Tahap Revisi
Karya pertama
Clara berprofesi sebagai seorang dokter yang sangat jenius di usianya yang masih 22 tahun sekaligus seorang ilmuan yang meracik obat dan racun, dia merupakan anak dari seorang mafia yang terkenal kejam no.1 di dunia.
Maka dari itu Clara di latih oleh orang tuanya untuk bisa beladiri. Tak hanya itu, Clara sosok gadis yang bermultitalenta nan juga cantik. Hingga pada suatu hari, Clara mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi, hingga membuatnya kecelakaan dan terjun ke Jurang.
Dan saat itulah rohnya berpindah ke dimensi zaman dunia kuno menjadi seorang putri yang terbuang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kalung Dimensi
Setelah melihat macan tersebut tergeletak di tanah, Lian Wei segera menghampiri nenek itu.
"Nenek, tidak apa-apa? Kenapa nenek bisa berada di sini?" tanya Lian Wei dengan khawatir.
"Nenek baik-baik saja, nona. Terima kasih, nona, sudah menyelamatkan nyawa nenek. Nenek datang untuk mencari kamu," jawab nenek tersebut.
"Iya, nek, sama-sama. Tapi kenapa nenek mencari saya? Dan nama nenek siapa?" tanya Lian Wei, mengerutkan alisnya kebingungan.
"Nama nenek Su. Kamu adalah gadis pemberani dan baik hati, serta memiliki sifat yang tidak serakah. Kamu memang cocok menjadi pemegang Pedang Biru Penguasa Lian Wei," ucap nenek Su sambil memegang tangan Lian Wei dengan lembut.
"Hah? Pedang Biru Penguasa? Lalu kenapa nenek tahu nama saya? Mungkin nenek salah orang," tebak Lian Wei.
Nenek Su tersenyum lembut kepada Lian Wei dan berkata, "Nenek tidak salah, nona. Sudah lama nenek menunggu kamu. Kamu adalah titisan Dewi Alam Semesta."
Lian Wei yang mendengarnya langsung mengangkat alisnya, bingung. Pasalnya, dia baru tiba kemarin di dunia ini, namun sudah ada yang menunggunya, pikirnya.
Nenek Su yang melihat kebingungan Lian Wei hanya tersenyum dan memberikan sebuah kalung dimensi kepada Lian Wei. Kalung itu terbuat dari emas dengan batu permata berwarna hijau.
"Nona, ini ambillah kalung ini dan juga pedang ini. Kalung dan pedang ini milikmu. Di dalam kalung ini terdapat semua yang kamu inginkan, dan kamu juga bisa masuk ke dalamnya," kata nenek sambil mengulurkan tangannya ke arah Lian Wei.
"Tapi, nek, kenapa nenek memberikan ini kepada saya?" Lian Wei menolak dengan halus, takut menyinggung nenek di depannya.
"Kedua benda ini adalah milikmu, nona. Kamu sudah ditakdirkan untuk menjadi pelindung alam semesta ini. Teteskan darahmu di kalung ini, dan setelah itu kamu harus bertapa di dalam air suci kehidupan yang ada di dalam kalung ini agar meridianmu yang tertutup bisa terbuka!" titah nenek Su.
"Baiklah, nek. Terima kasih, nenek," kata Lian Wei pasrah menerima kalung itu.
Lian Wei menggigit jarinya lalu meneteskan darahnya di kalung tersebut. Seketika, kalung itu bercahaya terang, dan cahaya itu berangsur-angsur menghilang.
Nenek yang melihat itu tersenyum dan menyuruh Lian Wei untuk masuk ke dalam kalung dimensi tersebut.
"Sekarang, kamu masuk ke dalam ruang dimensi itu. Pedang itu adalah Pedang Biru Penguasa!" perintah nenek Su.
"Bagaimana caranya, nek?" tanya Lian Wei bingung, karena dia tidak bisa membayangkan bagaimana mungkin seseorang bisa masuk ke dalam sebuah kalung.
"Cukup fokuskan dirimu, pejamkan matamu, dan berkonsentrasilah untuk masuk ke dalam kalung tersebut," jawab nenek Su.
"Tapi bagaimana jika sahabat saya mencariku, nek? Nanti dia khawatir," tanya Lian Wei sambil memikirkan Nuan.
"Tenang, nak. Di dalam batu dimensi itu, waktu berjalan berbeda dengan di luar. Satu hari di dalam dimensi berarti hanya satu jam di luar. Begitu pula, satu bulan di dalam dimensi berarti hanya sehari di luar," jawab nenek Su.
"Baiklah, kalau begitu," kata Lian Wei dengan takjub.
Akhirnya, Lian Wei memfokuskan dirinya pada kalung itu dan memejamkan matanya. Setelah membuka mata, dia terkejut melihat pemandangan yang sangat indah: tanaman langka, air suci kehidupan, dan sebuah pondok yang sederhana.
Setelah tersadar dari keterkejutannya, Lian Wei segera bertapa di tempat yang telah ditunjukkan oleh nenek Su. Ketika dia duduk dengan posisi lotus dan memfokuskan dirinya, rasa sakit yang luar biasa seperti ditusuk ribuan jarum panas datang. Namun, perlahan-lahan rasa sakit itu menghilang. Tubuh Lian Wei bersinar, dan wajah serta tubuhnya menjadi putih berseri. Wajahnya kini sangat cantik, seperti dewi. Kecantikannya mampu membuat seluruh kekaisaran berperang untuk memperebutkannya.
Tak terasa, sudah tiga hari Lian Wei berada di dalam kalung dimensi, yang berarti sudah tiga jam di luar. Kultivasinya pun telah mencapai tingkat Grandmaster.
Saat hendak keluar, tiba-tiba Lian Wei dihentikan oleh suara seorang pemuda.
"Tuan, berhenti!!"
"Siapa kamu? Kenapa kamu bisa masuk ke dalam kalung dimensi ini?" tanya Lian Wei dengan sikap waspada.
"Wah, dia sangat cantik! Benarkah dia, tuanku?" kata seorang pemuda berambut putih, yang terus memandang Lian Wei tanpa berkedip. Tiba-tiba, dia tersadar dari keterkejutannya karena Lian Wei memanggilnya.
"Hei."
"Ha... hamba adalah Phoenix Es, tuan. Saya adalah hewan kontrak Anda. Saya sudah ditakdirkan untuk menjadi hewan kontrak Anda. Sudah lama sekali saya menunggu Anda, tuan," ucap Phoenix Es memperkenalkan diri.
"Phoenix Es? Tapi kenapa kamu bisa jadi manusia?" tanya Lian Wei bingung.
"Karena hamba sudah hidup berabad-abad yang lalu, tuan. Hamba adalah salah satu hewan legenda yang selalu diburu oleh manusia serakah," jawab Phoenix Es.
"Salah satu? Berarti masih ada hewan legenda lainnya?" tanya Lian Wei.
"Benar, tuan. Dia adalah saudara saya, Phoenix Api, yang sekarang berada di Gunung Kematian, tepatnya di Hutan Kematian. Tolong, tuan, jemput saudara saya di sana," mohon Phoenix Es.
"Baiklah, saya akan ke sana untuk menjemputnya," jawab Lian Wei, mengikuti permintaan pemuda di depannya. "Apa salahnya berjalan-jalan dan melihat dunia luar," pikirnya.
"Siapa namamu?" tanya Lian Wei. Masa iya dia akan terus memanggil Phoenix Es? Itu tidak lucu. Semua orang pasti tahu.
"Hamba belum memiliki nama, tuan," jawab Phoenix Es.
"Emm... Kalau begitu, namamu Hanzo, apakah kamu menyukainya?" tanya Lian Wei.
"Terima kasih, tuan, hamba sangat suka!" seru Hanzo.
Tiba-tiba, Hanzo berubah menjadi burung pipit kecil. Lian Wei yang melihatnya terkejut sekaligus gemas. Hanzo tiba-tiba mematuk tangan Lian Wei dan mengambil darahnya. Lian Wei yang tersadar dari keterkejutannya karena dipatuk oleh Hanzo langsung bertanya.
"Kenapa kau mematuk tanganku? Kau lapar?" tanya Lian Wei, karena biasanya burung mematuk karena lapar.
"Bukan, tuan. Hamba tidak lapar. Saya mematuk untuk mengikat kontrak darah. Itu artinya kita sudah terikat kontrak darah, jika tuan mati, maka saya pun akan ikut mati," jelas Hanzo, membuat Lian Wei mengangguk mengerti.
"Baiklah, kalau begitu saya akan keluar! Oh iya, satu lagi, Hanzo, jangan panggil aku tuan! Panggil saja Weiwei, dan kamu bukan budakku atau apa pun itu. Sekarang kamu adalah sahabat dan keluargaku. Mengerti?" perintah Lian Wei dengan lembut namun tegas.
Hanzo yang mendengar itu merasa terharu. Baru kali ini dia dianggap sebagai sahabat dan keluarga oleh seseorang. Sebelumnya, tuannya hanya menganggapnya sebagai budak.
"Baiklah, Weiwei," jawab Hanzo.
Lian Wei langsung keluar dari kalung dimensi dan mencari nenek Su. Namun, saat kembali, nenek Su sudah tidak ada di tempatnya.
Akhirnya, Lian Wei memutuskan untuk kembali ke tempatnya sebelum Nuan khawatir, karena hari mulai gelap.
mau lanjut baca yg lain...see you
berasa di depan mata ceritanya.
amazing story
🥲🥲🥲🥲🥲🥲🥲🥲🥲🥲🥲🥲🥲