan sedikit terkoyak.
"Tidak usah pakai ini lagi," ujar Atlas. Dia melepas kedua heels putih itu dan menyerahkannya ke pada pelayan.
"Ambilkan sandal yang biasa saja," titahnya pada si pelayan.
"Baik, Tuan."
"Padahal aku sudah biasa memakai heels, tapi kenapa kali ini sakit sekali?" Violet menatap kaki indahnya yang sudah lecet.
"Atau jangan-jangan berat badanku bertambah?" lanjutnya sembari menatap Atlas dengan panik.
"Heels murahan. Wajar kalau kakimu sakit," ucap Atlas. Namun, Violet tak percaya begitu saja.
"Tidak mungkin. Ini pasti karena berat badanku bertambah!" balas Violet.
"Bertambah dari mana? Lihatlah perbedaan lenganku dan lenganmu, kau seperti ikan kering." Atlas menyandingkan lengannya dengan lengan Violet. Perbedaan yang sangat jauh.
"Itu karena tubuhmu yang seperti Titan!" ketus Violet. Dia berdecak sambil melihat tumitnya. Tau begini, dia pakai kaos kaki tadi.
"Mau istirahat saja?" tawar Atlas. Ia melihat para tamu yang sebagian sudah pulang.
"Memangnya tidak apa-apa?" tanya Violet.
"Siapa yang melarang? Ayo, kita istirahat saja," ucap Atlas. Dia berdiri dan bersiap menggendong Violet, namun gadis itu segera mencegahnya dan memilih memakai sandal yang dibawakan pelayan.
"Aku bisa berjalan sendiri," katanya. Dia pun segera berjalan mendahului Atlas sambil menyingsing gaun nya, dibantu oleh pelayan.
"Lihat mereka, sepertinya sudah tidak tahan," bisik Birdie pada anak-anaknya.
Davidson tersenyum tipis. Beatrice terkekeh kecil menanggapinya. Mereka tidak tau apa yang terjadi, apakah benar Atlas dan Violet sudah tidak tahan untuk malam pertama? Sepertinya itu tidak mungkin.
"Biarkan mereka istirahat. Minta pelayan untuk mengantar makanan ke kamar cucuku."
Beatrice pun segera menuruti, dia langsung memberitahu pelayan untuk mengantarkan makanan ke kamar Atlas dan Violet.
****
"Ya Tuhan... Bagaimana ini?!" Violet memekik sambil menatap horor timbangan yang dia pijak.
"Berat badanku benar-benar bertambah, Atlas! Dan ini semua karena mu!" lanjutnya. Dia menatap Atlas dengan tajam.
"Apakah bertambah berat badan 1 kg akan membuatmu mati?" sinis pria itu.
Violet mendengus. Dia turun dari timbangan itu sambil berkata, "1 kg itu berat! Jangan meremehkan!"
"Benarkah?" Atlas berjalan mendekati Violet, tanpa aba-aba dia mengangkat tubuh Violet dengan sebelah tangannya.
"Atlas!" pekik Violet dia langsung mencengkram bahu Atlas, takut jatuh.
"Kalau berat, aku tidak akan bisa mengangkat mu seperti ini," ucap Atlas. Dia berjalan menuju kamar mandi dan menurunkan Violet di sana.
"Tidak usah mempermasalahkan berat badan. Mau kau gemuk atau tidak, kau tetaplah kurcaci ku," lanjutnya. Dia melepas jas dan dasi hitam yang melekat di tubuhnya, lalu membuka 3 kancing meja teratas agar dia bisa lebih leluasa.
"Berat badan itu sangat penting bagi perempuan! Kau laki-laki mana tahu yang seperti itu!" sinis Violet.
"Untuk apa mengatur berat badan kalau kau sudah menikah denganku? Aku menerimamu apa adanya. Tidak perlu sibuk menurunkan berat badan." Dalam sekali sentak, Atlas menurunkan resleting gaun yang dipakai Violet.
"ATLAS!" Mata dengan bulu mata lentik itu memelototi Atlas. "Kurang ajar! Jangan berbuat seenaknya!"
"Kenapa?" Atlas membalik tubuh Violet agar menghadap cermin persegi panjang yang ada di depan mereka. Dari sana, mereka bisa melihat wajah mereka satu sama lain.
"Menyingkir lah! Tubuh Titan mu membuatku kesulitan bernafas!" kesal Violet.
Atlas mundur sedikit hingga membuat Violet bernafas lega. Namun, sedetik kemudian gadis itu menatap sinis suaminya tersebut. "Ini termasuk kekerasan dalam rumah tangga, asal kau tau!"
Atlas mendengus. Ia membiarkan Violet masuk ke dalam bilik mandi yang sudah terdapat bathtub ditaburi oleh kelopak bunga mawar merah dan putih.
Atlas hanya dia di luar sambil menatap bayangan Violet yang sedang melepas gaunnya. Apakah gadis itu tidak berniat untuk mandi bersama? Ah, sepertinya itu tidak akan mungkin.
****
Acara sudah selesai. Setelah mandi tadi, Violet dan Atlas kembali menyapa para tamu, meskipun hanya pakaian biasa, yang penting pengantin hari ini terlihat.
"Mom, rumah impianku?" bisik Violet pada Rachel. Saat ini mereka sedang makan malam di rumah besar keluarga Forrester.
"Makan dulu, Violet! Kau ini tidak tau waktu!" balas Rachel. Violet menyengir dan ia pun segera menghabiskan makanannya.
Beberapa menit kemudian, semuanya sudah selesai makan malam. Davidson pun angkat bicara.
"Untuk beberapa malam, kalian menginap di rumah ini saja, tidak apa-apa, kan?" tanya Davidson pada pengantin baru hari ini.
Violet dan Atlas mengangguk bersamaan.
"Baguslah kalau begitu. Ayah sedang mencari rumah untuk kalian. Mungkin sekitar 1 Minggu."
Violet berdehem singkat. "A-ayah... Sebenarnya mommy ingin membelikan aku rumah impianku, apakah boleh rumah itu saja yang kami tinggali? Jadi, Ayah tidak perlu repot-repot untuk mencari rumah untuk kami," ucap Violet sesopan mungkin.
Rachel tersenyum canggung mendengar penuturan putrinya.
Davidson terkekeh kecil, "Seperti apa rumah impianmu itu? Biar aku yang akan membelikannya, sebagai hadiah untukmu."
"T-tidak perlu, biar mommy saja yang membelikannya. Dia sudah berjanji padaku. Benar kan, Mommy?"
Rachel terkekeh canggung, dia mengelus pundak Violet, "Iya, sayang. Tidak apa-apa, Tuan David, saya jarang memberikan Violet hadiah," katanya.
"Benar tidak apa-apa?" tanya Davidson memastikan.
"Tidak apa-apa, Ayah," jawab Violet.
Lagi-lagi David terkekeh, "Baiklah kalau begitu. Jika ada apa-apa segera hubungi Ayah, ya?"
"Baik!"
Atlas tersenyum tipis melihat tingkah istrinya. Ucapan Violet tentu saja terdengar seperti anak-anak di telinga Davidson. Namun, Atlas juga tetap diam, membiarkan Violet mengutarakan pendapatnya.
***
kalau ky gitu mlah mirip binaragawan