NovelToon NovelToon
RanggaDinata

RanggaDinata

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Cintapertama / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Bad Boy / Idola sekolah
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: patrickgansuwu

"Rangga, gue suka sama lo!"

Mencintai dalam diam tak selamanya efektif, terkadang kita harus sedikit memberi ruang bagi cinta itu untuk bersemi menjadi satu.



Rangga Dinata, sosok pemuda tampan idola sekolah & merupakan kapten tim basket di sekolahnya, berhasil memikat hati sosok wanita cantik yang pintar dan manis—Fira. Ya itulah namanya, Fira si imut yang selama ini memendam perasaannya kepada kapten basket tersebut.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon patrickgansuwu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 15. Luka yang terbuka

Hari-hari terus berlalu, namun hati Fira masih dihantui oleh sikap dingin Rangga. Meski sudah berusaha menerima kenyataan bahwa hubungan mereka sudah berakhir, perasaan sakit yang ia rasakan setiap kali melihat Rangga tampak bahagia dengan orang lain masih saja menyengat. Terlebih lagi, gosip yang beredar tentang kedekatan Rangga dengan gadis baru di kafe semakin memperburuk suasana hati Fira.

Di sisi lain, Ezra terus berada di samping Fira. Ia menjadi teman yang selalu siap mendengarkan setiap keluh kesah Fira, menawarkan bahu untuk bersandar di tengah-tengah kegalauan yang dirasakannya. Ezra tahu, meski Fira mencoba terlihat kuat, hatinya masih terluka. Fira menghargai perhatian Ezra, meskipun di dalam hatinya, ia tahu bahwa Ezra menginginkan sesuatu yang lebih dari sekadar teman.

•••

Suatu sore, setelah kelas selesai, Ezra mengajak Fira untuk berjalan-jalan di sekitar taman sekolah. Hari itu terasa lebih hangat, angin berembus lembut, dan daun-daun pohon yang mulai berubah warna menandakan bahwa musim gugur segera tiba. Fira dan Ezra duduk di bangku taman, berbicara tentang segala hal ringan—dari tugas sekolah, film, hingga rencana liburan. Namun, di balik percakapan santai itu, ada sesuatu yang mengganjal di antara mereka.

Ezra, yang biasanya ceria dan santai, tampak lebih serius dari biasanya. Matanya berkali-kali menatap Fira dengan cara yang berbeda, seolah-olah ada sesuatu yang ingin ia katakan, tetapi tidak tahu bagaimana harus memulainya.

"Fira, gue udah lama mau ngomong ini sama lo," ucap Ezra tiba-tiba, menghentikan pembicaraan mereka tentang film yang baru saja mereka tonton. Suaranya terdengar lebih berat dari biasanya, membuat Fira menoleh dengan alis terangkat.

"Ada apa, Ez?" tanya Fira, merasa sedikit was-was.

Ezra menarik napas dalam-dalam, kemudian menatap Fira lurus-lurus, tanpa keraguan. "Gue nggak bisa bohong lagi sama diri gue sendiri. Gue udah lama suka sama lo, Fir. Sejak dulu, sebelum Rangga. Gue selalu suka lo."

Kata-kata itu menghantam Fira seperti angin kencang yang tiba-tiba datang tanpa peringatan. Ia terdiam, tidak tahu harus merespons bagaimana. Ia memang selalu merasa bahwa Ezra memiliki perasaan padanya, tapi mendengar langsung pengakuan itu membuatnya tidak siap.

"Ezra, gue…" Fira mencoba berbicara, tetapi kata-katanya terhenti di tenggorokan. Ia tidak ingin menyakiti perasaan Ezra, tetapi ia juga tidak bisa mengabaikan perasaan campur aduk di hatinya. Di satu sisi, Fira menghargai perhatian Ezra, tetapi di sisi lain, ia masih belum sepenuhnya bisa melupakan Rangga.

Ezra tersenyum lemah, seolah sudah menduga respons Fira. "Gue nggak maksa lo buat ngerasa yang sama, Fir. Gue cuma mau jujur sama perasaan gue. Dan gue akan tetap ada di sini, apapun jawaban lo."

Fira menatap Ezra dengan campuran rasa terima kasih dan kebingungan. Ia tahu bahwa Ezra tulus, tetapi situasinya terasa begitu rumit. Tanpa pikir panjang, Ezra perlahan mendekat, wajahnya semakin dekat dengan wajah Fira.

Dalam sekejap, Fira merasakan bibir Ezra menyentuh bibirnya. Ciuman itu lembut, singkat, tetapi cukup untuk membuat perasaan Fira berputar. Ia terkejut, tidak sepenuhnya menolak, tetapi juga tidak bisa sepenuhnya menerima. Hatinya kacau, dan perasaan bersalah mulai merayap naik ke dalam pikirannya.

Namun, sebelum Fira sempat bereaksi lebih jauh, suara langkah kaki yang berat terdengar dari kejauhan. Fira dan Ezra segera berpaling, hanya untuk menemukan Rangga berdiri tidak jauh dari mereka. Wajahnya tampak pucat, dan sorot matanya penuh dengan kemarahan dan luka.

•••

Detik itu terasa seperti beku. Fira tidak pernah menyangka akan melihat Rangga di sini, terlebih lagi saat ia baru saja mencium Ezra. Jantung Fira berdegup kencang, dan matanya membulat dalam kepanikan. Ia bisa melihat sorot mata Rangga yang tajam, seolah-olah ia baru saja dikhianati. Padahal, mereka sudah tidak lagi bersama. Namun, ekspresi Rangga seakan mengatakan sebaliknya.

"Rangga…" gumam Fira pelan, suaranya nyaris tak terdengar. Ia ingin mengatakan sesuatu, apa saja untuk meredakan suasana, tapi tidak ada kata-kata yang keluar.

Ezra berdiri, mencoba untuk menguasai situasi. "Rangga, ini nggak seperti yang lo pikirkan."

Namun, Rangga mengangkat tangannya, menghentikan Ezra sebelum ia bisa melanjutkan. "Gue nggak mau denger apapun dari lo, Ez," katanya dingin, matanya tertuju tajam pada Ezra. "Gue kira lo temen gue."

Ezra tersentak mendengar tuduhan itu, tapi tetap berusaha tenang. "Gue masih temen lo, Rangga. Tapi gue juga punya perasaan, dan gue nggak bisa terus-terusan ngelawan itu. Gue nggak mau bohong lagi."

Rangga tertawa getir, suara tawanya penuh sarkasme. "Perasaan? Lo ngomong soal perasaan setelah lo ngambil orang yang pernah gue sayang? Gimana bisa lo ngomong soal perasaan?"

Fira, yang masih terdiam di tempat, merasa semakin terhimpit di antara dua orang yang penting dalam hidupnya. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Apa pun yang ia katakan, sepertinya hanya akan memperburuk keadaan.

Rangga mengalihkan pandangannya ke Fira, dan tatapannya berubah menjadi lebih dingin. "Dan lo, Fir… Gue nggak nyangka lo bakal ngelakuin ini."

Mendengar kata-kata itu, Fira merasakan hatinya hancur. "Rangga, ini bukan seperti yang lo kira. Gue nggak sengaja. Gue juga nggak mau nyakitin lo."

Namun, Rangga menggeleng, matanya menatap Fira dengan campuran kekecewaan dan rasa sakit. "Gue udah ngasih jarak, gue udah mundur. Tapi ternyata, selama ini lo udah deket sama dia."

"Enggak, Rangga! Nggak ada apa-apa antara gue sama Ezra sampai… sampai hari ini," kata Fira, suaranya terdengar putus asa. "Gue nggak mau ngelakuin ini."

Ezra mencoba menengahi lagi, namun Rangga memotongnya dengan suara yang lebih tegas. "Gue udah nggak peduli lagi. Gue pikir kita bisa tetap temenan, tapi ternyata gue salah. Lo bukan temen gue, Ez."

Ezra tampak tertekan. Ia tidak menyangka bahwa tindakannya akan menghancurkan persahabatannya dengan Rangga. "Rangga, jangan kayak gini. Kita bisa ngobrol baik-baik."

"Udah nggak ada yang perlu diomongin," jawab Rangga tegas. "Mulai sekarang, lo bukan temen gue lagi."

Fira berdiri, mencoba mendekat ke Rangga, tapi ia segera mundur beberapa langkah. "Rangga, jangan kayak gini, tolong…"

Namun, Rangga menggeleng dan menatap Fira dengan dingin. "Gue udah selesai sama lo, Fir. Lo udah buat pilihan lo. Jangan pernah hubungi gue lagi."

Tanpa berkata apa-apa lagi, Rangga berbalik dan pergi dengan langkah cepat, meninggalkan Fira dan Ezra yang berdiri dalam keheningan yang menyakitkan. Fira bisa merasakan air mata mulai mengalir di pipinya, sementara Ezra hanya bisa menatap Rangga yang semakin menjauh, merasa bersalah atas apa yang telah terjadi.

•••

Setelah kepergian Rangga, Fira dan Ezra hanya berdiri di sana dalam diam. Hatinya terasa berat, penuh dengan perasaan bersalah dan kehilangan. Meskipun Fira tahu bahwa hubungannya dengan Rangga sudah berakhir, melihat Rangga begitu terluka oleh apa yang terjadi membuat segalanya menjadi lebih sulit.

Ezra, yang biasanya penuh percaya diri, tampak tak tahu harus berbuat apa. Ia mencoba mendekati Fira, tetapi Fira segera menjauh, tidak ingin berdekatan dengan siapa pun saat itu. "Fira, gue minta maaf. Gue nggak bermaksud bikin semuanya jadi kayak gini," ucap Ezra pelan.

Fira hanya bisa menggeleng, menutupi wajahnya dengan tangan. "Ezra, gue… Gue nggak tahu harus bilang apa. Gue cuma… Gue nggak bisa."

Ezra terdiam, tahu bahwa perasaannya untuk Fira mungkin telah membuat segalanya menjadi lebih rumit. Ia ingin memperbaiki semuanya, tetapi ia juga tahu bahwa tidak ada kata-kata yang bisa memperbaiki luka yang sudah terlanjur terbuka.

Dan di saat itu, Fira merasa seluruh dunianya runtuh. Hatinya terasa begitu berat, seolah-olah beban perasaan bersalah dan kehilangan menghimpit jiwanya tanpa ampun. Ia hanya berdiri di sana, membiarkan air matanya terus mengalir. Ezra, yang berdiri tidak jauh darinya, tampak gelisah. Ia ingin mendekati Fira, menenangkannya, tetapi ia tahu bahwa setiap tindakannya mungkin akan membuat segalanya semakin buruk.

Setelah beberapa saat terdiam, Fira akhirnya berkata dengan suara gemetar, "Ezra... gue butuh waktu. Ini semua terlalu cepat, terlalu rumit. Gue nggak siap buat ini."

Ezra menundukkan kepalanya, merasa menyesal. "Gue ngerti, Fir. Gue minta maaf kalo gue udah bikin lo bingung dan bikin semuanya tambah rumit. Gue bener-bener nggak maksud buat lo merasa kayak gini."

Fira tidak menjawab. Ia masih mencoba mengatur napas, menenangkan hatinya yang kacau. Dalam hatinya, ia bertanya-tanya apakah ia memang telah membuat kesalahan besar dengan membiarkan Ezra mencium dirinya. Bukan hanya karena Rangga melihat, tetapi karena ia sendiri merasa belum benar-benar siap untuk memulai sesuatu yang baru.

1
Rea Ana
wes fir.... fir... semoga kau tak stress, hidup kau buat tarik ulur, pusing dibuat sendiri
Rea Ana
fira labil
Rea Ana
bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!