Tipe pria idaman Ara adalah om-om kaya dan tampan. Di luar dugaannya, dia tiba-tiba diajak tunangan oleh pria idamannya tersebut. Pria asing yang pernah dia tolong, ternyata malah melamarnya.
"Bertunangan dengan saya. Maka kamu akan mendapatkan semuanya. Semuanya. Apapun yang kamu mau, Arabella..."
"Pak, saya itu mau nyari kerja, bukan nyari jodoh."
"Yes or yes?"
"Pilihan macam apa itu? Yes or yes? Kayak lagu aja!"
"Jadi?"
Apakah yang akan dilakukan Ara selanjutnya? Menerima tawaran menggiurkan itu atau menolaknya?
***
⚠️NOTE: Cerita ini 100% FIKSI. Tolong bijaklah sebagai pembaca. Jangan sangkut pautkan cerita ini dengan kehidupan NYATA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon widyaas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
Gevan tak jadi masuk ke dalam mobil, dia kembali masuk ke mall dan mencari Ara di sana. Gevan tak main-main dengan ucapannya yang ingin menghampiri Ara. Dia ingin membuktikan bahwa matanya tak salah lihat.
Penampilannya yang seperti CEO pun mengundang mata para kaum Hawa untuk melihat Gevan. Wajah tampan pria itu pun membuat mereka gigit jari, terlebih badan Gevan yang juga gagah, nyaris sempurna.
Matanya menatap sekelilingnya mencari si gadis yang mengajaknya bermain petak umpet.
Di sisi lain, Ara mengumpati Gevan dalam hatinya. Gadis itu bersembunyi di rak-rak yang berisi printilan lucu. Ya, Ara masih di sana. Saat hendak melarikan diri tadi, dia melihat Gevan masuk ke dalam toko tersebut, jadilah Ara memilih bersembunyi. Saking niatnya, dia juga memakai topi lucu agar Gevan tak mengenalinya.
Para pengunjung di sana menatap Ara dengan aneh. Memakai seragam sekolah dan topi lucu, tingkahnya mengendap-endap membuat mereka salah sangka.
"Apa yang kamu lakukan di situ?"
Suara berat tersebut membuat Ara terlonjak kaget. Gadis itu berbalik menatap si empunya suara. Ara cengengesan melihat wajah datar Gevan.
"K-kak Gevan gak kerja, ya?" tanya Ara basa-basi, cengiran nya tak luntur sedikitpun.
"Ikut saya," titah Gevan. Dia berbalik lalu berjalan lebih dulu.
Ara cemberut sambil menundukkan kepalanya, dia pun mengikuti langkah Gevan. Pengunjung di sana terkekeh gemas melihat interaksi keduanya. Ara sudah seperti anak kecil yang dimarahi oleh ayahnya, terlebih gadis itu memakai topi yang lucu.
Gevan membukakan pintu mobil untuk Ara. Namun, Ara malah mendongak melihat Gevan dengan tatapan lugunya.
"Masuk," ucap Gevan dan langsung dituruti oleh Ara.
Mereka pergi dari area mall menuju suatu tempat.
"Kita mau ke mana?" tanya Ara.
Gevan diam tak menjawab, tatapannya lurus ke depan fokus mengemudi. Ara menggembungkan pipinya melihat raut wajah Gevan.
Dasar tua. Batin Ara merasa sebal.
"Tujuan kamu bolos apa?" tanya Gevan tiba-tiba.
"Tidak ada," ketus Ara.
"Kalau tidak ada, kenapa bolos?" Gevan bertanya lagi.
"Pengen aja. Masalah?"
"Jaga bicara kamu, Ra. Saya lebih tua dari kamu," ujar Gevan tak suka mendengar nada bicara Ara yang terkesan menantang.
"Artinya Kak Gevan belum tau aku yang asli bagaimana!" sahut Ara.
"Saya tau semua tentang kamu," ucap Gevan sambil menatap sekilas ke arah Ara.
"Bohong," kata Ara.
Gevan mengendikkan bahunya tak peduli. Sedangkan Ara kembali cemberut kesal.
Beberapa menit kemudian, mereka sampai di sebuah danau buatan yang cukup sepi karena sekarang adalah jam kerja dan jam sekolah.
"Ngapain ke sini?" tanya Ara.
"Berenang," jawab Gevan asal.
"Aku gak mau. Kak Gevan aja," ucap Ara. Dia sama sekali tak bergerak sedikitpun dari kursinya.
"Saya mau kasih sesuatu untuk kamu," ucap Gevan membuat Ara sedikit tertarik. Namun, dia gengsi.
"Ayo," ajak Gevan. Dia turun lebih dulu dan mengitari mobilnya, lalu membuka pintu mobil yang di samping Ara.
Tanpa menunggu persetujuan si gadis, Gevan melepas sabuk pengaman yang masih mengunci tubuh Ara.
Ara menahan nafasnya saat wajah Gevan tepat di depan wajahnya. Pahatan sempurna itu membuat Ara terkagum-kagum. Apalagi rahang tegas Gevan yang sedikit berkedut.
"Masih terus natap saya atau keluar sekarang?"
Pertanyaan itu membuat pipi Ara merah karena malu. Dia pun mendorong dada Gevan dan keluar lebih dulu, sedangkan Gevan kembali menutup pintu mobilnya.
Ara duduk di sebuah bangku panjang yang ada di bawah pohon. Dari sana dia bisa melihat pemandangan danau yang indah. Tempat seperti ini cocok untuk orang introvert, pikir Ara.
Pergerakan di sampingnya tak membuat Ara mengalihkan pandangannya dari danau tersebut.
"Danau nya terlihat tenang, tapi di dalamnya pasti banyak menyimpan sesuatu," ucap Gevan penuh makna.
Ara menoleh menatap wajah tampan itu.
"Benar, kan?" tanya Gevan.
Ara terdiam sejenak, tak lama kemudian dia kembali menatap ke arah depan. Sama sekali tidak menjawab pertanyaan Gevan. Untungnya stok kesabaran Gevan sangat banyak.
"Katanya mau kasih aku sesuatu, mana?" tanya Ara. Tanpa malu, dia menengadahkan tangannya ke arah Gevan, seolah meminta sesuatu.
"Jawab pertanyaan saya dulu," ucap Gevan.
Ara mendengus mendengarnya.
"Pertanyaan nya tetap sama, kenapa kamu bolos sekolah hari ini?"
"Malas aja, sih. Sekali-kali gak papa, lah," jawab Ara kelewat santai.
"Itu gak baik, Ara..."
"Ya, emang! Sejak kapan bolos itu hal baik?"
"Gak usah bahas itu, deh, Kak. Aku capek. Lagi pula Kakak bukan siapa-siapa aku." Entah kenapa kalimat itu keluar begitu lancar dari mulut Ara.
Sebelah alis Gevan terangkat. "Kamu ngode supaya saya cepat-cepat memperjelas hubungan kita?"
Ara mendelik tak suka. "Pede amat, Om!" ketusnya. Jika Ara sudah kesal pada Gevan, maka panggilan 'Om' akan keluar.
"Secepatnya kita akan bertunangan. Saya gak pernah bohong soal itu," ucap Gevan tak menghiraukan ucapan Ara.
"Apaan, sih!" Pipi Ara tiba-tiba memerah. memang benar, ya, lain di hati lain pula di mulut. Padahal aslinya hati Ara berdebar.
Gevan menahan senyumnya melihat tingkah Ara. Tanpa mengatakan sesuatu, Gevan beranjak dari duduknya dan berjalan menuju mobil untuk mengambil sesuatu untuk Ara.
Ara hanya diam dan kembali menatap danau di depannya.
"Kalau berenang aman, gak, ya?" gumamnya penasaran.
Mata cantik itu melihat sekelilingnya. Namun, Ara malah melihat penjual es krim yang ada di pinggir jalan. Karena ingin, Ara pun berjalan ke sana dengan girang.
"Kak, es krim cup nya 2 ya! Satu coklat, satunya lagi stroberi," ucap Ara.
"Siap!"
Ara menunggu dengan tak sabaran seperti anak kecil, apalagi topi lucu yang tadi dia beli masih melekat di kepalanya, juga ransel berwarna putih masih ada di punggungnya.
Setelah mengambil pesanannya, Ara pun kembali ke bangku tadi. Di sana ada Gevan yang sedari tadi menatap gerak-geriknya.
"Kak Gevan suka coklat atau stroberi?" tanya Ara. Ia menyodorkan dua cup es krim beda rasa yang dia pegang.
"Suka kamu," jawab Gevan.
Dugh!
"Jawab yang bener, Kak!" geram Ara setelah berhasil menendang pelan kaki Gevan.
Gevan terkekeh geli. Sekarang dia tau tingkah Ara saat salah tingkah, gadis itu pasti akan kesal.
"Semuanya saya suka, Ara," jawab Gevan.
"Ya udah, nih!" Ara menyodorkan es krim rasa stroberi untuk Gevan. Dia pun duduk di samping pria tampan itu dan mulai menikmati es krim nya.
Tiba-tiba Gevan menyodorkan dua kotak yang begitu elegan pada Ara.
"Apa, nih?" tanya Ara. Dia menatap kotak itu dan Gevan secara bergantian.
"Ambil," titah Gevan.
Ara meletakkan cup es krim nya dan mengambil dua kotak tersebut lalu membuka salah satunya. Sontak, matanya terbelalak kaget.
"Oh My God! What is this?!" hebohnya.
"Ini cantik banget, Kak!" seru Ara lagi. Dia mengambil kalung tersebut dan melihatnya dengan teliti.
Gevan sangat menyukai reaksi Ara, meskipun terkesan heboh dan norak, tapi Ara bisa menghargai pemberiannya dengan baik.
"Ini pasti mahal, kan?" Mata yang masih terbelalak itu menatap ke arah Gevan.
Gevan menggeleng. "Apapun untuk kamu, pasti aku usahakan," katanya, membuat Ara mleyot seketika.
***
Aku mau yang kayak Om Gevan di dunia nyata😔😔😔
indah banget, ga neko2
like
sub
give
komen
iklan
bunga
kopi
vote
fillow
bintang
paket lengkap sukak bgt, byk pikin baper😘😍😘😍😘😍😘😍😘