Mencintai pria dewasa yang umurnya jauh lebih matang sama sekali tidak terbesit pada diri Rania. Apalagi memikirkannya, semua tidak ada dalam daftar list kriterianya. Namun, semua berubah haluan saat pertemuan demi pertemuan yang cukup menyebalkan menjadikannya candu dan saling mengharapkan.
Rania Isyana mahasiswa kedokteran tingkat akhir yang sedang menjalani jenjang profesi, terjebak cinta yang rumit dengan dokter pembimbingnya. Rayyan Akfarazel Wirawan.
Perjalanan mereka dimulai dari insiden yang tidak sengaja menimpa mobil mereka berdua, dan berujung tinggal bersama. Hingga suatu hari sebuah kejadian melampaui batas keduanya. Membuat keduanya tersesat, akankah mereka menemukan jalan cintanya untuk pulang? Atau memilih pergi mengakhiri kenangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asri Faris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 28
Rania mendorong dada Rayyan sedikit keras memisahkan diri, perempuan itu berlalu dengan cepat menghindari tatapan matanya yang meminta penjelasan. Sementara Rayyan termangu di tempat, walaupun belum puas-puas amat nyatanya ia berhasil menyentuhnya hari ini. Ia tersenyum sendiri mengingat rasa bibir Rania yang manis.
"Astaga, aku kan sedang sakit, bagaimana kalau Rania tertular," gumam pria itu khawatir. Keluar dari kamar menyambangi kamar tetangganya.
"Ra! Rania!" pekik pria itu sambil menggedor pintunya.
Tak ada sahutan membuat Rayyan menghentikan aksinya. Sejenak ia berpikir, apakah Rania marah atas insiden yang sangat mengesankan tadi, seharusnya tidak jadi masalah toh dilakukan dalam keadaan sadar dan tanpa paksaan.
Rayyan tidak jadi menanyakan hal itu, hingga menjelang petang mereka belum lagi bertemu. Rayyan mengurung diri di kamar mengistirahatkan tubuhnya yang sebenarnya sudah kembali membaik. Sementara Rania sendiri, entah apa yang sebenarnya sedang gadis itu lakukan di dalam kamar.
Seharian terkurung, ia mulai merasa bosan berdiam diri di kamar, sengaja keluar rumah bermaksud menepi di pinggir kolam renang, siapa tahu mendapat pencerahan.
Pria itu termangu di tempat, sedikit tidak percaya namun pada kenyataannya itu nyata dan benar adanya.
"Rania!" seru pria itu masih belum percaya, gadis itu ternyata tengah menghabiskan waktu petang harinya di pinggir kolam renang. Terlihat gadis itu tengah melakukan panggilan telepon. Tanpa ragu sedikit pun ia mendekat.
Rayyan tercekat, saat tanpa sengaja ia mencuri dengar. Malam ini Rania berencana mengadakan pertemuan dengan Jovan. Lebih tepatnya, ia akan berkencan menghadiri makan malam.
"Iya, aku bisa, tunggu saja di tempat biasa, tidak usah menjemput ke rumah, Om aku galak!" ucap gadis itu santai.
What! Om?
Rayyan menahan kesal, bisa-bisanya dirinya dijuluki Om galak.
"Ra! Aku cari dari tadi ternyata di sini?" sapa Rayyan mengambil duduk di lounger tepi kolam renang.
"Iya," jawab Rania lekas beranjak. Dirinya hampir tidak punya muka setelah kejadian siang tadi di ruang ganti.
"Ra, tunggu Ra! Aku pengen ngobrol!" cegah pria itu menahan tangannya.
"Lepasin!" desis Rania menyorot tak ramah.
"Oke, sorry, sorry, bisa duduk dulu nggak?"
"Maaf Dok, jangan salah presepsi dan jangan salah paham dengan apa yang telah terjadi," ucapnya dingin.
"Kamu kenapa sih Ra? Ketus gitu, aku pengen ngobrol serius, bisa tenang."
Entahlah, Rania hanya kesal saja dengan sikap Rayyan, kesal dengan keadaan, dan kecewa dengan sikap dirinya yang membiarkan pria itu menyentuhnya begitu saja. Rania sungguh merasa bersalah dengan Jovan.
Gadis itu menghela napas sepenuh dada, menurut dan ikut duduk di lounger dengan rasa yang entah. Sungguh dirinya tidak ingin terlibat perasaan yang melebihi batas, atau bisa habis kena semprot orang tua mereka yang selalu mewanti-wanti pergaulan anaknya. Bukan hanya semprot, ayahnya yang keras itu bisa mengamuk kalau dirinya tinggal satu atap dengan pria dewasa tanpa adanya sebuah ikatan.
Mungkin bagi Rayyan menikah itu perkara mudah, karena dirinya sudah siap. Tetapi bagi Rania, menikah itu masih nomor sekian untuk saat ini, dan yang paling penting, seandainya menikah pun tentu saja Rania ingin menikah dengan orang yang ia cintai.
"Ra," ucapnya terhenti saat hendak mengeluarkan kata, terjeda karena lagi-lagi handphone Rania memekik.
Rania menatap ponselnya, terlihat nama Jovan memenuhi layar di sana. Rayyan ikut mengintip, ia yang kesal karena merasa diabaikan merampas handphone Rania dari tangannya.
"Dok, balikin handphone saya!" pekik Rania kesal.
"Nggak! Kamu tuh nggak bisa apa iba sedikit saja dengan perasaan aku!" bentak Rayyan kesal.
"Apanya yang salah, kami itu sepasang kekasih, kenapa jadi Anda yang marah. Kita mau ketemu, mau berkencan, atau mau apapun itu terserah saya dong!" Rania ikut meninggikan suaranya.
Gadis itu kembali bangkit dan hendak meninggalkan pria yang selalu memaksa dirinya.
"Ra!" Rayyan kembali menahan tangannya.
"Lepas!" tepis Rania kesal, karena oleng membuat pria itu tak sengaja menarik tangan Rania. Terceburlah mereka berdua ke kolam. Keduanya sama-sama basah.
Rayyan kembali menarik tangan Rania yang ingin menepi.
"Ra, dengerin dulu Ra!" ucap pria itu terus menahannya.
"Nggak mau, lepas!" tepis Rania kesal.
Rayyan yang merasa gemas, dengan sekali tarikan menubruk bibir Rania. Gadis itu berontak, memisahkan diri lalu menamparnya cukup keras. Cukup sekali dia menciumnya tanpa permisi, tetapi malah dengan kurang ajarnya kembali menciumnya lagi.
Pria itu jelas tersulut emosi, dengan gemas kembali menarik tengkuk Rania, mencium dengan lebih berani. Rania kembali memberontak, gadis itu kembali menamparnya lagi. Masih tidak terima, Rayyan yang sudah benar-benar emosi hanya perkara menciumnya saja sampai mendiamkannya, kedua tangan pria itu menarik tengkuk Rania dan kembali mencium bahkan mencumbunya dengan sedikit brutal.
Rania meraung, ia ingin menampar sekali lagi, namun Rayyan menahan tangannya. Suasana semakin tidak kondusif, mereka menatap sengit dan dingin masih di dalam kolam renang. Merasa sangat kesal, Rania memukul permukaan air kolam, tepat di hadapannya.
Rania menepi, dengan napas memburu kesal ia berdiri. Sedikit merasa pening karena tangis dan air dingin yang menyapa tubuhnya. Baru beberapa langkah gadis itu beranjak, tubuhnya ambruk tak sadarkan diri.