Ayuna, seorang mahasiswi berparas cantik dengan segudang prestasi yang pastinya selalu menerima beasiswa setiap tahunnya, sekarang ia duduk di bangku kuliah semester 5 di usianya yang telah masuk 19 tahun. Cerita hidupnya memang selalu dipenuhi kejadian-kejadian di luar dugaannya, seperti menikah dengan salah satu most wanted di kampusnya, Aksara Pradikta.
Aksara, laki-laki yang dikenal dengan ketampanannya yang mempesona, ia adalah orang yang tertutup dan kadang arogan. Ia menikah dengan Yuna tentu bukan berdasarkan rasa cinta, melainkan karena suatu alasan yang dipaksakan untuk diterima oleh dirinya. Dan tentunya setiap pernikahan selalu memiliki jalan terjalnya sendiri, begitupun untuk Aksa dan Yuna. Permasalahan yang awalnya hanya datang dari sisi mereka berdua rupanya tak cukup, karena orang-orang di sekitar mereka hingga masa lalu mereka justru menjadi bagian dari jalan terjal yang harus mereka lewati. Apakah akan tetap bersama sampai akhir?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon andi mutmainna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22>>
Pagi harinya, Yuna bangun dengan posisi memeluk Aksa, senyumnya langsung mengembang saat menatap wajah tampan sang suami yang sedang terlelap.
"Aku serakah nggak, sih, kalau jatuh cinta dua kali sama kamu, Sa?" gumam Yuna, dan tanpa sadar satu tangannya sudah bergerak mengusap lembut pipi tirus laki-laki itu.
Cukup lama Yuna menikmati pemandangan indahnya pagi ini, jarang-jarang, kan, ia mempunyai keberanian menatap wajah Aksa lama-lama. Biasanya Yuna tidak bisa mengontrol jantungnya sendiri jika menatap wajah Aksa. Namun sekarang karena Aksa sedang tidur, rasanya ia tidak terlalu takut ataupun malu-malu.
Ting!
Bunyi notifikasi chat menyadarkan Yuna dari aktivitasnya. Ia berbalik dan langsung meraih ponselnya yang berada di atas nakas.
Salsa
Ijinin gue yah, gue lagi diare nih!
Membaca pesan Salsa, Yuna langsung tertawa geli, ada-ada saja temannya satu ini.
^^^Iyaaaaaa!^^^
Yuna berbalik kembali menghadap ke Aksa sambil terus memainkan ponselnya, aktivitas chat dengan Salsa masih belum berakhir karena Salsa tak berhenti bercerita tentang penyebab dia diare. Namun tiba-tiba ponsel Yuna ditarik oleh Aksa, dia sudah bangun ternyata.
"Kamu lagi nge-chat siapa, sih, sampe senyum-senyum kayak gitu?" tanya Aksa dengan suara serak khas bangun tidur.
“Kamu?” sahutnya dengan kening yang mengerut.
Aksa tidak jadi membuka ponsel Yuna, ia tatap gadis itu dengan kening yang sama-sama mengerut. “Iya, kamu. Emang kenapa?” balasnya.
“Nggak biasanya lo pake aku-kamu?”
“Emang kenapa kalau pake aku-kamu? Padahal wajar-wajar aja. Kita kan suami-istri.”
“Ya, nggak biasanya aja lo panggil gue kayak gitu.”
“Aku-kamu, jangan lo-gue lagi,” koreksi Aksa.
“Tap--”
“Nggak, nggak ada tapi-tapian, mulai sekarang pakai aku-kamu,” ujar Aksa yang tidak ingin dibantah.
Selama sebulan lebih menjadi istri Aksa, Yuna tidak menyangka jika laki-laki itu cukup pemaksa. Namun tidak bisa dipungkiri, sudut hatinya senang mendengar panggilan mereka berubah menjadi lebih intim dari sebelumnya.
"Ya udah, kalau gitu siniin HP aku! Tadi aku belum sempet bales chat Salsa!" balas Yuna meminta ponselnya dikembalikan.
"Eits, cium dulu tapi!" titah Aksa seraya menaruh jari telunjuknya di pipi.
"Nggak!"
"Atau HP kamu aku buang?" ancam Aksa.
"Ya udah buang, aku laporin Mama!"
"Ya udah, aku laporin Mama juga, kalau menantunya nggak mau nyium anaknya! Hayoloh!" Yuna memutar bola matanya malas, pagi-pagi berdebat dengan Aksa bisa membuatnya mati muda. Dengan terpaksa ia mendekatkan wajahnya ke Aksa, dan langsung mencium pipinya dengan gerakan cepat.
"Siniin HP-nya!" Aksa langsung memasang senyum kemenangannya seraya memberikan ponsel Yuna.
Setelah menerima ponselnya kembali, Yuna melanjutkan pembicaraan dengan Salsa, bahkan ketika Aksa ikut mengamati layar ponselnya ia sudah tidak peduli. Lagi pula isi chat-nya dengan Salsa tidak ada yang berfaedah.
***
Sore ini, tidak ada angin tidak ada hujan, Aksa tiba-tiba membawanya ke bar di mana ia pernah ingin dijual oleh kakaknya dulu. Dan sampailah mereka di sana, Yuna yang merasa takut dan enggan langsung menahan Aksa yang hendak membawanya masuk. Bagaimana ia mau masuk, kalau ini adalah tempat yang membawa kenangan buruk untuknya?
"Ngapain ke sini?!" sentak Yuna terlihat kesal.
"Ketemu kakak kamu," balas Aksa.
"Ketemu apaan? Aku nggak mau ke sini, Aksa! Aku juga nggak mau ketemu dia!" sentak Yuna lagi, ia melepas paksa genggaman Aksa dan beranjak pergi.
Yuna berlari begitu kencang hingga di belokan jalan ia tak sengaja menabrak seseorang. Yuna yang memang bertubuh kecil mau tak mau harus terhempas ke tanah. Ia meringis kesakitan karena terjatuh cukup keras.
"Maaf," ujar laki-laki yang baru saja ditabrak oleh Yuna, ia menyodorkan satu tangannya untuk membantu gadis itu berdiri.
Plak!
Dengan cepat Aksa menepis tangan laki-laki itu, tatapan yang diberikan Aksa pada laki-laki itu terlampau dingin, dan itu membuat Yuna bingung.
"Sa, aku nggak pa-pa," ujar Yuna seraya berdiri dan langsung menggenggam tangan Aksa agar dia tenang.
"Kamu ke halte ujung jalan dulu, tunggu di sana! Nanti aku jemput," titah Aksa membuat Yuna makin bingung.
Yuna masih menatap heran pada Aksa, kemudian beralih menatap laki-laki yang ia tabrak tadi. Laki-laki itu masih berdiri di hadapan mereka dengan senyum miringnya. Dan tak sengaja Yuna melihat nametag yang menempel di kemeja laki-laki itu, Genta. Laki-laki yang tempo hari Salsa ceritakan padanya.
***
Sudah lima belas menit Yuna duduk termenung di halte, entah kenapa ia tak berani menolak kemauan Aksa yang memintanya menunggu di sana.
Yuna benar-benar bingung dengan hal yang terjadi saat ini, pertama-tama Aksa membawanya untuk bertemu Saga, dan kedua tanpa sengaja Yuna malah bertemu Genta. Apakah semua itu hal yang kebetulan?!
"Hah, tahu ah, pusing!" racau Yuna mulai frustrasi dengan pikirannya sendiri.
Di sisi lain, Aksa sudah berada di bar dan duduk di hadapan Genta, dan juga Saga, kakak Yuna. Pada akhirnya ia bisa menebak tujuan Saga memintanya datang bersama Yuna, sampai-sampai Saga mengancam akan menghancurkan hubungannya dengan Yuna kalau tidak datang. Ya, kakak iparnya itu sempat menghubunginya tadi siang dan mengancamnya dengan hal-hal yang jelas sangat tidak ia suka. Untuk itu, sore sepulangnya mereka dari kampus, Aksa mengajak Yuna mengunjungi bar itu.
"Sekarang bilang, mau lo berdua apa?" tanya Aksa to the point.
"Sabar dulu lah, Bro! Padahal gue cuma mau kenalan sama istri lo, tapi ternyata lo masih belum berubah dan milih nyembunyiin dia terus," ujar Genta lagi-lagi dengan senyum miringnya.
Aksa menghela napasnya kemudian kembali menatap Genta dengan tatapannya yang super tajam. "Kali ini gue nggak bakal biarin lo nyentuh dia satu inci pun!"
"Wah, kayaknya lo punya trauma mendalam sama gue, ya? Apa karena dulu gue terlalu banyak nyentuh Diandra?"
Aksa mengumpat dalam hati, andai saja ia tidak memikirkan Yuna yang sedang menunggunya, ia tidak akan membiarkan Genta pulang dengan keadaan bersih.
"Jangan ditahan, kan di sini ada kakak ipar lo. Masa lo mau kelihatan cupu di depan dia?" ujar Genta lagi seraya menoleh sekilas pada Saga yang ikut tersenyum sinis.
"Gue nggak punya waktu buat ngabisin lo berdua!" ujar Aksa kemudian beranjak dari duduknya, percuma saja bicara baik-baik dengan dua orang itu, yang ada ia malah tersulut emosi.
"Gue boleh nyentuh Yuna juga, kan?! Abangnya ngizinin lho!" teriak Genta ketika Aksa sudah berada di pintu bar.
Aksa menoleh sebentar, menatap dua orang yang sudah ia tandai akan menjadi musuhnya itu. Ia benar-benar harus menahan emosinya kali ini, demi Yuna.
***
Jangan lupa like teman-teman🤍