DALAM TAHAP REVISI TANDA BACA
Jangan lupa follow IG Author : tiwie_sizo08
Karena insiden yang tak diinginkan, Zaya terpaksa harus mengandung benih dari seorang Aaron Brylee, pewaris tunggal Brylee Group.
Tak ingin darah dagingnya lahir sebagai anak haram, Aaron pun memutuskan untuk menikahi Zaya yang notabenenya hanyalah seorang gadis yatim piatu biasa.
Setelah hampir tujuh tahun menikah, rupanya Aaron dan Zaya tak kunjung mejadi dekat satu sama lain. perasaan yang Zaya pendam terhadap Aaron sejak Aaron menikahinya, tetap menjadi perasaan sepihak yang tak pernah terbalaskan, hingga akhirnya Aaron pun memilih untuk menceraikan Zaya.
Tapi siapa sangka setelah berpisah dari Zaya, Aaron justru merasakan perasaan asing yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Jatuh cintakah ia pada Zaya?
Akankah akhirnya Aaron menyadari perasaannya dan kembali bersama Zaya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiwie Sizo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Maaf ....
Zaya membuka matanya saat jam di atas nakas menunjukkan waktu dini hari. Tubuhnya terasa ngilu dan kepalanya agak pusing. Dipaksakannya tubuh polosnya yang tertutup selimut untuk bangkit.
Zaya memperhatikan keadaannya saat ini. Ia merasa dejavu, keadaannya sekarang pernah ia alami saat Aaron merenggut kehormatannya dulu.
Airmata kembali mengalir dipipi Zaya. Bahkan setelah menjadi istri Aaron pun ia masih harus mengalami hal memalukan ini. Sepertinya memang tak ada harapan untuk Zaya bisa mendapatkan hati Aaron, karena di mata Aaron Zaya tidak akan pernah menjadi berharga.
Pelan-pelan Zaya beringsut menuju kamar mandi. Diguyurnya tubuh ringkihnya itu dengan air hangat, berusaha sedikit meredam rasa sakit di beberapa bagian tubuhnya.
Zaya memejamkan matanya sambil sedikit menengadah. Kembali terngiang di telinganya kata-kata Aaron yang begitu merendahkannya. Sakit di tubuhnya sangat tak seberapa jika dibandingkan dengan sakit di dalam hatinya.
Aaron benar-benar telah menginjak-injak harga dirinya sebagai seorang istri dan perempuan. Tak pernah terbayangkan oleh Zaya akan dibuat Aaron sehina ini. Lalu apakah ia tetap akan bertahan dengan keadaan yang seperti ini? Haruskah Zaya melupakan begitu saja semua perbuatan tak terpuji Aaron terhadapnya?
Sungguh, sebenarnya Zaya merasa sangat marah. Ingin rasanya ia pergi dari rumah itu saat ini juga. Tapi kemudian ia teringat Albern, putranya. Jika Zaya pergi, sudah pasti ia tidak akan pernah melihat Albern lagi. Zaya tahu seperti apa Aaron menyayangi Albern. Pasti tidak akan pernah Aaron mengizinkan Zaya untuk menemui putranya itu seandainya mereka bercerai.
Zaya tersenyum masam. Dari awal hingga akhir tetap saja dirinya yang akan kalah, karena dia yang selalu berada dalam posisi yang lemah. Beginikah rasanya menjadi istri yang tak dianggap? Sungguh sangat menyakitkan. Apapun yang dilakukan akan dipersalahkan dan tak dihargai.
Setelah dirasa tubuhnya jauh lebih baik, akhirnya Zaya menyudahi mandi tengah malamnya. Ia mengenakan piamanya dan berjalan keluar kamar. Suasana rumah besarnya itu tampak sudah sepi. Sepertinya para pelayan dan pekerja lainnya sudah kembali ke paviliun belakang rumah untuk beristirahat.
Zaya membuka pintu kamar Albern. Terlihat bayi menggemaskan itu tengah terlelap dengan damainya. Dan tampak pula sang pengasuh yang tertidur ditempat tidur yang khusus disediakan untuknya di salah satu sudut kamar Albern. Ginna memang mengatur pengasuh itu untuk tidur tak jauh dari Albern agar memudahkan ia mengurus Albern di malam hari. Salah satu dari banyak hal yang membuat Zaya merasa ironi.
Seorang pengasuh bisa sangat dekat dengan putranya itu disaat dia, ibu kandungnya, sendiri sangat dibatasi untuk berinteraksi dengan sang anak. Bahkan seorang pengasuh pun bisa jauh lebih berarti dibandingkan dengan dirinya.
Zaya kembali menutup pintu kamar Albern, lalu turun ke lantai bawah menuju dapur. Zaya haus. Ia butuh air dingin untuk menuntaskan dahaganya dan juga mendinginkan hatinya. Diambilnya botol air minum didalam kulkas dan ditenggaknya langsung tanpa menuangkannya terlebih dahulu ke dalam gelas.
Air itu hampir tandas, dahaganya juga telah menghilang. Tapi hatinya tetap tak kunjung dingin seolah sesuatu yang bergemuruh di dadanya meminta untuk dilampiaskan dengan hal lain.
Zaya ingin menjerit sekuat-kuatnya untuk menumpahkan seluruh kegundahannya itu. Tapi ia tahu itu tak akan ada gunanya dan hanya akan membuatnya tampak seperti orang yang tidak waras. Akhirnya Zaya duduk di kursi dengan menelungkupkan wajahnya diatas meja makan. Airmatanya kembali mengalir. Hanya menangislah yang saat ini bisa ia lakukan. Entah sampai kapan dia akan menjadi orang lemah yang hanya bisa mengeluarkan airmata.
"Nyonya ...." Suara Bu Asma sontak membuat Zaya mengangkat wajah dan buru-buru menghapus airmatanya.
"Apa Nyonya mau makan? Saya akan panaskan makanannya."
Zaya tak menjawab karena sedikit terkejut dengan kehadiran Bu Asma. Bukankah harusnya beliau sudah beristirahat di paviliun belakang? Kenapa selarut ini masih ada di sini?
Bu Asma berjalan mendekat dan mengambil makanan yang disimpan di wadah tahan panas yang berada di kulkas, lalu memanaskannya ke dalam microwave.
"Ini, Nyonya." Bu Asma meletakkan makanan yang sudah hangat kembali itu di hadapan Zaya. Mau tidak mau Zaya mengambil sendok dan mulai menyantap makanan itu. Perutnya memang terasa lapar karena sejak tadi siang tidak diisi.
"Tuan masih belum pulang. Makanya saya masih di sini menunggu Nyonya turun. Saya hanya ingin memastikan jika Nyonya baik-baik saja," ujar Bu Asma seolah ingin menjawab pertanyaan dibenak Zaya.
Zaya masih dalam mode diamnya. Ia menikmati makanannya dengan hening dan tampak tak ingin mengeluarkan suara.
"Nyonya ... apa boleh saya bertanya?" tanya Bu Asma kemudian dengan ragu.
"Bertanya apa?" lirih Zaya akhirnya.
Bu Asma tampak mengatur kata-kata dalam benaknya.
"Tuan Aaron marah ... apa itu karena Nyonya mengantarkan makanan ke kantornya?" tanyanya dengan hati-hati.
Zaya diam sejenak lalu mengangguk pelan.
Bu Asma yang melihat anggukan Zaya tampak menghela nafasnya dengan wajah menyesal.
"Maaf, Nyonya. Semua ini gara-gara saya. Saya yang sudah menyarankan hal konyol itu pada Nyonya. Karena saya, Nyonya jadi menerima kemarahan Tuan. Maafkan saya, Nyonya ... Saya benar-benar minta maaf." Bu Asma meminta maaf dengan suara tergetar. Tampak wajahnya menunduk, tak berani melihat ke arah Zaya. Sepertinya perempuan paruh baya itu merasa sangat bersalah pada Nyonya mudanya itu.
Zaya yang melihatnya tampak iba. Ia tahu jika Bu Asma hanya berniat mendekatkan dirinya dengan Aaron tanpa niat jahat. Tentu saja dia tidak akan menyalahkan Bu Asma dalam hal ini.
Zaya meletakkan sendoknya dan meminum air telah dituangkan Bu Asma sebelumnya. kemudian ia mendorong sedikit piringnya ke arah depan, tanda ia telah selesai menyantap makanannya.
"Saya baik-baik saja, Bu. Ibu tidak perlu khawatir. Dan kejadian tadi siang, kita sama-sama tidak tahu jika Aaron akan marah. Jadi tidak perlu minta maaf." jawab Zaya akhirnya.
Bu Asma memberanikan diri mengangkat wajahnya untuk melihat Zaya.
"Tapi, Nyonya. Tadi siang tuan sampai menyeret Nyonya seperti itu. Saya sangat takut. Saya tidak bisa membayangkan apa yang Tuan lakukan setelah itu. Saya sangat takut jika sampai Tuan menyakiti Nyonya, dan semua itu gara-gara saya. Saya sungguh menyesal, Nyonya. Tolong maafkan saya." Bu Asma kembali berujar dengan sedihnya. Kali ini airmata tampak jatuh ke pipinya. Ia terlihat benar-benar menyesal.
Zaya mengulas senyum tipis, berusaha menenangkan Bu Asma.
"Saya baik-baik saja, Bu. Ibu bisa lihat sendiri. Sekarang lebih baik Ibu istirahat karena ini sudah sangat larut. Bukankah besok Ibu mesti bangun pagi-pagi sekali?" ujar Zaya.
"Tapi apa Nyonya benar baik-baik saja?" Bu Asma balik bertanya.
Zaya mengangguk mantap.
Setelah Zaya kembali meyakinkan jika dirinya baik-baik saja, akhirnya Bu Asma pun mau kembali ke paviliun belakang untuk beristirahat.
Zaya sendiri juga kembali ke kamarnya dan berusaha untuk kembali memejamkan matanya. Tapi kemudian ada hal yang kini mengganjal pikirannya. Aaron tidak pulang.
Sebelumnya Aaron tidak pernah sampai menginap di luar meski sangat sibuk. Dia akan selalu pulang, bahkan saat keluar kota sekalipun. Setidaknya jika Aaron tak bisa pulang, Asisten Dean akan mengabarinya entah itu atas permintaan Aaron atau tidak. Dan sekarang dia tidak pulang, Asisten Dean juga tidak mengabari. Apa dia masih sangat marah pada Zaya? Atau bahkan sekarang dia merasa muak dan tidak ingin melihat Zaya lagi?
Segala pertanyaan berputar-putar di kepala Zaya hingga akhirnya kantuknya datang dan membuatnya kembali tertidur.
***
Sekitar pukul tujuh pagi Aaron pulang masih dengan pakaian kerjanya. Entah dia menginap di mana sampai tak mengganti pakaiannya itu. Wajahnya pun tampak kusut dan kelelahan.
Melihat Aaron membuat Zaya kembali mengingat kejadian kemarin yang sangat ingin ia lupakan. Tapi sebisa mungkin Zaya menahan perasaannya itu dan berusaha untuk tetap melayani Aaron seperti biasanya.
"Mandilah dulu, aku sudah menyiapkan air hangat," ujar Zaya pelan tanpa melihat ke arah Aaron. Dia memang sengaja menghindari bertatap muka dengan Aaron karena masih terbayang dengan kejadian kemarin yang sangat menyakitinya.
Aaron tak menjawab. Tubuhnya juga tak beranjak kemana pun. Zaya bisa merasakan jika saat ini Aaron tengah menatapnya lekat, tapi Zaya berusaha untuk tak menghiraukannya dan menyiapkan pakaian kerja Aaron seperti biasa.
"Pakaiannya sudah aku siapkan. Aku akan melihat Albern di bawah terlebih dahulu," ujar Zaya lagi sambil tetap menundukkan wajahnya. Dia lalu beranjak hendak meninggalkan Aaron yang masih setia mematung. Tapi saat tangannya hendak memutar knop pintu, tiba-tiba Zaya merasakan tangannya yang lain telah diraih seseorang.
Zaya menoleh. Didapatinya Aaron tengah menahan lengannya dan memandang ke arahnya dengan tatapan yang tak pernah Zaya lihat sebelumnya.
"Zaya ...." Aaron memanggil namanya dengan suara serak dan berat. Matanya masih lekat menatap Zaya hingga membuat Zaya sedikit terkesiap.
"Maaf ...."
Bersambung ....
Terima kasih buat yang sudah like, koment dan vote❤❤❤
jangan sedikit-sedikit marah, menangis 😭 dan Mengabaikan suami.
bisa-bisanya mamanya dikasi. zombie
baru merasa kehilangan ya Aaron
waktu zaya kau menghina dan menyeretnya seperti sampah di rumah mu menyakiti nya di tempat tidur dia tetap memaafkan dan bertahan padamu.
dia tidak meminta hartamu Aaron hanya kasih sayang perhatian atau lebih tepatnya CINTA.
tapi setelah berpisah baru kau merasa kehilangan
masih waras kah Aaron?
karena zaya patut di perjuangkan
seganti g apapun laki-laki kalau tak bisa menghargai ya percuma