Bercerita tentang seorang pemuda yang ditinggal menikah oleh wanita pujaannya dengan sahabatnya sendiri. Lebih tepatnya wanita yang disukainya itu pasangan sahabatnya sendiri. Ia menyukai wanita itu karena ada hal istimewa yang ada di dalam wanita itu.
Berbagai cara, dia lakukan untuk melupakan wanita itu. Namun hasilnya nihil, dia sudah berusaha untuk melupakannya. Dan itu sulit baginya. Wanita itu terlalu membekas di hatinya.
Hingga akhirnya ia bertemu wanita lain yang membuatnya jatuh cinta. Wanita sederhana dan senyum manisnya, yang membuatnya jatuh cinta. Berbagai cara dia lakukan untuk menyatukan cintanya pada wanita itu. Namun lagi-lagi ada halangan besar yang menghalangi perbedaan mereka.
Lalu apa yang akan dilakukan pemuda itu? Apakah pemuda itu tetap melanjutkan pilihan hatinya?
Atau dia akan menyerah dan merelakan wanita itu bersama dengan yang lain?
Ingin tahu lebih lanjut ceritanya, jangan lupa untuk membaca kisah selengkapnya....
Happy reading....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jyoti_Pratibha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Derandra menyendokkan es buah itu ke dalam mulutnya. Setiap tegukan adalah sebuah perjalanan singkat menuju surga tropis.
Manisnya sari buah lobi-lobi yang menggoda, berpadu sempurna dengan asam segar yang menyegarkan. Sensasi dingin es batu yang menarik di lidah, harmoni rasa yang begitu menggugah selera.
Rasa manis buah lobi-lobi yang sempurna, berpadu dengan rasa asam dari perasaan jeruk. Irama lembut dari es batu yang mencair, menciptakan harmoni yang menenangkan jiwa.
Dinginnya es buah lobi-lobi mampu meredakan dahaga dan menyegarkan tubuh. Setiap tegukannya adalah pelukan hangat dari alam, memberikan kenyamanan dan ketenangan. Rasa lelah dan penat seketika sirna, tergantikan oleh semangat baru.
Setelah selesai menikmati es buah lobi-lobi yang menyegarkan, sekarang giliran dirinya merasakan rasa sop daging ayam yang dibuat Veronica.
Semangkuk sup daging ayam hadir bagaikan sebuah simfoni hangat yang menyapa indra. Kuah bening yang kaya akan kaldu ayam, seakan memeluk lidah dengan lembut, membawa aroma rempah yang menguar semerbak.
Daging ayam yang empuk dan lembut, berpadu sempurna dengan sayuran segar yang renyah. Setiap gigitan daging ayam, melepaskan cita rasa gurih yang begitu menggugah selera. Diracik dengan bumbu pilihan, menghasilkan perpaduan rasa yang begitu kaya dan kompleks.
Menikmati semangkuk sop daging ayam adalah sebuah pengalaman yang membahagiakan. Daging yang empuk dan sayuran yang segar, menciptakan rasa nyaman yang begitu mendalam.
Rasanya yang sederhana namun kaya akan makna, mengingatkannya dengan masakan mamanya ketika pertama kali memasak. Setiap kali menyantapnya dia seakan bernostalgia dengan masakan mamanya.
Dulu mamanya pernah membuat makanan yang tidak pernah dibuatnya untuk pertama kali, berkali-kali gagal dengan rasa yang tidak memuaskan dan mencoba lagi sampai menemukan rasa yang yng dirasa pas.
Dan Derandra serta papanya lah yang menjadi juri dari masakan mamanya itu. Dari mulai yang tidak enak, keasinan, terlalu banyak gula, dan lain-lain. Mereka berdua yang menjadi bahan percobaan mamanya dalam tes rasa.
“Gimana?”tanya Veronica.
Derandra mengacungkan jempol pada wanita di hadapannya ini. Seperti biasa makanan olahan Veronica tidak pernah gagal di lidahnya. Wanita dihadapannya ini sangat pandai dalam mengolah bahan mentah menjadi makanan yang enak.
“Es buahnya seger, GK terlalu manis dan sedikit asem enaklah pokoknya”lontar Derandra.
Es buah lobi-lobi dengan satu jenis buah sudah membuat tubuhnya segar. Walaupun hanya satu buah yang dipakai Veronica, itu sudah termasuk variasi dalam minuman agar tidak bosan peminumnya.
Ditambah dengan makanan berkuah bening seperti ini, sangat cocok baginya tadi yang merasakan kepanasan di jalan ketika membeli bahan tadi.
“Oh ya Andra, memangnya kamu tidak bekerja? Aku lihat-lihat kamu seperti tidak
bekerja beberapa hari ini?”tanya Veronica setelah selesai memakan makanannya.
Derandra mendongakkan kepalanya dan memikirkan jawaban yang akan diungkapnya. “Lagi libur”jawab Andra singkat.
Veronica menatap tajam ke arah Veronica dan mendelikkan pandangannya ke arah pria yang ada di depannya. “Apa iya?”tanya Veronica dengan heran. Dari jawaban Derandra, ia melihat jelas bahwa ada yang aneh dari pria itu.
“Dah lah ngomongin yang lain aja, jangan ngomongin pekerjaan”kilah Derandra. Sebenarnya dia bingung harus menjelaskan tentang pekerjaannya pada Veronica, karena dari awal dirinya sudah berbohong tentang pekerjaannya.
Hari ini dia memang tidak pergi ke kantor karena wanita itu memanggilnya untuk ke kost. Mereka hanya mengobrol kecil dan mengeluhkan kejadian akhir-akhir ini yang sering terjadi.
Mereka bercerita banyak hal di balkon kost samping dapur dan merasa kepanasan karena cuaca yang semakin terik. Hingga akhirnya Veronica memiliki ide untuk membuat minuman yang dingin.
“Veron!”panggil tetangga kosnya. “Bagi-bagi esnya kali masak diminum sendiri.”
“Ambil aja, tuh di panci.”
“Oke bos.”
Hal lumrah ketika dirinya di kos dan memasak makanan. Para tetangganya akan meminta sedikit untuk mereka, dia sudah terbiasa dengan suasana seperti ini.
Tetangga kostnya yang di lantai atas ini, memang sangat berbeda dengan penghuni kost lantai bawah. Mereka seakan tidak perduli dengan apa yang terjadi dengannya.
Mereka lebih memilih untuk tidak mengurusi urusan orang lain, mereka akan tetap peduli ketika ada yang membutuhkan bantuan saja. Jika diluar itu mereka tidak perduli.
Lagi pun menurut penghuni lantai ini, mereka sudah menganggap Veronica seperti keluarga sendiri. Karena wanita itu terkadang membagi makanan rumahan yang enak untuk setiap penghuni kamar di lantai ini.
Jika mereka waktu gajian. penghuni lantai ini akan bergotong-royong untuk membuat makanan nanti yang akan dimakan bersama. Hal seperti ini sudah seperti agenda yang dilakukan penghuni lantai ini.
“Masakan mbk emang nggak pernah gagal”puji tetangganya yang bernama Ringgo.
“Iya emang masakan Lo emang nggak pernah gagal Ver, masakan Lo ini seperti ngingetin gue tentang masakan rumahan”sautnya tetangganya yang satu lagi bernama Raiden.
“Tahu kok, abisin tuh makanannya. Jangan ngomong dulu kalau makanan di mulut kalian belum abis”ucap Veronica pada tetangganya ini.
Peringatan Veronica seperti dianggap angin Lalu oleh mereka berdua. Mereka tetap memuji masakannya dengan mulut yang penuh makanan. Hingga Ringgo yang terlalu banyak berbicara tersedak oleh makanannya sendiri.
“Tuh kan dibilangin juga apa, masih ngeyel!”omel Veronica terhadap Ringgo.
“Ringgo Ringgo emang dasar kepala batu kamu”ejek Raiden yang melihat temannya tersedak.
“Diem lu! Ambilin gue air Weh keselek ini kagak kasian apa lu!”ujar Ringgo sambil terbatuk karena makanan yang tersedak tadi masih menyangkut di tenggorokannya.
Veronica pun berinisiatif mengambilkan air ada Ringgo dan memberikannya. Setelah Ringgo menerima air yang disodorkan Veronica padanya, wajahnya yang memerah akibat tersedak makanan tadi membuat Derandra dan Raiden tertawa melihatnya.
Ringgo yang berada disitu tidak bisa membalas tertawaan mereka karena dirinya masih fokus dengan tenggorokannya.
Setelah selesai tertawa Derandra pun meminum es lobi-lobi yang dibuat Veronica tadi, tentunya untuk meredakan tenggorokannya yang mengering akibat terlalu lama tertawa.
“Ngomong-ngomong kalian berdua ini sama-sama anak rantau ya?”tanya Derandra pada Ringgo dan Raiden.
“Kalau si Raiden mah emang anak rantau bang, dia kan asalnya dari luar kota. Kelihatan dari ngomongnya tentunya, kalau aku bukan.”
“Lalu kalau bukan?”
“Kalau aku emang pengen hidup mandiri aja, rumahku emang deket dari daerah ini.”
“Mengapa kamu memilih ngekost, padahal enak tau tinggal dengan keluarga?”
“Sebenarnya aku pengennya gitu, tapi kalau gitu terus kapan aku mandirinya? Dan juga nanti aku nggak bisa mandiri setelah orangtuaku nggak ada. Kan gak lucu bang?”
“Iya juga.”
“Lagi pun nih ya bang, walaupun aku udah gede dan masih tinggal bersama ortu pasti aku gak bakalan ngerasain apa yang namanya berdikari untuk diri sendiri. Kalau kelamaan aku bakalan jadi manja dan gak mau mandiri nantinya. Orangtuaku memang bukan orang berada, namun dari mereka aku tahu rasanya berjuang dn bersyukur.”
“Benar tuh bang, setidaknya dengan jauh dari orangtua, kita-kita jadi tahu rasanya berjuang itu kayak gimana. Jadi dibawa santai lah kalau banyak cobaan.”
ΠΠ
Derandra menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Ia paham dengan maksud mereka, terkadang ketika sudah dewasa sudah seharusnya seseorang harus mandiri untuk menjalani hidup.
Terlalu lama dengan keluarga dan menggantungkan hidupnya pada keluarga bukanlah hal yang baik jika terus-menerus.
Mallory selalu bilang padanya, bahwa jika sudah dewasa sudah seharusnya dirinya bertanggung jawab pada diri sendiri. Dulu dirinya susah untuk bertanggung jawab pada diri sendiri, karena terlalu menggantungkan hidupnya pada orangtua.
Namun Mallory selalu menegaskan bahwa dirinya harus berdikari pada hidupnya sendiri, dan tidak mengantungkan hidupnya dengan orang lain.
Butuh, ketika sangat membutuhkan orang lain memang boleh, tapi jika terlalu berlebihan itu juga tidak baik.
“Oh ya bang, kalau boleh tahu Abang ini siapanya mbk Veron? Soalnya baru kali ini mbk Veron bawa orang ke kost?”tanya Ringgo.
“Kita teman, ketemu ketika dia lagi ada tugas di kampungku. Yah bisa dibilang nggak sengaja sih, dan akhirnya menjadi teman ketika berada di kota yang sama”jawab Veronica.
“Ck Veron yang ditanya siapa yang jawab siapa”sebal Ringgo dengan memajukan bibirnya ke depan.
“Bibirmu ndak usah maju maju kayak gitu, jelek tahu raimu iku”ejek Raiden.
“Diem deh nggak usah nyaut kamu!”
“Porak.”
“Nggak usah ngomong bahasa daerahmu, kita yang ada disini nggak akan paham!”
“Sak serkulah seng ngomong aku kok situ yang ribet.”
“Diem kalian, kalau mau berantem di lapangan aja nggak usah disini!”lerai Veronica pada kedua tetangga yang selalu ribut ketika bertemu. Beruntungnya kamar kost mereka berjauhan, jika saja dekat Veronica tidak bisa membayangkan bahwa kost ini akan ada keributan yang mereka timbulkan.
Derandra yang melihat mereka berdua bertengkar hanya tertawa melihatnya. Berada disini dengan berbagai orang dari daerah berbeda tentunya, apalagi bahasa yang mereka bahwa. Membuatnya merasakan keberagaman dari daerah lain.
Terutama Raiden, entah mengapa ketika pria itu berbicara Derandra merasa lucu dengan logat yang dibawa pria itu.
Derandra tidak tahu letaknya dimana lucu itu, tapi ketika mendengar pria itu berbicara bahasa daerah dia merasa lucu. Dirinya memang pernah mendengar bahasa itu dari beberapa film yang ia tonton dan menurutnya lucu, namun ketika mendengar secara langsung ia merasa lebih lucu sekarang daripada di film.
Apalagi Ringgo yang tidak tahu arti yang dibicarakan Raiden, dia merasa lucu dengan hal ini. Terutama dirinya, dia juga tidak paham dengan apa yang dibicarakan Raiden. Hanya Veronica yang paham, karena dia yang lebih lama tinggal di kost ini dan dari provinsi yang sama. Katanya.
“Udah selesai?”
“Apanya?”
“Ketawanya? Udah selesai?”
“Udah kok, huh nggak nyangka aku bakalan liat momen seperti ini secara langsung.”
“Maksudnya?”
“Momen tadi, berantemnya Ringgo dan Raiden. Lucu aja kalau ngelihat mereka berantem dengan berbeda bahasa. Biasanya aku lihat seperti itu di film-film yng ku tonton, sekarang aku mlh lihat secara langsung.”
“Oh kukira karena apa.”
“Tapi kalau boleh tahu? Kamu paham apa yang diucapkan Raiden? Yang kutahu kalian berada di provinsi yang sama kan?”
“Sedikit, kami memang berasal dari provinsi yang sama. Tapi tentu bahasa yang digunakan juga berbeda, hanya beberapa kata aja yang aku paham. Kalau lainnya enggak.”
“Owh aku kira kamu paham yang diucapkan Raiden, mengingat kalian berasal dari provinsi yng sama.”
“Kami memang berasal dari provinsi yang sama, tapi tentu beda kota. Setiap kota pasti ada ciri khas bahasa masing-masing, dan gak selalu sama. Mungkin beberapa kata sama tapi tidak semuanya, apalagi adatnya tentu sekitar daerah berbeda. Atau mungkin ada yang sama aku juga tidak tahu karena belum jalan-jalan yang jauh.”
Derandra mengangguk-anggukkan kepalanya, sekarang ia mengerti mengapa beberapa orang yang pindah ke kota dengan masih di satu provinsi masih tidak paham dengan bahasa setempat. Meskipun menggunakan bahasa yang sama.
Dia mendengar hal ini dari asistennya, Yukti bercerita bahwa dia dan keluarganya baru saja pindah dari kampungnya. Karena beberapa hal, mengharuskan mereka pindah. Tapi masih di provinsi yang sama, dan tentu mereka mengalami culture shock di tempat yang mereka buat pindah.
Terutama dalam bahasa, mereka kira bahasa yang digunakan masihlah sama dengan bahasa keseharian mereka di tempat sebelumnya. Namun ternyata ekspektasi mereka salah. Butuh beberapa bulan untuk mereka memahami bahasa daerah itu, karena ada beberapa kata yang tidak mereka pahami.
ΠΠ
“Baiklah, kalau begitu.”
Atlas memandangi tempat ini untuk kesekian kalinya. Ternyata tempat yang akan ia jadikan club ini adalah tempat ibadah.
Awalnya dia kira tempat yang akan dijadikan club ini adalah tanah biasa yang banyak semak-semak rumput. Tapi ketika tak sengaja berada di daerah sini ia melihat perseteruan antara jemaah dengan para preman disini. Dan ketika mengetahui permasalahannya ia berniat membantu warga sini untuk membela tempat ini.
Dan tentu endingnya dia yang merasa bersalah sekarang. Dia dibohongi oleh pemilik tanah yang bilang bahwa ini bukanlah tanah biasa. Sekarang dia harus meminta maaf pada jemaah dan warga sekitar yang ada disini.
“Makelar tanah itu memang sialan! Bisa-bisanya aku dibohongi oleh dia!”kesalnya pada makelar tanah yang menjual tanah itu.
“Ada apa?”tanya Derandra dengan membawa minum di tangannya.
“Baru saja aku ditipu oleh makelar tanah, dia menjual tanah yang sudah diwakafkan apalagi di tempat itu sudah berdiri tempat ibadah sialan memang!”
“Atlas Atlas dari dulu sampai sekarang kau memang tidak berubah. Kamu memang pandai dalam membangun tapi sangat tidak pandai dalam memilih orang dalam jual beli tanah.”
“Mana tahu kalau endingnya seperti itu!”
“Apa kamu sudah memberikan uangnya?”
“Beruntungnya belum, coba kalau sudah diamuk warga dan jemaah sekitar kalau seperti itu.”
Derandra yang mendengarnya hanya bisa menggelengkan kepala. Temannya yang satu ini memang pandai dalam merangkai keping bangunan menjadi satu, namun pria ini sama sekali tidak pandai dalam memilih orang yang jujur.
Pernah sekali Atlas cerita bahwa dia baru saja ditipu oleh makelar tanah dengan ratusan juta. Katanya tanah yang akan dibelinya ini memiliki tempat yang strategis dan sangat bagus jika dijadikan bisnis. Namun karena pria itu sama sekali tidak teliti dalam memilih makelar tanah, membuat pria itu ditipu oleh mereka dengan ratusan juta.
“Kalau seperti ini aku harus minta maaf pada mereka.”
“Harus karena itu tanggung jawabmu.”
salam hangat dari saya👋
jika berkenan mampir juga🙏