Ketika adik-adiknya sudah memiliki jodoh masing-masing, Ara masih diam tanpa progres. Beberapa calon sudah di depan mata, namun Ara masih trauma dengan masa lalu. Kehadiran beberapa orang dalam hidupnya membuat Ara harus memilih. Teman lama atau teman baru? Adik-adik dan keluarganya atau jalan yang dia pilih sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon veraya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 22 : Jebakan mimpi
Saka berdiri di depan sebuah pintu ganda berwarna emas dan berhiaskan ukiran sulur-sulur tanaman. Pintu besar itu membuka dan menyajikan interior sebuah kamar yang luas dan indah.
Tempat tidur terbuat dari kayu berada di tengah-tengah ruangan dikelilingi tebaran kelopak mawar yang harum luar biasa. Tiang-tiang di keempat penjurunya dihiasi kelambu yang terbuka separuh. Kelambu tipis dan transparan itu melambai halus tertiup angin yang entah dari mana datangnya.
"Di mana ini?" Saka mengernyitkan alisnya sambil mengedarkan pandangan.
Berbeda dengan pintu emas tadi, ruangan kamar ini terkesan lebih redup dengan cahaya yang temaram dari lampu-lampu dengan pendar api kecil.
"Mas Saka..."
Sayup-sayup Saka mendengar suara perempuan yang mirip dengan orang yang dikenalnya. Saka ingin melangkahkan kakinya masuk ke dalam namun hatinya masih ragu-ragu.
"Masuklah, tidak apa-apa." suara itu makin jelas dan membujuk.
"Ara? Aradila?"
Saka benar-benar seperti mendengar suara Ara yang lembut dan memanggilnya semakin mendekat.
Dari balik kelambu itu Saka melihat ada sosok perempuan yang sedang duduk pose Mermaid sambil memainkan kelambu. Sesekali dia tertawa kecil.
"Ke sini. Kemarilah. Aku sudah lama menunggumu."
Bagaikan terhipnotis, Saka berjalan mendekat perlahan-lahan tanpa melepaskan pandangannya dari sosok Ara itu.
Ketika Saka menyibak kelambu itu, perempuan itu bangun lalu mendekatkan dirinya sambil mengulurkan tangan, melingkarkannya di leher Saka sambil tersenyum manis. Mata itu indah sekali.
"Kenapa baru datang? Bukankah kamu sayang sama aku? Jangan lama-lama pergi meninggalkanku sendirian di sini, Mas."
Saka membelai rambut Ara yang hitam dan panjang. Saka baru sadar bahwa keduanya kini tidak berpakaian lengkap. Saka hanya memakai bawahan seperti sarung pendek sedangkan Ara memakai kemben dari dada sampai atas lutut
Saka menelan ludah.
Kepala Ara mendekat kemudian menciumi wajah Saka berurutan dari mulai dahi, hidung, pipi, dan terakhir di bibirnya.
Saka bingung dengan Ara yang sedang berada di hadapannya kali ini. Namun seperti tidak bisa menolak atau mundur, Saka mengikuti irama sentuhan dan pelukan Ara di badannya. Saka terhanyut oleh romansa. Logikanya seolah lenyap ketika menghadapi belaian Ara.
Sosok Ara menyentuh mata Saka dengan telapak tangannya hingga mata Saka benar-benar tertutup. Dia tertawa kecil sambil membelai rambut belakang Saka.
"Kamu milikku, Saka."
Seketika wajah Ara berubah menjadi wajah Risty.
...* * * * *...
Saka terbangun dengan tengkuk kepala pegal dan badan yang luar biasa lelah. Dia tidak pernah absen minum vitamin tapi kenapa malam tadi terasa sangat melelahkan?
Saka merasa bermimpi sesuatu tapi dia tidak ingat apa yang dia impikan. Saka beranjak dari tempat tidur untuk mengambil air putih. Dari pantulan cermin, dia seperti melihat wajah Risty yang sedang tersenyum.
Saka mengedipkan matanya berkali-kali sampai bayangan itu menghilang. Saka menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan-lahan. Saka berharap halusinasi itu hanya efek dari kelelahan bekerja. Dia menyibukkan diri dengan jadwal yang padat.
Saka turun ke bawah untuk minum. Rasanya seperti berjalan jauh dan lupa minum. Sebotol air mineral dia habiskan sampai tuntas.
“Sudah bangun?” Suara Risty mengejutkan Saka sampai hampir memuntahkan isi mulutnya.
Risty terlihat seperti baru saja mandi. Handuk piyama masih menempel di badannya. Rambut pendeknya membuat leher terbuka Risty semakin terlihat indah.
“Kenapa kamu bisa ada di sini?” tanya Saka dengan mata terbuka lebar.
"Aku selalu punya jalan untuk masuk ke rumahmu, Saka."
Risty berdiri di hadapan Saka.
“Hijrah itu penuh perjuangan, ya? Kemarin kamu sampai nggak kuat…”
“Jangan omong kosong!"
“Kenapa? Aku ngomong apa adanya, kan? Masa lalu nggak akan bisa dihapus, Saka. Jadilah dirimu sendiri, untuk apa kamu jadi orang lain demi predikat anak baik kalau ujung-ujungnya kamu tidak dihargai juga."
Hati Saka meradang. Matanya terlihat merah menahan gejolak.
“Tenanglah Saka. Aku yang paling tahu kamu seharusnya berlabuh ke mana. Cuma aku. Cuma aku yang paham bagaimana kamu menderita di tengah-tengah keluarga bahagia itu."
Risty memandang foto keluarga di dinding.
“Pembohong! Kamu meninggalkanku demi laki-laki lain!”
“Itu karena kamu tidak mau sejalan denganku! Coba kalau kita baik-baik saja, kamu nurut apa kataku, aku tidak akan menghukummu seperti itu.”
Saka melirik tajam pada Risty.
“Kamu tidak pernah mencintaiku, Risty. Buat apa kamu kembali? Sudah bosan bermain dengan para lelaki selingkuhanmu itu?”
Mata Risty sayu menatap mata Saka.
“Apakah cinta itu perlu, Ka? Aku hanya tahu bagaimana aku memuaskanmu, memenuhi segala kebutuhanmu, berjalan di sampingmu. Tapi kamu tidak mau timbal balik. Kamulah yang ninggalin aku duluan, Saka!”
Risty memeluk kepala Saka dan ingin menciumnya, tapi Saka menolak. Tangannya mendorong bahu Risty.
“Kenapa kamu menolakku? Kamu menyiksa dirimu sendiri dengan menolak perasaanmu sendiri, Saka. Kamu suka sama aku, aku cinta pertama kamu, kamu nggak bisa lepas dari aku.”
“Keluar dari sini!"
Saka merasakan sakit hatinya selama ini melonjak sampai ke tenggorokan. Dia hampir saja kambuh, tapi dia ingat bagaimana Ara mengingatkannya untuk tetap bernafas.
Rasa sesak di dada Saka kali ini justru terpantik karena Saka merasa bersalah pada Ara hingga membuat Ara ketakutan. Wajah ibu Saka tergambar bergantian dengan wajah Ara. Wajah yang sama-sama diliputi rasa takut ketika melihat Saka.
Saka merasa penyesalannya tidak akan pernah termaafkan.
“Kamu punya wanita lain?” tanya Risty.
Saka merangsek maju ke depan Risty.
“Apa urusanmu aku punya wanita lain atau tidak. Kalaupun ada, itu sudah sewajarnya. Kamu bisa berpindah ke lain hati, aku juga bisa. Sekarang, aku tidak membutuhkanmu lagi." ketus Saka.
“Namanya Ara, kan?”
Saka terkejut nama itu disebut mulut Risty, tapi dia berusaha menutupi.
“Siapa Ara?”
“Kamu pura-pura tidak tahu? Atau sedang melindunginya? Kamu sebut-sebut nama dia tadi malam."
“Apa yang kamu lakukan padaku tadi malam?"
Risty tertawa jahat sambil menutupi mulutnya.
“Risty…!”
“Aku punya rekamannya di sini." Risty menunjukkan ponselnya. “Kamu mau aku hancurin Ara dulu baru kamu mau sama aku? Biar tidak ada wanita lain di hatimu?”
“Apa maksudmu?”
“Film dari adaptasi cerita Ara sedang digarap di rumah produksiku. Sekali bilang batal, semuanya berakhir.”
Mata Saka meradang menatap Risty. Kebenciannya bertambah terhadap wanita itu.
“Kamu nggak bisa. Nama baikmu dipertaruhkan kalau kamu batalin film itu. Berpikirlah yang realistis!”
"Kalau begitu...kamu bisa menolongku dan aku bisa menolongmu, Saka."
Seketika Saka merasa memori-memori di dalam kepalanya bangkit menyeruak dan menghantam seperti godam.
Ketika ayahnya melecut kakinya, ketika ayahnya murka karena Saka peringkat dua. Ayahnya selalu ingin Saka jadi yang teratas, nomer satu, menang, dan tidak terkalahkan.
Lemah adalah aib. Tidak berguna.
Balas anak itu, jangan diam saja! Sampai kapan kamu mau dipukuli terus?!
Kata-kata ayahnya terus terngiang di telinga Saka. Saka merasa sakit kepala tak terkira. Dia memejamkan matanya. Memorinya berganti dengan wajah ibunya yang memelas, memohon padanya untuk tidak menyakiti diri sendiri. Memohon padanya untuk berhenti.
Ibu yang selama ini tahu apa yang dilihat Saka namun memilih diam karena rasa cinta kepada ayahnya lebih besar. Bagi ibunya, cinta selalu bisa memaafkan. Selalu ada manusia tersesat yang harus dibimbing kembali ke jalan yang benar dengan cinta.
Tapi Saka tidak bisa. Dia lebih memilih pergi menjauh karena dia tidak tahu bagaimana cara mencintai ayahnya. Atau sekedar memaafkannya. Bagaimana caranya?
"Hentikan semua ini..." Saka meracau sambil menutup kedua telinganya. Suara dengung itu tiba-tiba muncul bersamaan dengan kehadiran Risty dalam memori Saka.
Risty yang dikelilingi gemerlap lampu warna-warni. Risty yang bernyanyi riang. Risty yang mengulurkan tangannya, membawanya, dan menemaninya masuk ke dalam kegelapan.
Dalam setengah kesadaran Saka, Risty membisikkan sesuatu di telinga Saka sambil menutup kedua mata Saka dengan sebelah telapak tangan. Sedangkan sebelah telapak tangannya yang satu lagi melipir ke belakang leher Saka.