Rama Abimana, seorang pengusaha mudah yang di khianati oleh tunangannya sendiri. Dia dengan sengaja berselingkuh dengan sekretarisnya karena alasan yang tak masuk akal.
Hingga akhirnya dia memutuskan untuk membalas dendam dengan menikahi seorang wanita secepatnya.
Siapakah wanita yang beruntung di nikahi oleh seorang Rama Abimana?
Seorang pengusaha muda terkaya sekaligus pewaris tunggal perusahaan besar Abimana Corporation.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rishalin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
"Teh beliiii!!!!" teriakan anak-anak itu menggema dihalaman rumah.
Vika menghela napas panjang lalu segera bangkit.
"Sudah biar Ibu aja yang layani, kalian lanjutin aja makannya." Bu Darmi mencekal Vika yang hendak bangkit.
"Makasih ya Bu, maaf ngerepotin lagi." Vika tersenyum getir.
Bu Darmi hanya membalasnya dengan ulasan senyum tipis, lalu segera melangkah keluar rumah.
"Kok Ibu sih yang keluar? Kita kan mau dilayani sama Teteh yang cantik itu." protes salah satu anak.
"Si Tetehnya lagi makan dulu, jadi Ibu dulu aja yang layani ya, nanti kalau mau dilayani sama si Tetehnya jajan lagi kesini." ucap Bu Darmi mengulum senyum.
"Yahh tekor dong uang jajan kita kalau gitu Bu." celoteh satu anak lainnya.
"Yaudah mau jadi gak nih jajannya, Ibu juga mau makan." Bu Darmi tertawa kecil.
"Iya deh iya, aku beli ini, kamu mau beli apa?" Salah satu anak menunjuk salah satu jajanan lalu menyenggol satu temannya.
"Saya mau ini aja deh Bu." jawab anak yang satunya.
Setelah anak-anak itu berlalu Bu Darmi segera kembali masuk untuk melanjutkan makannya, mereka akhirnya makan bertiga layaknya sebuah keluarga.
*****
Sehari
Seminggu
Hingga sebulan
Syarin masih saja terbaring lemah dirumah sakit, hanya cairan infus dan alat-alat medis lah yang menjadi penopang hidupnya saat ini.
Wajah Syarin kini mulai terlihat tirus dengan kelopak mata yang cekung.
Setelah 3 hari tanpa makan dan minum kini sudah sebulan lamanya ia kembali tak mendapat asupan selain cairan infus, membuat tubuhnya semakin kurus.
Rama sampai kewalahan karena harus bulak-balik antara kantor dan rumah sakit, meski disana ada banyak perawat yang menjaga, tetap saja Rama ingin berada disamping Syarin saat ia tersadar nanti.
Rama yang hari ini terpaksa meninggalkan Syarin karena sedang menghadiri meeting mendesak.
Ia tiba-tiba mendapat panggilan dari pihak rumah sakit, ia menggeser tombol hijau itu kesamping dengan harap-harap cemas.
Entah kabar baik atau buruk yang akan ia terima saat ini.
"Selamat siang Pak Rama, maaf mengganggu waktunya, kami hanya ingin mengabarkan bahwa Bu Syarin sudah siuman sekarang." Wanita itu berkata sesaat setelah panggilan tersambung.
"Ya, saya kesana sekarang!"
Rama segera menyambar jasnya lalu berlalu begitu saja meninggalkan meeting yang masih berlangsung.
Pak Bram meremas kertas ditangannya karena tingkah Rama yang seenaknya, ia cukup geram dengan perubahan sikapnya anaknya akhir-akhir ini.
***
Setibanya dirumah sakit Rama segera berlari keruangan Syarin, ia bernapas lega saat melihat Syarin kini tengah duduk bersandar diranjangnya.
"Kamu udah sadar Sya?" Rama segera berhambur memeluk Syarin.
Matanya berlinang air mata, merasa bersyukur karena Syarin kini sudah kembali, ia tak memperdulikan para dokter yang sedang berdiri disana.
"Aku pikir kamu gak akan kembali lagi Sya, aku gak akan memaafkan diriku sendiri sampai kapanpun jika itu sampai terjadi." Rama menangis sesegukan dipelukan Syarin.
Ia segera mengurai pelukannya saat sama sekali tak ada respon dari Syarin, ia segera menoleh pada para dokter yang kini sedang menatapnya.
Matanya seolah mengatakan "apa yang terjadi pada Syarin saat ini?"
Rama segera melangkah mundur untuk memberi ruang pada para dokter untuk memeriksa kondisi Syarin.
"Selamat siang Bu Syarin, saya dokter Mira, saya yang menangani anda selama anda sakit, apa Ibu mengingat kejadian apa yang menimpa Ibu sampai harus terbaring sakit disini?" Dokter itu berkata seramah mungkin.
Sementara Syarin hanya menggeleng lirih.
Rama segera duduk samping Syarin lalu kembali merangkulnya, ia tak menyangka jika perbuatannya akan mempengaruhi mental Syarin.
"Apa Ibu tau siapa pria yang kini berada disamping Ibu?" Dokter itu kembali bertanya untuk memastikan dan dibalas dengan jawaban yang sama oleh Syarin.
Hingga tak berselang lama Syarin kembali terkulai lemas dipelukan Rama.
"Gak papa, itu kondisi yang wajar pasca terbangun dari koma, sepertinya memori Bu Syarin masih belum sepenuhnya kembali, tapi kondisinya kini sudah stabil, kita tunggu saja sampai dia bangun kembali." Dokter itu menjelaskan.
Rama membelai puncak kepala Syarin, mengukir senyum dengan mata yang kini kembali berembun.
Ia merasa cukup senang karena Syarin kini sudah kembali terbangun, tak apa meski ia tak lagi mengingatnya.
Rama merasa itu lebih baik daripada Syarin harus kembali mengingat kejadian yang sebenarnya.
Ia berjanji akan memperbaiki sikapnya dan mulai menerima Syarin sebagai Istrinya, ia akan mengubah kenangan buruk mereka menjadi kenangan indah.
Satu jam
Dua jam
Tiga jam
Namun Syarin belum menunjukan tanda-tanda akan kembali bangun, ditengah kecemasannya ia dikejutkan dengan kemunculan Pak Burhan yang tiba-tiba.
"Apa yang sudah kamu lakukan sama anakku hah? Kenapa dia sampai terbaring dirumah sakit seperti ini?" Pak Burhan mencengkram kerah Rama.
"Tenang dulu Pak, tolong dengarkan dulu penjelasan saya." Rama berkata dengan gelagapan.
Ia merasa heran kenapa Pak Burhan bisa tahu akan hal ini.
Bahkan ia tau ruangan tempat Syarin dirawat padahal ia sudah menutupi hal ini rapat-rapat agar Pak Burhan tak mengetahuinya.
"Saya gak butuh penjelasan kamu, mana janji kamu yang katanya akan menjaga Syarin dengan baik? Kamu bahkan membuat Syarin terbaring disini selama berbulan-bulan dan menutupi hal itu dariku." Pak Burhan berkata dengan suara yang bergetar.
Ia pikir selama ini Syarin hidup bahagia karena sudah menikahi seorang pria kaya, namun pikiran itu seketika sirna saat mengetahui fakta yang sebenarnya.
"Saya cuma gak mau kondisi Bapak semakin memburuk kalau mengetahui hal ini, saya takut penyakit Bapak akan kembali kambuh kalau melihat kondisi Syarin seperti ini." Rama meraih kedua lengan Mertuanya untuk memohon maaf.
"Kondisi saya sudah lebih baik berkat anakku yang rela mengorbankan kebahagiannya demi Ayahnya yang tak berguna ini." air mata yang sejak tadi ditahan Pak Burhan akhirnya luruh juga.
"Siapa kalian?" Suara serak nan parau itu berhasil menghentikan perdebatan dua pria disana.
"Syarin anakku kamu sudah sadar Sayang?" Pak Burhan segera berhambur memeluk Syarin namun dengan cepat didorong olehnya.
"Maaf Bapak siapa ya?" Syarin mendekap tubuhnya dengan selimut.
"Kamu gak ingat sama Bapak Nak?" Pak Burhan menatap Syarin nanar.
Sementara Syarin hanya menggeleng cepat dengan ekspresi takut.
Rama yang melihat hal itu segera memanggil dokter, hingga tak berselang lama datang dua orang dokter yang akan kembali memeriksa kondisi Syarin.
Pak Burhan segera melangkah mundur guna memberi ruang pada para dokter untuk memeriksa Syarin.
"Selamat sore Bu Syarin, Ibu sasih ingat saya?" Dokter berkata disela pemeriksaannya.
Namun Syarin kembali menggeleng dengan ekspresi takut.
"Baiklah, apa Ibu tau kalau nama Ibu sendiri Syarin?" Kali ini Syarin mengangguk lirih.
"Apa Ibu ingat kejadian sebelum Ibu bisa berada disini?" Syarin kembali menggeleng lirih.
"Saya cuma ingat kalau saya kabur ke rumah teman, saya takut dimarahi Ibu karena nilai raporku merah semua." Nada bicara Syarin masih terdengar serak dan lemah.
"Jadi umur kamu berapa sekarang?" Pertanyaan dokter itu berubah santai.
"Umur saya 17 tahun, saya masih sekolah kelas 3 SMA." jawab Syarin polos.
Rama pasti sudah meledakan tawanya jika bukan sedang berada disamping Pak Burhan, ia merasa lucu saat mengetahui kenakalan Syarin dimasa lalu.
Dan bahkan kini ia mengaku masih berusia 17 tahun.
"Apa kamu mengenal dua orang pria yang berdiri dibelakang saya?" Dokter itu menggeser posisinya untuk memperlihatkan Rama dan Pak Burhan.
"Bapak itu hampir mirip Ayah saya namun lebih tua dan kurus, tapi Om yang disebelahnya saya gak kenal." Syarin berkata dengan polosnya.
Rama kembali mengatupkan bibirnya saat mendengar panggilan "Om" yang disematkan Syarin untuknya, padahal mereka hanya selisih usia 5 tahun saja saat ini.
"Bapak ini memang benar Ayah kamu, dan Om yang disebelahnya adalah Suami kamu." dokter itu menunju Pak Burhan dan Rama bergantian.
"Jadi mereka Ayah dan Suamiku, gak, gak mungkin, dokter pasti bohongkan? Pasti kalian komplotan pencucian otak yang mau menjebakku agar mau menuruti semua perintah kalian kaya difilm-film itu kan?" Syarin memeluk lutut dengan tubuh mengigil.
"Tak apa kalau kamu belum bisa mengingat semuanya, tolong kamu catat hal apa saja yang kamu ingat dalam buku ini." dokter itu menyodorkan sebuah buku kecil dengan sebuah pena.
"Kalian bisa ikut saya sebentar, biarkan Bu Syarin istirahat dulu supaya bisa memulihkan ingatannya." Dokter itu mengajak Rama dan Pak Burhan keruangannya untuk membahas kondisi Syarin.
************
************
jadi penisirin.