Apa pun itu, perihal patah hati selalu menjadi bagian kehidupan yang paling rumit untuk diselesaikan.
Tentang kehilangan yang sulit menemukan pengganti, tentang perasaan yang masih tertinggal pada tubuh seseorang yang sudah lama beranjak, tentang berusaha mengumpulkan rasa percaya yang sudah hancur berkeping-keping, tentang bertahan dari rindu-rindu yang menyerang setiap malam, serta tentang berjuang menemukan keikhlasan yang paling dalam.
Kamu akan tetap kebasahan bila kamu tak menghindar dari derasnya hujan dan mencari tempat berteduh. Kamu akan tetap kedinginan bila kamu tak berpindah dari bawah langit malam dan menghangatkan diri di dekat perapian. Demikian pun luka, kamu akan tetap merasa kesakitan bila kamu tak pernah meneteskan obat dan membalutnya perlahan.
Jangan menunggu orang lain datang membawakanmu penawar, tapi raciklah penawarmu sendiri, Jangan menunggu orang lain datang membawakanmu kebahagiaan, tapi jemputlah kebahagiaanmu sendiri.
Kamu tak boleh terpuruk selamanya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hawa zaza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 10
"Kenapa dia masih tetap baik baik saja, harusnya dia sudah mati. Tapi kenapa dia masih nampak sehat dan sepertinya tak tersentuh sedikitpun oleh kiriman pakde Juri. Apa yang membuat wanita itu masih tetap hidup sampai saat ini, karena teluh yang dikirim pakde terbilang yang paling kuat?" Munaroh nampak gusar dengan dada bergemuruh, Laras yang dia anggap sebagai penghalang untuk menjadi istri satu satunya Bimo, terlihat masih baik baik saja. Padahal pakdenya sudah sangat sering mengirim teluh untuk membuat Laras mati secara berlahan. Bahkan, Munaroh juga meminta pakdenya untuk membuat Bimo jijik pada Laras dan tidak sudi menyentuh istri sahnya itu dengan membuat organ intim milik Laras bau.
"Sepertinya, perempuan pendek itu semakin bahagia saja, postingannya terlihat dia sangat menikmati hidupnya. Ada apa sebenarnya, aku tidak terima kalau dia lebih beruntung dariku. Akan aku pastikan perempuan itu menderita kalau mas Bimo masih tetap mempertahankan pernikahan mereka." Gumam Munaroh yang begitu membenci Laras, padahal Laras tidak pernah sedikitpun mengusik perempuan itu. Justru Laras membuka jalan selebar mungkin untuk Munaroh memiliki Bimo dan Laras juga sudah bilang kalau dia ingin bercerai dan Munaroh akan mendapatkan apa yang dia mau. Tapi sekeras apapun Munaroh meminta Bimo untuk menceraikan Laras, Bimo tidak pernah perduli dan tidak mau menuruti permintaan Munaroh. Dan itu membuat Munaroh semakin dendam dan membenci Laras, padahal Munaroh adalah perempuan perebut yang datang dengan sengaja untuk merusak rumah tangga Laras dengan Bimo. Tapi justru Munaroh yang merasa tersakiti dan tidak terima dengan keberadaan Laras yang bahkan sudah diabaikan dan tidak diberikan nafkah layak oleh Bimo.
"Kalau si Laras bisa bertahan dari kiriman pakde, anak perempuannya yang dia sayang pasti dengan mudah bisa aku gunakan untuk bisa membuat hidup Laras menderita, hahaha tunggu saja permainannya." Munaroh terus berbicara sendiri, matanya menatap tajam foto yang di unggah di status Laras.
"Sepertinya mas Bimo sudah kembali, dia pasti tidak akan betah berada di rumah perempuan sialan itu." Sinis Munaroh yang tersenyum sinis dan mulai berjalan menghampiri Bimo yang terlihat memasuki rumah kontrakan mereka.
"Sudah, temu kangennya sama istrimu, mas?" Sindir Munaroh dengan bibir terangkat ke atas, matanya menatap kesal pada Bimo yang nampak santai menanggapi kecemburuan istri sirinya.
"Kamu masak apa, aku lapar?" Sahut Bimo tanpa menjawab pertanyaan dari Munaroh.
"Datang datang minta makan, emang istrimu itu gak kasih kamu makan apa, bisanya cuma minta uang saja, kenapa sih gak kamu ceraikan saja perempuan gak ada gunanya itu?" Sungut Munaroh dengan wajah masam.
"Gak usah banyak omong kamu, Roh. Ambilkan aku makan, aku lapar." Bentak Bimo yang kesal dengan sikap Munaroh yang menurutnya cerewet. Dengan kaki di hentakan Munaroh terpaksa menuruti perintah Bimo.
"Nih, aku gak masak, itu sayur sisa kemarin. Makan saja apa yang ada, uang yang kamu kasih sudah habis." Munaroh meletakkan sepiring nasi dengan sayur terong dan lauk tahu goreng di atas meja dengan bersungut-sungut.
Tanpa memperdulikan sikap Munaroh, Bimo yang sudah kelaparan langsung melahap makanan yang di berikan oleh istri sirinya itu. Munaroh hanya mencebik melihat suaminya makan dengan lahapnya.
"Mana minumannya, buatkan teh hangat." Suruh Bimo tanpa menoleh ke arah Munaroh.
"Kamu ya mas, perintah saja bisanya. Sana minta di layani sama istrimu yang sudah habisin duitmu, aku saja yang terus kamu suruh suruh." Omel Munaroh yang kesal tapi juga tetap melakukan perintah Bimo membuat teh hangat.
"Aku lagi makan, jangan ngomel saja kamu, Roh. Atau aku gampar mulutmu itu biar kamu diam." Bentak Bimo yang sudah jengah dengan mulut Munaroh yang terus ngoceh sejak tadi. Munaroh yang memang takut dengan Bimo langsung diam dengan wajah di tekuk masam.
"Mana Brio?" Tanya Bimo yang sudah selesai dengan makannya dan fokus melihat acara di depan televisi. Brio adalah anak Munaroh dengan Bimo. Anak hasil hubungan gelap mereka, dan sekarang sudah berumur lima tahun.
"Main di rumahnya bibik." Sahut Munaroh dengan nada ketus. Bimo mengeluarkan dompetnya dan mengambil uang lima ratus ribu dan diberikan kepada Munaroh yang langsung sumringah.
"Itu buat seminggu, jangan boros boros kamu. Kerjaan ku lagi sepi, kamu harus pintar ngatur uang. Warung juga lagi sepi, sopir jarang nongkrong di garasi." Bimo terlihat lesu, hatinya masih kesal dengan sikap Laras dan Luna yang sudah membuatnya merasa tidak dihargai oleh dua wanita yang sebenarnya masih dia sayang.
"Kamu lebih baik cari kerja tambahan saja, mas. Biar warungnya aku yang jaga, jadi gak jualan minuman saja. Nanti biar aku jualan nasi sekalian, gimana?" Sahut Munaroh yang mulai mengutarakan keinginannya, Munaroh tau keuntungan menjaga warung yang selama ini di buka Bimo di tempat kerjanya. Dan Munaroh tidak akan melepaskan kesempatan itu.
"Kalau Laras tau bisa runyam, karena warung itu sebagian besar menggunakan barang barang milik Laras. Aku gak mau ada keributan di tempat kerjaku, bisa malu aku." Sahut Bimo yang masih berat melepaskan warung yang dia bangun susah payah.
"Halah, wong Laras saja gak ada disini, dia juga gak pernah ke garasi, jadi aman aman saja. Asal kamu gak ngomong sama dia, mana mungkin si udik itu tau kalau aku yang pegang warungnya." Sungut Munaroh yang masih belum mau menyerah untuk membujuk Bimo.
"Yasudah, mulai besok Senin kamu pegang warungnya dan masak masakan yang enak biar semua pada makan di warung kita. Aku akan cari kerja tambahan pas dapat shif malam." Balas Bimo yang pada akhirnya menyetujui ide Munaroh. Dengan senyum lebar Munaroh kegirangan, bayangan uang yang mengalir di dompetnya membuatnya sangat bahagia.
"Kamu kalah lagi, Laras. Aku akan menguasai semuanya. Dan kamu tidak akan mendapatkan apapun dari Bimo setelah ini, rasain." Gumam Munaroh di dalam hatinya.
"Tutup pintunya, aku mau kamu layani aku kayak biasanya. Senangkan aku kalau kamu mau aku belikan cincin emas,." Tiba tiba Bimo sudah mendekap tubuh gempal Munaroh, laki laki itu sudah gak tahan menyalurkan hasratnya yang tertahan saat menginginkan Laras yang terlihat semakin menarik. Tapi sayang, Laras tidak sudi di sentuh olehnya.
"Mas, kenapa kamu mainnya kasar sekali sih, aku jadi sakit semua ini." Sungut Munaroh yang menahan sakit di area intimnya ulah Bimo yang bermain dengan bringas. Bahkan tubuhnya terasa remuk semua, Bimo tidak biasanya bersikap seperti itu, tapi kali ini Bimo benar benar membuat Munaroh kesakitan sampai perempuan itu meringis.
"Aku sudah menahan dari kemarin, Laras tidak mau aku sentuh. Harusnya kamu bersyukur karena aku menyalurkan ke kamu, bukan sama perempuan lain." Sahut Bimo enteng, membuat Munaroh semakin kesal.
"Awas saja kamu, mas. Sampai kamu berani bermain api sama perempuan lain, habis kamu. Aku akan minta sama pakde Juri untuk santet kamu!" Bentak Munaroh yang lagi lagi mengeluarkan ancamannya, membuat Bimo bergidik ngeri.
diihh .. khayalan nya terlalu tinggi pake segala ingin ibu nya tinggal disitu .. hadeuuhh .. dasar ga tau malu .. semoga aja Laras bisa melindungi diri nya dan Luna ..