Bianca, adalah wanita berusia dua puluh empat tahun yang terpaksa menerima calon adik iparnya sebagai mempelai pria di pernikahannya demi menyelamatkan harga diri dan bayi dalam kandungannya.
Meski berasal dari keluarga kaya dan terpandang, rupanya tidak membuat Bianca beruntung dalam hal percintaan. Ia dihianati oleh kekasih dan sahabatnya.
Menikah dengan bocah laki-laki yang masih berusia sembilan belas tahun adalah hal yang cukup membuat hati Bianca ketar-ketir. Akankah pernikahan mereka berjalan dengan mulus? Atau Bianca memilih untuk melepas suami bocahnya demi masa depan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vey Vii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cinta Pertama
Bianca dan Daniel menghabiskan malam mereka dengan bersantai dan menonton acara televisi favorit. Besok adalah hari libur, keduanya berniat untuk pergi ke pantai untuk melepas penat setelah sibuk bekerja selama beberapa minggu terakhir.
"Bagaimana jika kita pindah ke kamar ini," pinta Daniel sambil menunjuk kamar utama rumah mereka.
"Kenapa? Apa kau tidak nyaman tidur di kamar tamu?" tanya Bianca.
"Bukan begitu. Sayang sekali kamar luas seperti ini dibiarkan kosong. Bagaimana jika nanti Papa dan Mama datang berkunjung, mereka juga pasti ingin menginap," jelas Daniel.
Ia paham Bianca tidak mau tidur di kamar ini karena ini adalah kamar yang seharusnya menjadi kamar pengantinnya bersama Darren. Namun, kamar luas dengan segala fasilitasnya ini sangat disayangkan jika tidak ditempati.
"Aku akan meminta orang untuk merenovasi total kamarnya agar terlihat baru dan berbeda. Bagaimana? Kau setuju?" tawar Daniel lagi.
Melihat Daniel bersikeras, Bianca merasa tidak tega. Wanita itu akhirnya setuju dengan sedikit terpaksa.
Terlebih, Daniel kini selalu punya seribu alasan untuk bermalam menemani Bianca di kamar tamu, dan ia juga enggan tidur sendirian. Sangat disayangkan jika kamar seluas itu dibiarkan tak berpenghuni.
Melihat Bianca mulai menguap karena kantuk, Daniel mengajaknya tidur, namun wanita itu menolak dengan alasan film favoritnya belum selesai.
"Sudah pukul sebelas malam. Ayo tidur," ajak Daniel.
"Sebentar lagi, filmnya berakhir tiga puluh menit lagi," tolak Bianca.
Daniel menghela napas panjang. Ia berulang kali memperhatikan Bianca yang sudah menguap berkali-kali, kedua mata wanita itu pun nampak sudah layu.
"Tiga puluh menit itu lama," ujar Daniel.
"Tidak, sebentar lagi." Bianca menggeleng, kedua bola matanya fokus menatap layar televisi. Karena sudah terlanjur mengikuti alur film sejak awal, wanita itu khawatir tidak bisa tidur dengan nyenyak jika tidak bisa mengetahui akhir dari kisahnya.
"Kita bisa menonton ulang besok malam. Ayo tidur!" seru Daniel.
Bocah laki-laki itu segera menekan tombol off pada remote televisi dan menggendong tubuh Bianca ala pengantin baru.
"Hei, turunkan aku!" ucap Bianca terkejut. Tangannya merangkul erat leher belakang Daniel karena khawatir terjatuh.
"Diam saja!"
"Aku bisa jalan sendiri, Daniel. Ayo turunkan aku!" rengek Bianca.
"Jika kau terus memanggil namaku, maka aku akan menggendongmu berkeliling kompleks malam ini. Panggil aku 'sayang'," goda Daniel.
"Tidak mau! Ayo cepat turunkan aku!" Bianca berusaha memberontak. Namun tenaganya masih kalah jauh dibandingkan Daniel. Karena Bianca pun jelas kalah perihal ukuran tubuh.
"Hmm, aku tidak peduli kau mengantuk. Ayo berkeliling komplek!"
Daniel yang semula menggendong Bianca dan berjalan menuju kamar tamu, kini malah berbelok ke ruang tamu dan hendak keluar dari rumah.
"Daniel, jangan bercanda. Ini tengah malam," keluh Bianca.
"Lagi, lagi. Kau memanggil namaku lagi." Kedua mata Daniel melotot.
"Ah, ayolah. Turunkan aku!"
"Panggil aku sayang!"
"Ini pemaksaan!" Bianca mencebik.
Kini mereka sudah berada di depan pintu. Hanya dalam satu kata "Buka", maka pintu itu akan terbuka dan Daniel tidak main-main untuk menggendong istrinya berkeliling.
" Dalam hitungan ketiga. Satu, dua, ti ...."
"Baiklah, sayang!" seru Bianca.
MUACH!
"Aku juga sayang padamu!" Daniel tersenyum puas. Ia berbalik dan menggendong Bianca masuk ke dalam kamar.
Dengan hati-hati, Daniel menurunkan Bianca di atas kasur lalu memasang selimut untuk menutupi tubuh wanita itu.
"Aku harus ke kamar mandi," ujar Bianca.
"Tidak perlu. Ayo tidur!"
"Tapi, kan ...."
"Sayang, kau sudah cantik paripurna. Jika kau semakin cantik, aku khawatir ada yang merebutmu dariku," ungkap Daniel. Ia paham betul kebiasaan Bianca sebelum tidur, yakni melakukan perawatan pada wajahnya.
Mendengar Daniel memanggilnya sayang, Bianca tidak bisa menyembunyikan rasa gugupnya. Ia lebih memilih untuk diam dan tidak membantah.
"Kau tahu, aku jatuh cinta padamu bahkan saat umurku masih tujuh belas tahun. Kau cinta pertamaku," ucap Daniel sambil memeluk Bianca. Bocah laki-laki itu mengungkapkan perasaannya sambil memejamkan mata.
Lagi-lagi Bianca mendengar sebuah pengakuan yang mengejutkan dari suaminya.
"Sejak saat itu?" tanya Bianca. Ia masih ingat saat pertama kali bertemu Daniel di sebuah mall tanpa disengaja. Saat itu Bianca sudah tahu bahwa Daniel adalah adik dari Darren. Hanya saja, Daniel belum mengetahui status Bianca karena Darren belum memperkenalkannya secara resmi.
"Aku kira kau hanya teman kakakku. Aku sempat patah hati dan kecewa saat Kakak membawamu datang ke rumah dan memperkenalkanmu pada keluargaku," jelas Daniel.
"Itukah sebabnya kau bersikap cuek padaku, seolah-olah kau tidak setuju aku berpacaran dengan kakakmu?" tanya Bianca.
"Memang, aku memang tidak setuju!"
"Lalu?" Bianca mendongak, menatap suaminya yang terpejam.
"Bagaimana lagi, aku harus mengalah karena aku tahu kau tidak akan melirikku. Terlebih, kau jelas-jelas menganggapku adik." Daniel memanyunkan bibirnya.
"Sekarang aku milikmu!" Cup! Bianca mengecup singkat bibir Daniel. Membuat bocah laki-laki itu terkejut hingga kedua matanya terbuka lebar.
Mulut Daniel sedikit terbuka, ia melongo, tidak percaya dengan apa yang baru saja Bianca lakukan padanya.
"Apa aku sedang bermimpi?" batin Daniel. Ia mencubit pipinya sendiri.
"Aww, sakit!"
"Hei, kenapa begitu?" tanya Bianca.
"Apa kau baru saja menciumku?" tanya Daniel.
"Hmm." Bianca mengangguk.
"Aku kira aku sedang bermimpi," ucap Daniel sambil menjil*at bibirnya.
Bianca tersenyum, ia merasa cukup percaya diri mencium Daniel secara terang-terangan. Entah apa yang sedang mendorong hasratnya, wanita itu tampak berani dan berbeda dari biasanya.
***
***