siapkan tisu sebelum membacanya ya geees.. cerita mengandung bawang 😅
" kamu harus menikah dengan Rayhan. Shena" ucap ibu lirih
"Kenapa harus Shena Bu? bagaimana dengan mas Arhan yang sedang berjuang untuk Shena?" aku menyentuh lembut jemari ibuku yang mulai keriput karena usia yang tidak muda lagi.
"menikahlah Shena. setidaknya demi kita semua, karena mereka banyak jasa untuk kita. kamu bisa menjadi suster juga karena jasa mereka, tidakkah ada sedikit rasa terima kasih untuk mereka Shena?"
ibuku terlihat memohon
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KU TUNAIKAN KEWAJIBANKU
Sebulan berlalu, aku terus berpura – pura dengan hubungan ini. Terutama kepada ibu mertuaku yang selalu mendesak untuk mendapatkan seorang cucu dariku. Seandainya ibu tahu apa yang terjadi dengan aku dan putranya itu. Mungkin ibu tidak akan meminta cucu dariku.
“Kalian bisa program khusus, pergilah ke dokter kandungan. Entah kenapa ibu merasa usia ibu tidak akan lama lagi. ibu merasa akan pergi setelah ini” ucapnya lirih
“Jangan bicara seperti itu, Bu” mas Rayhan menyentuh jemari ibunya yang sudah keriput itu dengan lembut.
Perlahan kondisi ibu semakin memburuk dan badannya semakin hari semakin kurus. Dan itu membuatku juga mas Rayhan sangat khawatir. Apalagi soal keinginannya yang belum bisa kami wujudkan. Semua itu tergantung mas Rayhan sendiri bukan?
“Kami akan berusaha lagi Bu, ini kan baru sebulan” ucap Mas Rayhan
Aku menatap Mas Rayhan dengan rasa sedih yang terpendam. Tidakkah dia sadar dengan ucapannya itu? Bahkan untuk sekedar menerima uluran tanganku saja dia tidak mau. Hanya sekali, itu pun saat kami selesai ijab Qobul.
“Ibu faham, Anak. Ibu Cuma takut” ucap Ibu.
“Sudah Bu. Jangan terlalu dipikirkan ini sudah malam, lebih baik Ibu istirahat, nggak baik buat kesehatan ibu kalau tidur larut malam” ucapku berusaha mengalihkan pembicaraan dan menenangkan perasaan mertuaku.
“Maafkan Ibu, Shena. Kalian jadi tidak ada waktu untuk menikmati pengantin baru karena kalian sibuk mengurus Ibu” ucap mertuaku itu dengan mata yang sudah berkaca – kaca
“Tidak apa – apa Bu, Shena senang melakukannya, karena Shena sudah menganggap ibu sebagai ibu Shena sendiri. Jadi mengurus ibu itu sudah menjadi tanggung jawab Shena Bu” ucapku sambil tersenyum
Setelah ibu berbaring dan Aku dan Mas Rayhan keluar dari kamar Ibu bersama – sama. Perasaanku jauh berbeda dari hari sebelumnya. Sebab ini adalah pertama kalinya Ibu bicara seperti itu kepada kami berdua. Sebenarnya aku takut akan segala hal tentang Mas Rayhan. Aku tidak tahu kehidupannya di luar sana seperti apa. Aku belum pernah melihat Mas Rayhan sholat sekalipun. Sejak dulu aku hanya melihat dia pas jum’atan selebihnya aku tidak pernah melihatnya sholat.
Aku meletakkan ponsel di atas nakas di samping tempat tidur kami. Supaya kalau ibu membutuhkanku aku mendengarnya. Aku menghela napas sejenak mencoba mengabaikan Mas Rayhan yang masih terlihat aneh memandangku sejak tadi.
“Dengar Shena, ada yang perlu kita bahas” ucapnya memecah keheningan.
Aku menoleh ke arahnya, mencoba mendengar apa yang akan dia katakan “Kenapa Mas?”
“Kamu sudah mengerti apa yang ibu mau kan? dan kamu juga tahu, itu tidak akan terjadi jika kita tidak-“ ucapan mas Rayhan terhenti. Tapi aku paham apa yang di maksud Mas Rayhan.
“Aku paham, Mas” jawabku “Maaf, bukan maksud ku memotong pembicaraan mas.” Sambung ku
Sepertinya aku lebih nyaman menatap lantai atau langit – langit kamar daripada menatap wajahnya yang dingin dan menyeramkan bagiku. Walaupun banyak yang memuji kalau Mas Rayhan itu sangat tampan. Tapi tatapannya yang dingin dan tajam itu membuatku takut dan tidak nyaman.
“Saya akan meminta hak saya kali ini. Semua ini demi Ibu, apa kamu memahami itu, Shena!” ucapnya
Aku memandang sekilas wajah yang terlihat serius itu, bahkan lebih serius dari biasanya. Apakah ini saatnya untuk kami? Dan apakah setelah ini dia mau menerimaku sebagai istri yang seutuhnya? Sungguh aku masih bingung. Walaupun sebenarnya di hatiku masih ada Mas Arhan tapi di keyakinanku aku harus tetap berbakti kepada suami dan aku ikhlas akan berusaha membuka hatiku untuk suamiku.
“Jika kamu menolak, aku tidak akan memaksa” sambungnya
“Saya tidak berhak menolak mas, karena di mata Agama dan juga Negara saya sudah sah menjadi istrimu.” Aku menunduk tanpa memandang wajahnya lagi. rasanya, cukup menjawab tanpa melihat wajahnya.
Tidak terbayangkan olehku, tanpa ada rasa cinta. Bahkan Mas rayhan menganggap ku tidak ada selama ini. Tapi, biarpun atas dasar terpaksa atau kewajiban aku akan berusaha untuk ikhlas, mungkin ini awal kehidupan lebih baik untuk kami.
...****************...
Selesai membersihkan tubuhku, aku memandang Mas Rayhan yang masih terlelap itu. Ini sudah tiba waktu subuh, aku memberanikan diri untuk membangunkannya.
Tanganku terasa bergetar, padahal aku belum sempat menyentuh tubuhnya. Aneh! Bayangan itu masih jelas terlihat. Pertama kalinya pertama kalinya kau bisa memandang wajah tampannya. Astaghfirullah! Pikiranku menjadi aneh begini. kutepuk pipiku pelas setelah itu kembali ke tujuan semula yaitu membangunkan Mas Rayhan.
“Mas” aku menggoyangkan lengannya pelan, dia menggeliat sampai selimut yang menutupi tubuh Mas Rayhan tersingkap. Astaghfirullah! Ternyata Mas Rayhan masih belum mengenakan pakaiannya. “Bangun mas” ucapku seraya kembali menutup tubuh mas Rayhan dengan selimut itu kembali.
“Apa?” ucapnya menatapku tajam
Seketika aku melangkah mundur dan kutundukkan kepalaku. “Sudah mau subuh, Mas” ucapku, entah keberanian dari mana itu datangnya sehingga aku berani membangunkan Mas Rayhan
Bukannya menjawab Mas Rayhan malah kembali menarik selimut. Menutup sekujur tubuhnya dan mengabaikan aku yang berdiri selayaknya patung saat ini. Ya sudahlah suara adzan subuh pun sudah berkumandang, akhirnya aku mengabaikan Mas Rayhan. Toh, tidak melulu syurga itu harus bersama suami kan?
Ku bentang sajadahku di dalam kamar ini. Tidak lupa dengan niat. Setelah selesai sholat, ku langit kan do’aku untuk orang tuaku dan untuk kehidupanku. Aku akan berusaha sabar dengan segala ujian yang sudah menjadi takdirku.
Setelah selesai dengan kewajibanku sebagai hamba – Nya. Aku pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan untuk kami bertiga.
Aku membuatkan teh untuk Mas Rayhan seperti biasanya, dan aku kembali ke kamar. Berpikir kembali apakah dia masih tidur?
Ku buka pintu dengan pelan, takut dia terbangun dan menyalahkan aku. Ku tatap kasur yang ternyata sudah kosong itu, mungkin dia sedang mandi. Aku meletakkan teh di atas meja, berharap dia akan meminumnya.
Karena sebulan menikah dengannya, dia belum pernah meminum teh yang aku siapkan untuknya setiap pagi.
paling yaah jealous 2 dikit laaah
manusiawi kok...
biar si Rayhan 'lupa' pd naila..
kini dia hrs menjaga shena, masa depan nya
apa aj itu isinya????
wkwkwk
stlh shena sembuh,
gugat cerai ajalah si Rayhan...
Kdrt pun...
hahhh.
walaupun cerai itu boleh tp ttp dibenci.Alloh....
dan shena masa depanmu..
Ray...
bisakah kamu membedakannya?
bukan berarti kamu hrs melupakan Naila...
pria bermuka dua