Bercerita tentang seorang permaisuri bernama Calista Abriella, yang telah mengabdi pada kekaisaran selama 10 tahunnya lamanya. Calista begitu mencintai Kaisar dan rela melakukan apa saja untuknya, namun cinta tulus Calista tak pernah berbalas.
Sampai suatu peristiwa jatuhnya permaisuri ke kolam, membuat sifat Calista berubah. Ia tak lagi mengharap cinta kaisar dan hidup sesuai keinginannya tanpa mengikuti aturan lagi.
Kaisar yang menyadari perilaku Calista yang berbeda merasa kesal. Sosok yang selalu mengatakan cinta itu, kini selalu mengacuhkannya dan begitu dingin.
Akankah sifat Calista yang berbeda membuat kaisar semakin membencinya atau malah sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kleo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15 - Festival
Leonardo menatap sesaat pada Aaron lalu mengalihkan pandangannya ke arah Calista.
“Apa yang membuatmu belajar memanah Calista? Tidak seharusnya kau menyusahkan kaisar kerajaan lain.”
“Leonardo, permaisuri Calista sama sekali tidak menyusahkan, akulah yang tiba-tiba ingin ikut bersamanya.”
“Aaron jangan membelanya,” balas Leonardo penuh penekanan.
“Meski kau seorang permaisuri Calista, setiap perbuatan ada batasnya.”
Calista yang sedari tadi masih memasang wajah datar mengerutkan kening. “Yang Mulia saya sangat berterima kasih Anda memperhatikan saya, tapi sayangnya saya tidak membutuhkan itu,” balas Calista dengan melemparkan seulas senyum.
Leonardo merasa aneh dengan senyuman Calista, senyuman yang entah mengapa membuat perasaannya sakit. Padahal dulu senyum itu selalu mengembang di wajah Calista kala menemui dirinya.
Itu senyum yang sama, tapi kenapa rasanya sangat berbeda. Leonardo.
“Dan lagi, antara saya dan Anda, Yang Mulia. Kita berdua sudah berjanji untuk tidak saling ikut campur masalah satu sama lainnya, bukan? Bahkan Anda sendiri yang dulu mengatakan itu pada saya.”
Leonardo kehabisan kata-kata untuk membalas perkataan Calista, sungguh dia sendiri pun tidak tahu mengapa dirinya begitu marah melihat Calista bersama pria lain. Padahal ia juga sadar dirinya memiliki wanita lain.
Calista berjalan ke arah Theodore dan memberikan panah yang masih ia pegang pada pelayan. Sembari memegang lengan putranya Calista pergi dari taman tersebut.
“Sekarang saya dan Theodore harus pergi, kami memiliki acara berdua. Jadi semoga hari Anda menyenangkan Yang Mulia.”
“Dan terima kasih untuk Anda, Kaisar Axios. Saya senang Anda mau mengajari saya memanah.”
“Sama-sama permaisuri.”
“Kalau begitu saya permisi, semoga kita bisa bertemu lagi di lain hari,” balas Calista yang kemudian berjalan pergi meninggalkan taman bersama Theodore.
“Ibu kita akan pergi ke mana?”
“Ikut saja, nanti kau akan mengetahuinya. Tapi sebelum itu Theo harus mengganti pakaian yang lebih sederhana.”
“Memangnya kita ingin pergi ke mana?”
“Sudah ikuti saja, kita akan bersenang-senang hari ini.”
...****************...
“Wow ibu ini sangat menyenangkan!” teriak Leonardo sembari berlari-lari kecil mendahului langkah sang ibu.
“Hati-hati Theo, jangan berlari berjalanlah dengan hati-hati.”
“Iya, Bu.” Theo kembali menghampiri sang ibu.
“Ibu apakah ini yang disebut festival? Dan bisakah aku mencoba semua makanan yang di jual di sini?”
Calista mengangguk, “Hari ini kita akan bersenang-senang di Festival, kau bisa membeli apa pun yang kau inginkan.”
“Terima kasih ibu!”
Theodore langsung menghampiri kios kecil di dekatnya, orang tersebut menjual permen apel dan scone. Tanpa pikir panjang Theodore mencoba semua makanan.
Anak itu membeli makanan dari satu kios ke kios yang lain, sedangkan Calista, ia mengikuti dari belakang sembari memakan jajanan yang tak habis dimakan oleh putranya.
Theodore sangat menikmati waktunya, baru kali ini ia bisa keluar istana dengan bebas tanpa penjagaan, atau pun harus selalu bersikap sesuai tata krama di setiap perjamuan.
“Sungguh ibu ini lebih menyenangkan dari pesta kerajaan, dan apakah ibu sering keluar seperti ini?”
“Tidak juga, ibu hanya akan keluar jika ada urusan mendesak.”
Setelahnya kedua ibu dan anak itu menonton acara yang diadakan di tengah festival, ada yang menari, bernyanyi, dan ada juga yang memainkan drama. Bahkan setelah acara para penonton ikut menari, membuat Calista dan Theodore juga ikut dalam tarian mereka.
“Ibu senang rasanya bisa menghabiskan waktu bersamamu, sesaat aku jadi melupakan tugas berat yang harus di lakukan sebagai putra mahkota, ini akan jadi hari yang paling aku ingat selama hidupku ibu.”
Calista tersenyum simpul sambil mengelus rambut putranya, “Ya, putraku, sesekali jika kau lelah maka beristirahatlah. Tidak perlu kau selalu mendengarkan perkataan orang. Orang-orang hanya bisa menilai, dan yang menjalani kehidupanmu itu kau sendiri,
“Jadi dengarkanlah kata hatimu, jangan bertindak karna penilaian atau suruhan orang lain.”
Di saat bersamaan seorang anak kecil tiba-tiba memberikan bunga pada Calista.
“Semoga Anda selalu sehat yang mulia permaisuri,” ucap Seorang anak yang usianya tak jauh berbeda dari Theodore.
“Oh, Isabela, apa itu kau?” tanya Calista.
Isabela yang menunduk mendongakkan wajahnya kala Calista bertanya.
“Ya, Yang Mulia ini saya,” balas anak perempuan itu sembari tersenyum.
“Ibu dia siapa?” tanya Theodore yang menatap bingung pada anak perempuan di hadapan mereka.
“Namanya Isabela, dia seusia denganmu.”
“Isabela, ini Theodore anak laki-lakiku.”
Isabela kembali menunduk memberi hormat, “Senang bisa bertemu dengan Anda, putra mahkota. Saya tidak menyangka bahwa saya yang rakyat biasa ini bisa bertemu dengan Anda.”
“Ya, salam kenal, Isabela,” balas Theodore.
Calista ikut tersenyum saat melihat keduanya, ia bangga putranya bisa menghormati orang lain, “Sudah lama tidak bertemu denganmu, dan sekarang kau tumbuh jadi anak perempuan yang cantik, ya,”
Pipi anak perempuan tersebut memerah mendengar pujian Calista, “Tapi saya tidak secantik Anda, dan menurut saya tidak ada yang mengalahkan kecantikan Anda, permaisuri.”
Calista terkekeh, “Sekarang mulutmu sangat manis, ya jika memuji orang,” balas Calista sembari mengambil bunga yang diberikan Isabela.
Akan tetapi belum sempat Calista mengambilnya, seorang pria tiba-tiba merebutnya dari tangan Isabela dan menginjak bunga tersebut.
Tentu saja ketiganya terkejut akan tindakan pria aneh yang tiba-tiba itu.
“Permaisuri jangan menerima apa pun secara sembarangan, bisa saja dia memberikan bunga beracun untuk Anda.”
Mendengar suara dari pria berjubah hitam tersebut membuat Calista mengernyit, ia sangat kenal siapa pemilik suara itu.
“Kaisar Aaron, apa itu Anda?”
Sontak pria berjubah hitam itu terdiam dan sesaat setelahnya ia melepas jubah yang menutup kepalanya, rambut putih berkilau pun terlihat.
“Paman kau membuang bunga itu?” Protes Theodore.
“Theo kita tidak pernah tahu apa yang diberikan oleh orang asing, bisa saja dibunganya ada racun, kalian seharusnya lebih berhati-hati.”
“Seharusnya yang lebih berhati-hati itu Anda, Kaisar Aaron. Anda sedang berada di negara orang lain, banyak musuh yang mengintai Anda, sebenarnya apa yang Anda lakukan di Festival ini. ”
“Apa Anda menguntit saya dan Theodore?”
“Dan tolong jangan berprasangka buruk pada anak ini, saya sudah mengenalnya sejak lama,” ucap Calista lagi.
“Tidak Papa, Yang Mulai permaisuri. Lagi pula itu hanya bunga yang tidak ada harganya,” balas Isabela yang binar matanya mulai meredup tapi masih memaksakan senyum.
“Paman yang sebenarnya berbahaya itu kau, kenapa kau mengikuti aku dan ibu?” tanya Theodore.
Melihat wajah anak perempuan itu sedih Aaron jadi merasa bersalah, “Em, maafkan paman Theodore, dan anak manis maafkan paman, ya.”
“Tidak papa, Paman, itu bukan masalah besar,” balas Isabela yang masih saja terlihat sedih.
Calista kemudian berjongkok, ia mengambil setangkai bunga yang masih bagus dan menyelipkannya di telinga.
“Bagaimana apa permaisuri ini masih cantik?” tanya Calista yang tersenyum cerah pada anak perempuan itu.
Isabela tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya, ekspresinya kembali seperti semula.
“Anda sangat Cantik!”
“Nah sekarang jika aku memang cantik, maukah Isabela pergi bersamaku dan Theo ke Lizel?”
Isabela mengangguk, “Sangat-sangat ingin yang Mulia.”
Lizel adalah nama salah satu tempat di kota yang terkenal akan kekumuhan dan kriminalitas yang tinggi di daerah itu.
“Permaisuri Anda benar-benar ingin pergi ke sana? Anda tidak takut?”
“Lizel adalah tempat Isabela dan keluarganya tinggal, aku ingin pergi ke sana sambil melihat-lihat daerah itu.”
“Kalau begitu bisakah saya ikut?”
Calista menghela nafas, “Sebenarnya saya sangat tidak suka akan tindakan Anda, tapi kali ini saya akan memaafkan Anda. Silakan jika memang Anda ingin ikut.”
“Ya, maafkan saya permaisuri, saya berjanji tidak akan menguntit Anda lagi,” balas Aaron sembari mengikuti langkah Calista dari belakang.
...****************...
Sesampainya di Lizel, Aaron merasa aneh melihat daerah yang sangat berbeda dari yang diceritakan, tidak bukan hanya itu beberapa tahun yang lalu ia pernah kemari.
Lizel yang dulu dan kini sangat berbeda. Aaron tak pernah tahu akan perubahan yang signifikan di Lezarde, Leonardo tak pernah menceritakan kemajuan Lizel padanya.
“Aku tidak tahu Lizel akan jadi sebagus ini sekarang.”
“Ya, Paman. Ini semua berkat permaisuri, Lizel yang dulunya kumuh dan jadi sarang para kriminal kini sudah berubah,” jawab Isabela.
“Tapi kenapa aku tidak pernah mendengar tentang kemajuan Lizel?” tanya Aaron lagi.
“Paman, bahkan orang-orang di pusat kota tidak pernah tahu Lizel yang sekarang, yang mereka tahu Lizel adalah tempat yang dipenuhi oleh orang jahat, kemiskinan, dan letaknya berada di hutan belantara yang penuh binatang buas.”
“Siapa pun pasti tidak akan berani jika mendengar cerita seperti itu,” ucap Isabela lagi.
Ya, Lizel yang kini sangat berbeda, tempatnya bersih, setiap rumah berdiri kokoh dan orang-orang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.
Akan tetapi saat mereka melihat permaisuri datang, orang-orang itu segara mengerumuni Calista dan masing-masing memberi hormat.
Aaron dan Theodore hanya bisa diam sambil menonton orang-orang yang tampak sangat menghormati Calista.
Sebenarnya orang seperti apa dirimu Calista, kenapa setiap perbuatanmu selalu membuatku merasa kagum? Aaron.
sblmnya aku mendukung Aaron, skrg males banget