Season Dua dari "Lily: Rahasia Gadis Kampung"
Briela Leonor, putri dari Raja Leonor, adalah pewaris tahta di sebuah kerajaan yang kekuasaannya melampaui presiden, menteri, dan semua gubernur. Setelah kematian suaminya, Briela memilih hidup sebagai rakyat biasa untuk melindungi anaknya, Xaviera, dari intrik politik yang mematikan.
Selama dua puluh tahun, Briela berhasil menyembunyikan identitasnya di sebuah provinsi kecil di wilayah Barat kota Riga. Kini, Xaviera telah dewasa, dan pernikahannya membawa kebahagiaan besar bagi Briela. Namun, kebahagiaan itu segera berubah menjadi mimpi buruk ketika Xaviera menjadi korban penyiksaan dan pelecehan oleh suaminya, Aron Ace.
Situasi semakin genting ketika sebuah kasus besar muncul, mengancam kestabilan negara. Briela dihadapkan pada keputusan sulit: membuka identitasnya dan kembali memimpin negara untuk menyelamatkan putrinya dan mengembalikan kedamaian, atau tetap tersembunyi dan menyaksikan kehancuran yang tak terelakkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuhume, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 22
Briela melangkah dengan pelan. Semua mata tertuju padanya. Aron tertawa dengan senang. Briela tiba di hadapan Aron dengan jarak yang tidak begitu jauh. Tubuhnya mulai sedikit membungkuk pelan, untuk membuat lututnya harus bertekuk, tapi tiba-tiba saat Aron tertawa senang, matanya tidak foksu ke arah Briela, dengan cepat Briela mengeluarkan belati kecil yang terselip di pinggangnya.
Sangat cepat hingga sekali kedipan mata, Briela menusuk lengan, tangan, pundak kedua paha belakang Aron dengan belati kecil tersbeut. Membuat sistem sarafnya lumpuh.
Semua melihat itu terdiam. Dalam hitungan detik, tubuh Aron tumbang dan terjatuh begitu saja di lantai. Tubuhnya berbaring tidak bisa di gerakan. Sedangkan tubuh Xaviera dengan cepat di tangkap oleh Briela karena lunglai tidak memiliki tenaga kembali.
Briela membaringkan kepala Xaviera di pahanya dan memeluknya erat. Wajah Xaviera tersenyum dan memegang wajah ibunya.
“Ma… maafkan Xaviera,” ucapnya lemah kemudian tidak sadarkan diri lagi.
Air mata Briela yang tidak tertahan kini terurai. Kekuasaan yang dimilikinya tidak akan bisa menutupi kesedihan dan kerapuhannya saat itu menyangkut buah hatinya, separuh dari dirinya. Hatinya teriris dan penuh rasa bersalah melihat memar di tubuh anaknya itu.
“Maafkan Mama sayang…” ucapnya.
Barbara melihat itu segera mendekati tubuh Aron yang darahnya sudah mengalir dari tubuhnya, membasahi setelan jasnya. Dia masih hidup, sedikit sekarat. Hanya saja dia tidak bisa menggerakkan tubuhnya sedikit pun.
“Aku akan membunuhmu!!!” ucap Barbara, ingin menginjak tubuh Aron dengan penuh kekuatan, tapi Briela cepat menahannya.
“Tunggu!” ucap Briela.
Barbara menghentikan rencananya. Briela berdiri dari tempatnya dan segera memerintahkan beberapa pengawal pribadinya segera membawa Xaviera mendapatkan perawatan.
“Aku tidak ingin dia mati, aku ingin dia hidup, hidup yang sangat lama…” ucap Briela dengan menajam dan wajah yang memerah penuh amarah menatap Aron.
“Kakak, apa yang….”
Tangan Briela naik dengan spontan. Dia kemudian menjelaskan kepada semua yang melihat kejadian itu, jika mereka memiliki rencana untuk menghianati negara, mereka harus membuka mata dan pikiran mereka, melihat apa yang keluarga kerajaan akan lakukan kepada mereka para penghianat.
Briela meletakkan kakinya di aras dada Aron.
“Aku akan membuatmu merasakan setiap detik, sakit yang selama ini kau ukir dia atas kuliat putriku setiap incinya. Bahkan kau akan memohon kematian kepadaku, karena hanya itu yang terbaik, dibanding hidup dalam penyiksaan yang akan aku berikan, di penjara bawah tanah istana kerajaan,” ucap Briela dengan suara yang tenang dan mencekam.
Raut wajah Briela suram, hingga semua yang mendengar itu menggelidik ketakutan. Dia sudah membayangkan penyiksaan yang akan Aron dapatkan dalam penjara dingin bawah tanah istana kerajaan. Kabarnya penyiksaan di sana, tidak kira. Bahkan ada beberapa isu menyebar, jika kulit mereka akan terangkat dari daging yang melekat di tubuh para penghianat negara dan setiap harinya, tubuh mereka akan teriris bagaikan daging panggang yang akan siap di hidangkan.
Aron yang mendengarnya berusaha untuk mengeluarkan suara, tapi setiap tusukan yang diberikan Briela di tubuh Aron membuat sistem saraf ke otak dan pita suara menghilang begitu saja.
Barbara tersenyum. Untuk kedua kalinya keadaan yang sama. Barbara melihat Briela marah dan mengeluarkan trik bela dirinya. Barbara selama ini sangat kagum kepada Briela karena hanya dia seorang penghuni istana yang bisa mewarisi tehnik bela diri dari guru istana kerajaan.
Barbara melihat Briela pertama kali berada di medan perang, mengatur strategi, membunuh, menangkap par penghianat dan menjatuhkan musuh sudah terlewati. Dia tidak akan menyangka, kali ini dia akan menyaksikan kali kedua, Briela kembali dan memimpin kerajaan dengan penuh keagungan dan aura kekuasaannya.
“Kakak selamat datang kembali,” batin Barbara kembali.
Briela menaikkan tangannya sebagai syarat. Pengawal setianya, salah satu dari mereka mendekat dengan membawa beberapa berkas di tangannya. Dia menjelaskan jika dalam berkas itu bukti penghianatan Aron dan empat keluarga terhormat wilayah tersebut. Para tuan muda telah melakukan penghianatan negara.
“Hukum mereka yang sesuai,” perintah Briela.
Pengawal tersebut mengangguk dan segera menjalankan perintahnya. empat kepala keluarga terhormat segera melangkah dan berlutut di hadapan Briela. Dengan tubuh yang bergetar dan wajah yang memucat, mereka memohon agar Briela melepaskan para tuan muda dan memaafkannya.
Mereka siap kehilangan kehormatan dan kekuasaannya.
“Tidak ada syarat kebebasan diberikan oleh seorang penghianat!” ucap Briela dengan melirik tajam ke arah empat pria paruh bayah di hadapannya itu.
Empat keluarga terhormat tersebut, masih berkeras dengan memohon agar anak mereka dilepaskan. Dengan geram Briela memerintahkan bahwa seluruh aset kekayaan mereka disita. Akan diperiksa oleh pemerintah dan hukuman akan diberikan oleh kerajaan.
“Hukuman mati akan diberikan sebagai sanksi!”
Empat keluarga tersebut menangis sesegukan dan memohon, mereka ingin mendekati Briela dan memegang kakinya, tapi beberapa pengawal dengan sigap dan tegap, segera menahan mereka dan membawa mereka menjauh dari Briela.
“Barbara!”
“Siap Yang Mulia,” ucap Barbara dengan membungkuk siap menerima perintah.
“Bereskan para penghianat negara, di wilayah ini, dan berikan mereka hukuman yang setimpal. Libatkan pemerintah wilayah agar kalian bekerja sama memberikan keadilan pada negara ini. Sedikit kesalahan tidak akan termaafkan,” ucap Briela tegas.
“Baik Yang Mulia!” semua serentak menerima perintah.
Briela berjalan meninggalkan ruangan di ikuti beberapa pengawal. Dia segera menuju rumah sakit di mana Xaviera di rawat.
Langkah Briela sangat cepat, dia segera memasuki lift dan menuju ruangan VVIP.
Rumah sakit Helif, milik kerajaan yang berada di wilayah tersebut. Fasilitasnya lengkap dan penduduk sekitar bisa mendapatkan perawatan medis gratis. Pintu terbuka, langkah Briela terhenti. Rasanya dia ingin menghukum dirinya sendiri, saat melihat banyak peralatan medis kini menempel di tubuh anaknya.
Beberapa dokter ahli terlihat fokus memeriksa Xaviera.
“Bagaimana dengan keadaannya?” tanya Briela yang berusaha memaksakan diri untuk mencari tahu keadaan anaknya, walau sangat berat.
Selama ini, bahkan saat Xaviera merasa demam sedikit membuatnya begitu teriris dan segera memberikan perawatan yang penuh agar Xaviera segera sembuh, kali ini di hadapannya, dia merasa mimpi melihat anaknya bisa terluka begitu parah.
“Aku tidak berguna,” gumam Briela dengan mengutuk dirinya sendiri.
Air matanya berusaha untuk ditahan tapi tetap mengalir.
“Salam Yang Mulia Ratu,” ucap dokter.
“Dokter Addison, bagaimana keadaan putriku?!”