Nona Muda And Mr. Brixton

Nona Muda And Mr. Brixton

Bab 1

...Sebelum membaca wajib LIKE! ☺️...

...***...

Menjadi nona muda kaya raya, mandiri, dan berhasil membangun sebuah restoran dengan hasil jerih payahnya sendiri adalah cita-cita Violet yang sudah berhasil ia gapai di usianya yang masih 24 tahun. Hidupnya sangat dimanja dengan harta dan keluarga, namun sayangnya, dia tidak pernah berhasil dalam kisah asmara.

Setiap dia menjalin hubungan dengan seseorang, pria itu pasti akan meninggalkannya dengan alasan bosan. Padahal Violet tidak se-membosankan itu. Apalagi parasnya yang cantik membuat para pria tergila-gila padanya, lalu, di mana letak kata 'membosankan' itu?

Akibat terlalu sering sakit hati, pada akhirnya Violet malas untuk menjalin hubungan asmara lagi. Dia trauma alias kapok. Jika terus dilanjutkan, harga dirinya semakin diinjak-injak nanti.

"Apa kalian tau CEO yang tampan dan terkenal dengan kepintarannya itu? Hari ini dia kembali setelah 3 tahun di Italia." Suara itulah yang sering membuka acara gosip. Dia adalah Kana, teman Violet.

"Oh ya? Tapi, aku tidak ingin peduli," ketus Violet. Dia meminum jus apel nya dengan santai.

Saat ini mereka sedang berada di cafe mewah, hanya berkumpul biasa, untuk menggosip dan menyenangkan diri. Kebetulan hari ini libur kerja, jadilah mereka memanfaatkan waktu yang ada.

Kana mencebikkan bibirnya, namun sedetik kemudian dia tersenyum aneh. "Aku baru sadar, kau cantik dan dia tampan, pasti cocok! Aku juga yakin dia adalah pria baik-baik, karena setahuku, dia tidak pernah menjalin hubungan —"

"Terserah! Aku bilang aku tidak mau tau! Kau tuli?!"

Violet memang cantik, tapi minusnya dia suka ngegas dan pemarah.

Kana mendengus geli. Dia sudah kebal dengan suara cempreng temannya ini.

"Setelah kau tau rupanya, aku jamin kau tidak akan bisa tidur!" ujar Kana sangat yakin.

Elle mengangguk setuju. "Ayo kita berdoa bersama, agar Violet menjilat ludahnya sendiri!"

"Kalian ini bicara apa? Jangan membuatku marah dan menendang kalian dari restoran!" ancam Violet.

Kedua temannya memang bekerja di restoran miliknya. Meski begitu, mereka tidak canggung dan tidak berusaha bersikap baik pada Violet, santai saja seperti teman pada umumnya karena itulah yang Violet suruh. Seperti sekarang, Kana dan Elle terus menjahili Violet, padahal mereka tau kalau kesabaran Violet setipis tisu dibelah 100.

"Kau ini selalu mengancam!" cibir Kana.

Violet mengibaskan rambutnya. Dari gayanya saja terlihat sombong sekali. Untung saja Kana dan Elle betah berteman dengan Violet.

"Setelah ini aku ingin menghabiskan waktu di apartemen. Kalian jangan menggangguku atau menelpon ku. Oke?" Dia meneguk jus apelnya hingga tandas.

"Lihat, bahkan kita belum ada 1 jam di sini," ucap Elle.

"Untuk apa berlama-lama? Makananku sudah habis, jadi lebih baik aku pulang sekarang. Semuanya sudah aku bayar. Itu kan yang kalian mau?" sinisnya. "Aku pergi dulu, bye!"

Meski memiliki restoran sendiri, Violet lebih sering nongkrong di cafe biasa, suasananya lebih baik dan tidak canggung.

Kana dan Elle melambaikan tangan mereka dengan malas. Harusnya mereka tau kalau Violet tidak akan betah berlama-lama di luar apalagi di tempat ramai. Meski memiliki restoran sendiri, nyatanya Violet adalah orang yang malas untuk bersosialisasi.

"Lain kali, kita kumpul di apartemen saja, itu lebih bagus dari pada di sini."

"Ya, itu benar."

Mereka memang cukup sering berkumpul di cafe ini dari pada di apartemen. Tujuannya ya karena ingin membuat Violet terbiasa dengan dunia luar yang ramai.

****

Bruk!

"Oh! I'm sorry!"

Akibat berjalan terlalu cepat, Violet menabrak tubuh seseorang. Dia mendongak untuk menatap pemilik tubuh tegap itu.

Kedua alisnya terangkat saat melihat paras rupawan itu. Sungguh, reaksinya kali ini tidak bisa direm.

"Hello? Are you okay, Sir?" tanyanya ketika pria di hadapannya hanya diam sembari menatapnya dengan datar.

Si pria hanya menatap Violet sekilas, selanjutnya dia kembali melangkah sambil bicara dengan orang di telepon.

Violet mencebikkan bibirnya sembari menatap kepergian pria itu. Dia kesal karena diabaikan. Jujur, baru kali ini ada seorang pria menatapnya seperti itu. Biasanya para pria akan menatapnya dengan berbinar, tapi kali ini? Siapa gerangan pria yang telah berani menatapnya seperti itu?

Perempuan angkuh tersebut segera masuk ke apartemen nya. Dia bersandar pada pintu sejenak. Pikirannya melayang pada pria yang tak sengaja dia tabrak tadi. Tunggu, kenapa dia jadi kepikiran? Ini bukanlah seorang Violetta!

"Damn! Why is he so hot?" bisiknya. Jujur, ini kali pertamanya dia langsung terpesona pada pandangan pertama. Violet merasa dirinya murahan kalau seperti ini.

Setelah sekian lama hatinya keras seperti batu, kali ini terasa aneh dan sedikit memberi reaksi saat bertemu pria tampan tadi. Apakah ini hanya perasaan kagum saja?

Violet menggelengkan kepalanya ketika pikiran kotor mulai menguasai. Dia segera menuju dapur dan meminum air dingin agar pikirannya rileks.

Bukannya rileks, pikirannya semakin berselancar kemana-mana.

Violet berteriak kesal. Dia buru-buru menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Berendam di bathtub juga bukanlah sesuatu yang buruk.

Hanya karena satu pria saja bisa membuat Violet kalang kabut. Padahal sebelumnya dia tidak pernah seperti ini. Apakah seorang Violetta Charlotte mulai bosan dengan kesendiriannya?

****

Atlas Brixton Forrester. Pria tampan idaman para wanita. Bukan hanya tampan, di usianya yang beranjak 30 tahun, Atlas sudah berhasil menjadi seorang bos muda kaya raya. Ah, sebenarnya semua keturunan Forrester akan sukses. Selain menjadi CEO, Atlas juga dikenal sebagai pelatih kelompok basket yang cukup terkenal. Itu sebabnya Atlas selalu menjadi bahan perhaluan para wanita, karena selain tampan, Atlas juga memiliki badan yang bagus, kekar berotot. Dan Atlas itu tidak suka basa-basi atau banyak bicara.

Siang ini, dia baru mendarat di negara kelahirannya. Bukannya langsung pulang ke rumah, Atlas melipir ke apartemennya lebih dulu.

Sebenarnya, Atlas ini juga termasuk orang yang jarang pulang dan gila kerja, itu juga salah satu minus dari pria itu.

Setelah rehat dan melepas rindu dengan apartemennya, Atlas langsung menuju rumah utama. Rumah yang tidak bisa disebut rumah karena bangunannya lebih besar dari rumah biasanya. Rumah itu dihuni oleh keluarga besar. Nenek, ayah, ibu, paman, bibi hingga sepupu lainnya tinggal di sana juga.

Sebenarnya keluarga Atlas tidak besar juga. Ayahnya 4 bersaudara dan beliau adalah anak pertama, tapi Atlas bukan cucu pertama, karena Atlas memiliki seorang kakak laki-laki. Dan adik ayah Atlas mempunyai 1 sampai 2 anak. Kita akan berkenalan dengan mereka nanti.

Pertama kali menginjakkan kakinya di mansion, sang nenek lah yang menyambut kedatangannya.

Atlas memeluk wanita paruh baya itu dengan kasih sayang. Diantara semua keluarga, Nenek memang paling dekat dengan Atlas. Meskipun terkesan cuek, tapi Atlas selalu bersikap lembut dengan neneknya.

"Untungnya kau tidak lupa jalan pulang ke sini," ucap Nenek sembari terkekeh.

"Tentu tidak," jawab Atlas. Dia merangkul Nenek untuk duduk ke sofa.

Meski tinggal di luar negeri selama beberapa tahun, Atlas tidak jarang menghubungi neneknya. Iya, memang sedekat itu hubungan mereka.

"Sudah minum obat?"

"Sudah. Aku tidak mau kau marah," jawab Nenek sambil tertawa kecil.

"So sweet sekali sampai tidak mau menengok ke arah lain," cibir salah satu sepupu Atlas yang paling somplak. Dia adalah Troy, si cucu paling bungsu.

Mendengar celetukan itu, Atlas mengangkat wajahnya dan menatap semua orang dengan datar.

"Jangan membuat cucuku kesal, Troy," tegur Nenek.

"Aku juga cucumu, Nek!" balas Troy tak mau kalah.

"Troy..." Ash, kakak perempuan Troy menegur adiknya agar tidak selalu menjawab ucapan nenek. Troy ini 2 bersaudara. Saat ini dia masih duduk di bangku sekolah menengah atas, sedangkan Ash sudah berkuliah semester akhir.

"Sudahlah. Atlasku, makanlah bersama mereka. Aku ingin istirahat dulu," kata Nenek.

Atlas mengangguk, dia berdiri dan bersiap mengantar neneknya ke kamar. Namun, Nenek segera mencegahnya.

"Tidak perlu. Biar Elisa yang membantuku."

Elisa adalah suster yang merawat nenek. Suster kepercayaan tentunya.

Atlas pun tidak menolak dan membiarkan sang nenek pergi dibantu Elisa. Hanya nenek yang selalu membuatnya patuh.

****

"Semuanya lancar?" Suara bariton dari Jaxon membuat Atlas menatapnya.

Jaxon Zephyr Forrester adalah kakak Atlas sekaligus cucu pertama keluarga Forrester. Laki-laki yang selalu diandalkan keluarga. Sayangnya, dia masih betah melajang di umurnya yang sudah 35 tahun.

"Hm." Atlas menjawab.

Jaxon duduk di sebelah adiknya. Saat ini mereka berada di balkon yang ada di lantai 3. Lantai 3 adalah kamar mereka berdua dan ruang kerja. Para orang tua ada di lantai 2 sedangkan di lantai 1 ada kamar Nenek dan para anak muda yang lain.

"Hm apa?" tanya Jaxon.

"Lancar. Kau tau sendiri."

"Baguslah. Kalau kau sudah pulang, artinya semuanya sudah seperti semula, kan?"

Atlas mengangguk, dia kembali menyeruput kopinya.

Tujuan Atlas ke luar negeri adalah menghandle perusahaan yang ada di sana. Pasti. Namun, perusahaan di sana berbeda dengan perusahaan yang ada di sini. Jadi, Atlas harus bisa segalanya supaya dia bisa menghandle yang lain. Intinya, Atlas itu gila kerja, yang mana dia akan melakukan apapun untuk pekerjaannya.

...***...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!