"Jangan harap aku akan tunduk kepada siapapun! Apalagi seorang wanita sepertimu!" Alaska Dirgantara.
"Sekeras apapun hatimu menolakku, aku tidak peduli! Akan aku pastikan hati sekeras batu itu luluh dengan caraku!" ucap Arumi Nadya Karima.
Alaska Dirgantara, merupakan pewaris tunggal Dirgantara. Pria keras dan kasar yang terpaksa harus menerima perjodohan dengan wanita pilihan Papa Farhan---ayah kandungnya, sebagai syarat untuk mendapatkan aset keluarganya.
***
Terbangun dari koma selama tiga bulan, Arumi Nadya Karima dikagetkan dengan status barunya yang tiba-tiba sudah menjadi istri dari pria kejam yang bahkan tidak dikenalinya sama sekali. Dan lebih parahnya lagi, ia hanya dijadikan alat untuk mempermudah jalannya mendapatkan aset Dirgantara dari ayah mertuanya.
Akankah Arumi mampu menjalini hari-harinya berganti status seorang istri dari pria keras dan kejam? Atau memilih pergi dari suaminya? Yuk ikuti kisah selanjutnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lina Handayani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 22 : Kedatangan Papa Farhan
..."Jangan terus menutupi kebohongan, karena pada akhirnya semua akan terbongkar juga. Dan jangan bertingkah seolah pasangan yang paling bahagia jika dibaliknya penuh dusta."...
...~~~...
Alaska tersenyum puas melihat Arumi merintih kesakitan karena ulahnya sendiri. "Bagus dan ingat itu baik-baik! Aku tidak mau hal itu terulang lagi!" ucapnya yang semua keputusannya itu bersifat final tanpa pengecualian.
"Iya Mas," kata Arumi dengan menunduk ketakutan sembari memegang pergelangan tangan kanannya yang masih sakit.
Entah kenapa, Arumi tidak bisa melawan karena Alaska terlihat begitu marah. Apalagi perlakuannya itu sangat tidak wajar, membuatnya tersiksa jika terus bersama suami kejam seperti Alaska.
"Hem, ternyata aku harus bersikap kasar dulu untuk membuatmu tetap nurut. Mulai sekarang dan kedepannya, aku akan memperlakukanmu lebih dari tadi! Kamu siap-siap saja menjaga mentalmu itu," ucap Alaska dengan seringai di bibirnya yang membuat sekujur tubuh Arumi merinding karenanya.
"Jangan Mas! Aku tidak mau mempunyai suami kasar seperti Mas Alaska! Lebih baik aku pulang ke rumah Abi saja di Bandung, daripada harus tersiksa dengan pernikahan ini," kata Arumi dengan sedikit menjauh dari Alaska karena takut dikasari lagi.
Kedua tangan Alaska mengepal kuat dan terasa begitu dingin, sorot matanya tajam menatap Arumi dengan penuh amarah. Emosinya kian memuncak, ia tidak bisa mengendalikan dirinya lagi jika sudah seperti itu.
Tanpa terduga, Alaska mencengkram dagu Arumi dengan sangat kuat, sehingga membuat istrinya merintih kesakitan.
"Apa yang kamu katakan barusan? Coba ulangi sekali lagi!" tegas Alaska semakin menekan kuat dagu Arumi.
"Aaaww! Mas sakit, sudah jangan lagi! Aku cuma mau pulang saja, karena Mas sangat kejam terhadap diriku," ucap Arumi sembari berusaha melepaskan tangan kasar Alaska yang terus menekan dagunya.
"Jangan pernah katakan itu lagi! Aku tidak suka! Dan kamu tidak akan pernah aku kembalikan kepada orang tuamu sebelum rencanaku berhasil," ucap Alaska terus menekan dagu Arumi sehingga membuat istrinya merasakan sakit yang begitu sangat.
"Aaaww! Mas lepaskan! Ini sakit sekali," rintih Arumi disela rasa sakit yang dibuat oleh Alaska.
Seketika tangan besar itu melepaskan cengkraman dari wajah istrinya. Namun, tatapannya tetep begitu tajam memperhatikan gerakan Arumi.
"Jangan berharap kamu bisa lepas dariku, karena sampai kapanpun aku tidak akan melepaskanmu!" tegas Alaska tidak memberikan ruang untuk Arumi membantahnya.
"Tapi mau sampai kapan Mas?" tanya Arumi dengan mata sendu, seakan menunjukan rasa sakit yang ia alami.
"Entahlah! Sekarang kamu makan saja! Aku tidak ingin Papa tahu soal ini. Cepatlah sembuh," ujar Alaska tidak memperdulikan pertanyaan yang dilontarkan oleh istrinya.
"Iya Mas, tapi Mas belum makan juga kan?" tanya Arumi setidaknya ia masih mempunyai hati nurani dengan memperhatikan kesehatan Alaska, walaupun sudah menyakitinya.
"Tentu saja aku belum makan, sedari tadi hanya ngurusin kamu yang pingsan itu," ketus Alaska membuat hati Arumi terasa begitu sakit mendengarnya.
"Ya udah kita makan bareng yuk Mas? Sini biar aku suapin lagi," ucap Arumi tetap tersenyum walaupun rasa sakit di pergelangan tangan juga leher, dan dagunya masih terasa.
"Kamu makan saja sendiri. Aku gerah, mau mandi saja. Lagian aku sudah tidak nafsu lagi untuk makan," jawab Alaska sembari melenggang pergi dari hadapan Arumi dan masuk ke dalam kamar mandi yang berada di dalam kamarnya itu.
Brakk!
Pintu kamar mandi pun tertutup begitu kencang, membuat Arumi kaget dan juga sakit di hatinya mendengar penolakan dari Alaska. Apalagi tanpa menunggu jawaban darinya, suaminya itu sudah pergi meninggalkannya begitu saja.
"Astaghfirullaahaladim! Hiks! Apa aku sanggup menghadapi suamiku yang sangat kasar itu? Hatiku sakit mendengar setiap apa yang dilontarkannya kepadaku," gumam Arumi. Kini air matanya sudah merembas ke pipi mulusnya, ia tidak kuasa untuk menahannya lagi.
****
Sepuluh menit kemudian, Alaska telah keluar dari dalam kamar mandi. Matanya menatap sekeliling. Namun, ia tidak menemukan istrinya di dalam kamarnya itu. Ternyata Arumi sudah tidak berada di dalam kamarnya lagi, ia keluar tanpa sepengetahuan suaminya.
Dilihat kamar tetep rapih sama seperti sebelum Arumi menempatinya, nampak baju tidur di atas tempat tidur yang ia yakini Arumi menyiapkan itu untuknya.
Terukir senyum di bibirnya, ia mulai menyukai sikap Arumi yang sudah menuruti setiap kata-katanya hanya dengan satu kali perintah.
"Hem ... tenyata dia pintar juga membuat aku suka dengan sikapnya itu. Setelah ganti baju, aku akan menemuinya untuk memastikan keadaannya nanti," kata Alaska kini bersiap agar cepat pula ia mencari keberadaan istrinya yang tiba-tiba menghilang itu.
Setelah mandi, kini tubuh Alaska kembali segar, ia sudah siap dengan pakaian tidurnya. Tanpa menunggu lama, Alaska segara keluar dari dalam kamar dan mencari keberadaan Arumi. Kakinya mengayun menuruni anak tangga, tetapi ia belum melihat Arumi. Tujuannya kini ke dapur. Namun, belum sampai di dapur, ia sudah melihat Arumi yang sedang menyiapkan makan malam untuknya yang tadi sempat tertunda.
Lantas Alaska pun duduk di kursi makan yang biasa ia tempati. Arumi dengan telatan melayani suaminya dengan sangat baik. Namun, sepanjang Alaska menikmati masakan istrinya itu, tidak ada kata yang keluar dari keduanya. Keduanya hanya diam saja sampai Alaska selesai menghabiskan makanan di piringnya.
"Kamu sudah minum obat yang pelayan berikan tadi?" tanya Alaska. Ini kali pertama ia mengatakan sesuatu dan melerai rasa canggung.
"Sudah tadi Mas," jawab Arumi singkat.
"Bagus! Sekarang kamu istirahat ke kamar!" kata Alaska tanpa senyum.
"Sebentar lagi Mas, aku harus membereskan semua ini dulu," ujar Arumi yang membuat Alaska menatapnya heran. Namun, ia tidak memperdulikan itu.
"Oh, setelah pekerjaanmu selesai, kembalilah ke kamarmu langsung istirahat. Aku tidak ingin kau merepotkanku lagi," ucap Alaska membuat sakit di hati Arumi semakin bertambah.
Arumi hanya mengangguk, sedangkan Alaska kembali ke dalam kamarnya tanpa memperdulikan Arumi yang masih lemas, tetepi istrinya itu tetep membersikan piring dan gelas bekas suaminya makan.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Keesokan harinya, Alaska kembali ke aktifitas seperti biasanya. Ia sudah rapih dan siap untuk berangkat ke kantor. Begitupula dengan Arumi, ia pagi-pagi sekali sudah menyiapkan sarapan untuk suaminya seperti biasa.
Kini keduanya sedang berada di meja makan dan menyantap masakan buatan Arumi. Namun, disela kegiatannya menyantap sarapan pagi. Tiba-tiba bel berbunyi menandakan ada seseorang yang datang.
"Biar aku yang buka pintunya Mas," ucap Arumi yang kini beranjak dari kursi setalah mendapatkan anggukan dari Alaska, lalu membuka pintu utama yang jaraknya lumayan jauh dari meja makan, karena saking luasnya rumah pemberian Alaska.
"Eh Papa, silahkan masuk Pa," ucap Arumi cukup kaget dengan kedatangan orang tua dari suaminya itu.
Papa Farhan tersenyum melihat menantunya yang membuka pintu rumah. "Assalamualaikum. Arumi di mana Alaska?" tanyanya yang kini langsung mencari keberadaan putranya.
"Wa'alaikumsalam. Itu Pa, di meja makan sedang menikmati sarapan pagi," jawab Arumi dengan berusaha tersenyum dan bersikap baik-baik saja.
Tanpa berbicara apapun lagi, Papa Farhan memasuki rumah dan menghampiri Alaska.
"Alaska!" panggil Papa Farhan dengan cukup keras membuat putranya itu terlonjak kaget.
"Hah Papa. Kok bisa ada di sini?" tanya Alaska, ia cukup kaget dengan kedatangan papanya yang tiba-tiba itu.
"Ya, Papa datang ke sini tanpa memberitahumu. Apa yang kamu lakukan kepada Arumi sampai dia pingsan?" tanya Papa Farhan membuat suasana menjadi tegang.