Mungkin ada banyak sekali gadis seusianya yang sudah menikah, begitulah yang ada dibenak Rumi saat ini. Apalagi adiknya terus saja bertanya kapan gerangan ia akan dilamar oleh sang kekasih yang sudah menjalin hubungan bersama dengan dirinya selama lima tahun lamanya.
Namun ternyata, bukan pernikahan yang Rumi dapatkan melainkan sebuah pengkhianatan yang membuatnya semakin terpuruk dan terus meratapi nasibnya yang begitu menyedihkan. Di masa patah hatinya ini, sang Ibu malah ingin menjodohkannya dengan seorang pria yang ternyata adalah anak dari salah satu temannya.
Tristan, pewaris tunggal yang harus menyandang status sebagai seorang duda diusianya yang terbilang masih duda. Dialah orang yang dipilihkan langsung oleh Ibunya Rumi. Lantas bagaimana? Apakah Rumi akan menerimanya atau malah memberontak dan menolak perjodohan tersebut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon safea, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 19
Rasa lelah tak bisa Tristan tampik sama sekali menjelang siang yang begitu terik ini. Apalagi setelah ia memikirkan kalau masih ada banyak lagi pekerjaan yang harus segera dirampungkan.
Bayangkan saja, pagi tadi begitu sampai di perusahaan dirinya sudah diminta untuk memimpin rapat tentang masalah yang cukup meresahkan akhir-akhir ini.
Lalu setelahnya, Tristan diminta untuk bertemu dengan beberapa orang kolega yang berasal dari negara tetangga dalam waktu yang berdekatan. Hah, rasanya kepala Tristan bisa saja pecah saat itu.
Padahal dirinya belum genap satu bulan menapak di tanah kelahirannya, tapi lihatlah sekarang ini. Ada banyak sekali pekerjaan yang harus Tristan hadapi seorang diri.
Mengingat kalau dirinya akan menggantikan posisi sang Ayah sebagai pemimpin utama di perusahaan keluarga mereka. Kalau kalian berpikir Tristan senang melakukannya, maka jawabannya adalah tidak.
Sudahlah, lebih baik sekarang Tristan mengenyahkan beberapa pikiran yang hanya akan membuatnya semakin lelah saja. Sebentar lagi kan ia akan bertemu dengan tuan putri mungil yang pasti sedang menunggu dirinya dan Tristan tak mau kalau energi negatifnya hari ini juga diserap oleh Joyie.
"Daddy!" Begitu sosoknya menampakkan diri, Tristan bisa melihat sosok bertubuh kecil dengan tas berwarna merah mudanya sedang berlari ke tempatnya berdiri sekarang.
"Hi princess, bagaimana sekolah hari ini?" Tas kecil berwarna merah muda itu sudah Tristan ambil alih, ia juga segera membawa tubuh kesayangannya ini ke dalam gendongan.
"Seru sekali! Tadi kami bermain gelembung bersama." Nampaknya kebahagiaan yang sedang Joyie rasakan sekarang juga bisa dirasakan oleh sang Ayah. Lihat saja dari bagaimana cara Tristan tersenyum.
"Oh ya? Hanya bermain gelembung saja?" Jari telunjuk milik Joyie yang mungil itu lantas bergerak ke kiri dan kanan untuk menanggapi pertanyaan tersebut.
"No no, tadi bermain puzzle juga, lalu membuat istana pasir di taman bermain, dan banyaak lagi permainan yang kami lakukan." Ini sangat menggemaskan, sampai-sampai Tristan ingin sekali menggigit pipi berisi yang satu ini.
"Daddy wait!" Kedua alis Tristan langsung menyatu ketika Joyie meminta dirinya untuk berhenti saat mereka akan memasuki mobil.
"Ayo pulang bersama dengan Miss Rumi lagi, tapi kita harus menunggu sebentar." Ah, jadi ini alasan kenapa Joyie tidak mau dibawa masuk ke dalam mobil.
"Iya boleh, tapi kita tunggu di dalam mobil saja ya? Di luar sedang sangat terik sekarang, nanti Joyie jadi berkeringat." Bukannya memberikan jawaban, si kecil Joyie malah mendongakkan kepalanya dan ia tak bisa membuka mata karena matahari yang betul-betul sedang terik.
"Baiklah, ayo kita masuk Daddy!" Sekarang Tristan tak lagi menahan dirinya dan memberikan gigitan yang tidak terlalu kuat di benda yang bertekstur kenyal itu.
Tidak ada kalimat protes yang Joyie lemparkan padanya setelah kejadian itu berlangsung, gadis kecil itu justru terkekeh dengan sangat lucu.
"Daddy sudah lapar ya? Daddy harus sabar sebentar ya, nanti kalau Miss Ruminya sudah kelihatan kita langsung pergi." Bisa-bisanya Joyie malah berpikir kalau Tristan sudah sangat lapar karena tadi menggigit pipinya.
"Bukan lapar, Daddy hanya merasa gemas saja jadi tidak tahan untuk tidak menggigit pipinya Joyie." Sekali lagi, Tristan melakukannya yang kali ini pun mendapat respon berupa tawa yang begitu renyah.
"Oh! Daddy look, itu Miss Rumi!" Joyie segera menjauhkan wajahnya dari Tristan begitu melihat Rumi yang sedang berjalan dari dalam gerbang sekolahnya itu.
Tadinya Tristan ingin langsung keluar dari mobil karena ia harus mengajak Rumi untuk pulang bersama hari ini, namun urung ia lakukan ketika mendapati kalau ternyata Rumi sedang berbicara dengan seorang pria tepat di belakang mobilnya.
Kedua orang itu nampak begitu akrab satu sama lainnya hingga membuat Tristan jadi bertanya-tanya sendiri, siapa gerangan pria itu. Seingat Tristan, Ibunya berkata kalau Rumi itu tidak memiliki kekasih. Lalu siapa itu?
"Daddy, ayo turun. Kita kan harus ajak Miss Rumi untuk pulang bersama." Tak ada pergerakan yang Tristan lakukan sama sekali meskipun Joyie sudah ingin sekali turun dari kendaraan beroda empat itu.
"Sepertinya lain kali saja, Joyie. Joyie bisa lihat di sana, ada orang lain yang datang menjemput Miss Rumi hari ini." Tangan Tristan menunjuk ke arah Rumi yang masih berbicara dengan pria asing itu, membuat wajah Joyie berubah sendu.
Apalagi ketika bocah kecil itu melihat dengan jelas saat Rumi memasuki mobil bersama pria yang tadi sedang berbincang dengan dirinya. Masa iya rencananya hari ini harus gagal sih?
"Seharusnya tadi kita tidak perlu masuk ke dalam mobil, Daddy. Jadi kita bisa pulang bersama Miss Rumi." Oh tidak, pasti setelah ini Joyie akan menangis dengan keras. Lihat saja matanya yang sudah memerah itu.
"Sayang, dengar Daddy. Mungkin Miss Rumi juga sudah membuat janji dengan orang lain jauh-jauh hari, kalau sudah seperti itu pun dia tetap tidak bisa ikut dengan kita." Sebisa mungkin Tristan memberikan pengertian pada Joyie.
Tristan memang sangat menyayangi Joyie, namun bukan berarti ia harus terus menuruti semua keinginan Joyie yang diluar kehendaknya.
Jadi yang bisa ia lakukan saat ini hanyalah menenangkan putri semata wayangnya lalu meminta sang supir yang ada di depan sana untuk pergi meninggalkan kawasan ini dan pulang ke rumah.
Di waktu yang bersamaan namun di tempat yang berbeda, terlihat Rumi yang sedang mengoperasikan ponselnya dengan keningnya yang berkerut. Entah apa yang sedang dilihat oleh gadis itu di sana.
"Lagi lihatin apa sih Mba sampe jelek gitu mukanya." Kemasaman wajah Rumi saat ini ternyata tidak luput sama sekali dari pandangan Rafka meskipun adiknya itu sedang menyetir sekarang.
"Dikasih tau juga kamu pasti nggak ngerti." Rafka lantas berdecak dengan keras karena merasa tak puas dengan jawaban yang kakaknya berikan.
Andai saja Rafka tahu kalau yang membuat dahi Rumi berkerut tadi karena gadis itu terus saja menerima pesan singkat dari nomor yang berbeda pula. Si pengirim mengaku kalau dirinya adalah Digo yang meminta agar nomor utamanya tak blokir lagi.
Mereka sudah putus hubungan sejak dua minggu yang lalu, namun Digo masih saja mengganggu dirinya sampai detik ini. Mau ganti nomor ponsel pun tidak mungkin Rumi lakukan karena nomornya ini sangatlah penting baginya.
"Silakan, yang mulia." Rumi lantas menjelingkan kedua netranya dengan malas kala mendengar kalimat yang adiknya lontarkan tadi.
"Ngapain sih?" Meskipun kesal, tapi Rumi juga tak menampik kalau dirinya senang mendapatkan perlakuan spesial yang sepertu ini.
"Sedang memperlakukan orang yang mau traktir aku makan siang dengan baik dan benar." Menggelikan sekali, sampai-sampai Rumi ingin memukul kepala Rafka sekarang juga.
"Duduknya di dekat jendela aja ya." Apapun yang Rumi inginkan pasti akan dituruti oleh Rafka karena makan siangnya kali ini akan ditanggung oleh Rumi seluruhnya.
"Woy Raf!" Panggilan itu langsung membuat kepala Rafka berusaha mencari darimana sumbernya. Rupanya itu salah satu rekan kerjanya yang juga sedang menyantap makan siangnya di sini.
Tadinya pria muda itu nampak sangat terkejut saat mendapati kalau ternyata Rafka datang bersama wanita lain yang ia ketahui bukan kekasihnya Rafka.
"Itu cewe siapa cok? Selingkuh lo ya?" Secepat kilat, temannya Rafka itu langsung berdiri dan menghampiri hanya demi menuntaskan rasa penasarannya.
"Congor lo minta gue pelintir?" Rafka yang mendapatkan pertanyaan serta tuduhan secara bersamaan itu lantas mendelikkan matanya pertanda kalau dirinya benar-benar kesal.
"Mba, sini." Daripada kesalahpahaman ini terus berlanjut, lebih baik ia menuntaskannya sekarang juga.
"Mba kenalin, ini temenku namanya Dika. Dik, kenalin ini Mba gue, Rumi." Berhasil, Rafka berhasil membuat temannya itu melongo dengan wajah bodohnya.
"Halo. Saya Rumi, kakaknya Rafka. Salam kenal ya, Dika." Dika langsung mengendalikan ekspresi wajahnya begitu mendengar bagaimana menenangkannya suara Rumi yang sedang memperkenalkan dirinya.
"Oh, saya Dika Mba, salam kenal juga." Lucu sekali, usianya sudah masuk usia dewasa. Tapi sekarang ia malah terlihat seperti bocah yang sedang kasmaran.
Tunggu! Jangan bilang kalau Dika sedang mengalami yang namanya jatuh cinta pada pandangan pertama pada kakak dari temannya ini?
semangat berkarya kak🥰
kalau Kaka bersedia follow me ya ..
maka Kaka BS mendapat undangan dari kami. Terima kasih