YOUNG MARRIAGE

YOUNG MARRIAGE

1>>

Namanya Ayuna Prawiska, biasa dipanggil Yuna. Gadis yang telah dikaruniai garis wajah yang cantik dan manis sejak lahir. Umurnya sudah mengingak 19 tahun, dan sekarang ia duduk di bangku kuliah semester 5.

Seperti pagi-pagi sebelumnya, hari Yuna selalu diawali dengan hal yang tidak baik. Hampir tiap pagi ia harus melihat kakaknya yang masih terbaring tak berdaya di ruang tengah dengan bau alkohol yang tentunya sangat menyengat. Orang tua? Yuna memang tak punya. Ia dan Saga, kakak kandungnya itu sudah ditinggal sejak masih kecil.

Saga masih sangat ingat, mereka ditinggalkan di depan sebuah panti asuhan. Dan saat itu ia masih berumur 7 tahun dan Yuna adiknya berumur 3 tahun. Saga sama sekali tidak tahu mengapa kedua orang tuanya tega meninggalkan mereka, tetapi yang jelas ia merasa kehadiran dirinya dan adiknya memang tak diinginkan.

Enam belas tahun telah berlalu sejak hari yang menyedihkan itu, dan sudah terhitung empat tahun Saga dan Yuna keluar dari panti asuhan yang sangat berjasa merawat mereka berdua. Saga membawa Yuna keluar dari sana setelah dirinya mendapat pekerjaan yang cukup dan mampu untuk memenuhi kebutuhannya serta sang adik, Yuna.

Namun sayangnya, hal itu tak bertahan lama. Saga harus menelan kenyataan pahit ketika rekan kerjanya menjebaknya dan menjadikannya sebagai kambing hitam atas kesalahan yang tak pernah ia perbuat, yang kemudian membuat laki-laki itu dipecat. Hal itu pula yang membuat Saga menjadi orang yang pendendam, bahkan ia yang awalnya sangat baik dan penyayang berubah menjadi lelaki kasar dan suka main tangan.

"Kak, bangun dulu, jangan tiduran di lantai," ujar Yuna mencoba membantu Saga untuk bangun.

"Jangan sentuh gue, Cewek Pembawa Sial!" Saga mendorong tubuh Yuna hingga gadis itu kehilangan keseimbangan dan jatuh membentur sudut meja. Sakit? tentu saja.

Yuna meringis kesakitan tetapi ia berusaha sesegera mungkin untuk bangun dan kembali membantu Saga naik ke atas sofa. Bagi Yuna, kakaknya adalah segalanya. Sagalah satu-satunya yang ia miliki di dunia ini. Jadi, seburuk apa pun perlakuan Saga, Yuna akan tetap bersikap baik pada kakak laki-lakinya itu.

Setelah memastikan Saga berbaring dengan posisi yang benar, Yuna beralih ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Tak banyak yang bisa ia siapkan, setidaknya hari ini masih ada dua potong roti tawar yang bisa ia sediakan untuk dirinya dan sang kakak.

Yuna memakan satu potong roti tanpa selai, dan satunya lagi ia olesi selai kacang lalu ditaruhnya di atas piring. Untuk Saga, pikirnya. Yuna sengaja memakan roti tanpa selai, ia harus berhemat bahkan untuk sebuah selai kacang. Ya itu memang sangat menyedihkan.

Setelah selesai dengan sarapannya, Yuna kembali masuk ke kamar. Ia menatap Saga sebentar, kakaknya masih belum sadar juga.

Yuna kembali melanjutkan langkahnya masuk ke kamar. Ia harus menempuh pendidikan yang tinggi sebab hal itu adalah satu-satunya harapan agar ia bisa mendapat pekerjaan yang layak, setidaknya lebih layak dari seorang penjaga kafe yang saat ini ia geluti.

Semuanya sudah siap, Yuna tinggal berangkat ke kampus saja. "Kak, aku berangkat dulu, ya, sarapannya udah aku siapin di meja. Kakak jangan minum-minum lagi, ya, Yuna takut," bisik Yuna di telinga Saga lalu mencium pipinya sekilas dan beranjak pergi.

Dengan langkah santainya, Yuna menyusuri jalanan yang mengarah ke kampusnya. Sesekali ia menari berputar dan menghirup udara pagi yang amat sangat ia sukai. Udara pagi, itulah satu-satunya energi yang mampu membangun semangatnya untuk menjalani hari.

Cukup berjalan sepuluh menit, Yuna sudah sampai di depan gerbang kampusnya, Universitas Skyworld, kampus swasta ternama yang hanya bisa dimasuki oleh kaum borjuis dengan otak super encer. Tentu saja Yuna masuk ke golongan otak encer karena ia terdaftar di kampus itu melalui jalur beasiswa.

Yuna menatap gedung kampus bertingkat itu dengan mata cerahnya, senyuman manis terukir sempurna di bibir ranum itu. Ia mulai melangkahkan kakinya menuju gerbang kampus. Namun naas, baru satu langkah kakinya maju ia malah tersandung batu.

"Hah, apalagi ini Tuhan?" desahnya dengan lelah.

Tak ingin terus merutuki dirinya sendiri, Yuna lantas kembali berdiri dan langsung tersentak kaget saat tiba-tiba sebuah motor berhenti mendadak tepat di hadapannya. Yuna menatap lekat laki-laki yang membawa motor sport itu.

Dia adalah Aksa, Aksara Pradikta. Most wanted nomor satu di kampus dan tentu memiliki banyak penggemar gila, bahkan ketampanannya ini bisa saja menandingi idol k-pop yang juga banyak di gilai remaja jaman sekarang. Tapi satu hal yang wajib diingat tentang most wanted satu ini, jangan coba-coba untuk mendekatinya karena Aksa terkenal sangat membenci yang namanya perempuan, belum lagi penggemar beratnya bisa menelanmu kapan saja jika mengusiknya secuil saja. Bagi penggemar Aksa, pangeran Aksa adalah hak bersama, bukan pribadi.

"Minggir!" serunya. Yuna sontak mundur beberapa langkah dan memberi jalan untuk motor dan tuannya itu lewat.

“Dasar nggak sopan!” celetuk Yuna kesal sendiri.

Yuna membersihkan roknya yang kotor akibat tersandung tadi, dan kemudian benar-benar melanjutkan langkahnya masuk ke gerbang kampus. Yuna menyapa Pak Dadang, satpam kampus seperti yang biasa ia lakukan. Setidaknya ia harus berbicara minimal dengan satu orang di tiap paginya agar hidupnya terlihat sedikit normal.

Tiba di kelas, suasana yang semula ramai mendadak hening, dan tentu saja hal itu membuat Yuna keheranan. Kenapa saat dirinya datang semua orang malah diam tak bersuara? Jujur, Yuna merinding mengalami hal ini, seakan-seakan ada aura gelap sedang berada di dekatnya. Ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal dan perlahan menoleh ke belakang. Dan benar saja, Bu Amara kini sudah berdiri tepat di belakangnya. Ibu dosen satu itu memang terkenal dengan mulut pedasnya yang suka sekali marah-marah. Kaki Yuna seakan diikat di tempat, ingin rasanya ia menenggelamkan dirinya di bawah lantai kelas ini. Menatap mata Bu Amara saja sudah membuat jantung Yuna berdetak dua kali lebih cepat.

"Yuna! Sini, duduk!" panggil Salsa, teman akrab Yuna dengan suara nyaringnya.

"Maaf, Bu," ucap Yuna lalu pelan-pelan beranjak ke kursi yang ada di samping Salsa.

"Setop! Pergi ke ruang saya dan ambil lembar kuis untuk teman-temanmu," ujar Bu Amara sebelum Yuna duduk di kursinya.

Yuna langsung berusaha tersenyum manis, lebih ke kecut sebenarnya. "Baik, Bu," balas Yuna sebelum berlari keluar kelas.

"Hah! Ini benar-benar akan menjadi hari yang luar biasa," racaunya saat berada di luar kelas dan langsung berlari ke ruangan Bu Amara, ia tidak boleh membuat dosen killer itu menunggu lebih lama.

°°°

Jangan lupa like teman-teman🤍

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!