“Kamu harus bertanggungjawab atas semua kelakuan kamu yang telah menghilangkan nyawa istriku. Kita akan menikah, tapi bukan menjadi suami istri yang sesungguhnya! Aku akan menikahimu sekedar menjadi ibu sambung Ezra, hanya itu saja! Dan jangan berharap aku mencintai kamu atau menganggap kamu sebagai istriku sepenuhnya!” sentak Fathi, tatapannya menghunus tajam hingga mampu merasuki relung hati Jihan.
Jihan sama sekali tidak menginginkan pernikahan yang seperti ini, impiannya menikah karena saling mencintai dan mengasihi, dan saling ingin memiliki serta memiliki mimpi yang sama untuk membangun mahligai rumah tangga yang SAMAWA.
“Om sangat jahat! Selalu saja tidak menerima takdir atas kematian Kak Embun, dan hanya karena saat itu Kak Embun ingin menjemputku lalu aku yang disalahkan! Aku juga kehilangan Kak Embun sebagai Kakak, bukan Om saja yang kehilangan Kak Embun seorang!” jawab Jihan dengan rasa yang amat menyesakkan di hatinya, ingin rasanya menangis tapi air matanya sudah habis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jangan konyol, Jihan!
"JANGAN KONYOL, JIHAN!"
“AKH!” pekik Jihan, suara dentingan benda tajam terjatuh membentur lantai marmer terdengar. Tubuh Jihan pun terhuyung hingga bertubrukan dengan Fathi karena pria itu merampas pisau yang dipegang oleh Jihan, kemudian mereka berdua sama-sama terjatuh di atas lantai, untungnya tidak saling menindih.
Wajah Jihan agak meringis, pergelangan tangannya tetap mengalami luka walau hanya sedikit sayatan. Jihan tidak memiliki pikiran pendek untuk mengakhiri hidupnya, semua yang dia lakukan hanya ingin tahu reaksi mantan kakak iparnya tersebut dan rupanya Fathi menghalangi apa yang ingin dia lakukan.
Jihan yang terjerembap, menelentangkan tubuhnya dan menatap langit-langit dapur dengan mengatur napasnya dalam-dalam, sedangkan Fathi mengatur degup jantungnya untuk kembali normal sembari merubah posisi jatuhnya menjadi duduk di atas lantai.
Gila saja kalau sampai Jihan melakukan hal bunuh diri tersebut pikir Fathi, mau di kemanakan mukanya kepada kedua orang tuanya dan orang tua Jihan, baru menikah sehari tapi sudah ada tragedi berdarah dalam rumah tangga barunya.
“Buat apa Om Dokter menghalangi Jihan! bukankah itu ya Om Dokter inginkan ... Jihan menyusul Kak Embun, biar hati Om Dokter puas!” Jihan bertanya dengan suara naik satu oktaf.
Pria dewasa itu menolehkan wajahnya dengan sorot mata elangnya. “Tidak semudah itu juga kamu tiada di dunia ini, dan jangan konyol berulah lagi seperti itu!” sentak Fathi netranya turun ke tangan kiri Jihan yang sudah mengeluarkan darah. Dia pun bangkit sembari mengutip pisau yang ada di lantai, lalu membawanya entah ke mana, meninggalkan Jihan begitu saja.
Jihan yang masih berbaring terlentang di lantai, menertawakan dirinya sendiri bersamaan menatap pergelangan tangannya. “Hei Jihan, ternyata kamu tidak boleh meninggal begitu cepat, harus perlahan-lahan kata si jiwa pesakitan itu,” gumam Jihan sendiri.
Tak selang berapa lama Jihan bangkit sembari menghela napas, kemudian bergerak mencari tisu untuk menghentikan darahnya, setelah ketemu kotak tisu dia bergegas mengambil tas belanjanya dan bergerak menuju ke kamarnya.
Suara tangisan Ezra sudah tak terdengar kembali, bocah kecil itu sudah kelelahan menangis sehingga lama-lama Ezra pun tertidur dalam gendongan Bik Murni.
Beberapa langkah lagi gadis itu akan sampai di kamarnya, akan tetapi Jihan dan Fathi bertemu kembali dan terlihat pria itu membawa kotak P3K di tangannya, tapi gadis itu melengos dan tetap dengan tujuannya untuk masuk ke dalam kamarnya.
“Obati dulu luka tanganmu,” ucap Fathi dengan ekspresi datarnya.
Jihan hanya melirik kotak P3K tersebut, lalu menyunggingkan senyum miringnya dan kembali lanjut jalan masuk ke dalam kamarnya tanpa menggubris ucapan Fathi.
“Jihan!” panggil Fathi.
Hanya suara pintu kamar terkunci yang menjadi jawaban buat Fathi, lantas pria itu mengeram kesal.
“Masih untung aku berbaik hati ingin mengobati lukamu, Jihan!” kesal Fathi, sengaja dia agak berteriak agar Jihan mendengarnya.
Jihan hanya berdecap mendengarnya. “Apa baik hati! Baik hati dari hongkong!” gumam Jihan sendiri.
Dengan rasa kesalnya karena tidak ada tanggapan dari Jihan, kotak P3K itu dia hentakkan di salah satu sudut meja dengan kasarnya “Terserahlah kamu mau ngapain aja, itu bukan urusanku, mau mati juga silakan!” ucap Fathi masih agak berteriak, sebelum naik ke lantai dua menuju kamarnya sendiri.
Jihan menyunggingkan senyum miringnya. “Lantas kenapa tadi dia menghalangi Jihan untuk menyusul Kak Embun,” gumamnya sendiri. Mulut berkata silakan, tapi ternyata dia-lah yang menghalanginya.
Beberapa jam kemudian ...
Fathi yang berada di kamarnya sejak kejadian Jihan ingin bunuh diri jadi kepikiran dan tak bisa tertidur dengan pulasnya, sudah miring ke kiri dan ke kanan masih saja dia tidak bisa terlelap. Dan sekarang semakin jadi dia tidak bisa tidur saat mendengar Ezra menangis, mau tidak mau dia harus mengecek ke kamar putranya.
Sementara Jihan yang sudah lelah hati dan fisik terlihat tertidur pulas, sampai-sampai tangisan Ezra tidak terdengar di telinganya, tapi sebenarnya selama enam bulan ke belakang baru kali ini Jihan bisa tidur tanpa gangguan, karena selama ini dia tidur dengan Ezra yang mau tidak mau suka ke bangun di tengah malam untuk bikin susu.
Ita yang sekarang bertugas tidur bersama Ezra tampak menimang bocah yang masih menangis tersebut.
“Sudah dikasih susu Ezra-nya?” tanya Fathi saat melihat kondisi anaknya.
“Sudah Pak, tapi gak mau diminum susu botolnya.”
“Ante ... Ante ... Ante,” ucap Ezra sembari menangis. Bocah itu tadi terkejut saat membuka matanya tidak melihat Jihan ada di sampingnya, alhasil dia hanya bisa menangis karena kehilangan sosok yang selama ini menemani tidurnya.
Pria dewasa itu mendesah. “Bobo sama Papa yuk.” Fathi mengambil Ezra dari gendongan baby sitternya dan membawa botol susunya.
“Ante ... Ante.” Ezra mulai tantrum dalam gendongan papanya. Kepala Fathi rasanya ingin pecah menghadapi anak semata wayangnya, apalagi dirinya sudah didera rasa ngantuk tapi tidak bisa dibawa tidur, peninglah kepalanya.
“Ezra mau sama Tante, ya sudah kita ke kamar Tante,” ajak Fathi, dia memutuskan akan ke kamar Jihan demi mencari ketenangan di malam yang menuju pagi ini, walau hatinya sangat malas sebenarnya.
Ezra yang masih menangis dibawanya ke lantai bawah oleh papanya, sesampainya di depan kamar Jihan pria itu mengetuk pintu kamar.
“Jihan!” panggil Fathi disela ketukan pintunya.
“Jihan!” kembali lagi dia memanggil karena belum ada jawaban atau respon apa pun dari dalam kamar. Dengan terpaksa pria itu menggedor pintu dengan kencang, dan barulah Jihan tersadar dari mimpinya.
“Haduh, siapa sih malam-malam begini gedor pintu kencang banget!” teriak Jihan yang mulai terganggu, dan rasanya sangat berat untuk membuka netranya yang terasa lengket, namun ketika telinganya bekerja 100 persen mendengar tangisan Ezra, buru-buru Jihan bangkit dari atas ranjang dan bergegas membuka pintu kamarnya.
“Anak Tante kenapa Sayang, kok menangis ... hem,” ucap Jihan begitu lembut pada Ezra bukan sama papanya, tangannya pun terulur mengambil Ezra dari gendongan Fathi, sementara Fathi terhenyak melihat penampilan Jihan yang hanya menggunakan tanktop dan hotpants berwarna hitam, belahan dadanya yang montok menyembul. Body aduhainya serta kulit putih mulus terlihat nyata di depan netra Fathi, pemandangan indah itu membuat pria itu menahan napasnya.
Demi Tuhan baru kali ini Fathi melihat tubuh Jihan yang kelihatan seksi, selama ini mantan adik iparnya itu setiap menginap pasti tidurnya pakai baju piyama panjang bermotif kartun. Takut Jihan ke ge-eran sama pandangan Fathi, lantas pria itu kembali menatap dingin.
“Ezra cari kamu, jadi dia tidur sama kamu malam ini,” ucap Fathi saat Jihan sudah mengambil Ezra dari gendongannya, lalu dia memberikan botol susunya. Jihan tidak menjawab hanya menerima botol susu, tapi di saat itu juga Fathi mencekal tangan Jihan dan melihat luka sayatan yang rupanya belum diobati.
Jihan menghentakkan tangannya dari tangan Fathi, dan kembali menutup pintu kamar, membawa Ezra ke atas ranjang. Tapi tak berapa lama kemudian pintu kamar Jihan terbuka dan masuklah Fathi memasang wajah garangnya dengan membawa kotak obat.
bersambung ...✍🏻