Sifa Kamila, memilih bercerai dari sang suami karena tidak mau diduakan. Ia pun pergi dari rumah yang dia huni bersama Aksa mantan suami selama dua tahun.
Sifa memilih merantau ke Jakarta dan bekerja di salah satu perusahaan kosmetik sebagai Office Girls. Mujur bagi janda cantik dan lugu itu, karena bos pemilik perusahaan mencintainya. Cinta semanis madu yang disuguhkan Felix, membuat Sifa terlena hingga salah jalan dan menyerahkan kehormatan yang seharusnya Sifa jaga. Hasil dari kesalahannya itu Sifa pun akhirnya mengandung.
"Cepat nikahi aku Mas" Sifa menangis sesegukan, karena Felix sengaja mengulur-ulur waktu.
"Aku menikahi kamu? Hahaha..." alih-alih menikahi Sifa, Felik justru berniat membunuh Sifa mendorong dari atas jembatan hingga jatuh ke dalam kali.
Bagaimana kelanjutan kisahnya? Kita ikuti yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Mata Felix membelalak ketika kursi kebesarannya diduduki oleh wanita. Anehnya wanita itu orang yang dulu ia cintai. Namun, sekarang tidak lebih dari seorang musuh. Felix mendekati wanita yang tidak menyadari kedatangannya karena tengah fokus di depan komputer.
"Keluar kamu dari ruangan saya" perintahnya seolah dia kuasa.
"Anda yang harus keluar Pak Felix" satpam menarik tangan Felix, tetapi dihempas kuat.
Wanita itupun mengangkat kepala cepat, tersenyum meledek. Lalu memberi kode satpam agar melepas tangan Felix. Dia ingin tahu apa yang akan dilakukan pria itu. "Oh ada tamu rupanya" Wanita yang tak lain adalah Sifa itu tetap dalam posisi duduknya, seolah melawan.
"Keluaaarrr...!!" Suara Felix menguar. Jari telunjuknya menunjuk ke arah pintu yang masih terbuka.
"Kamu yang harus keluar Felix!" Sifa membuka laci ambil selembar kertas kemudian berdiri, ia melempar kertas tersebut ke arah Felix hingga jatuh di dada. "Baca surat itu, kalau memang Anda ini pernah sekolah" Sifa tidak menyangka jika Felix tidak mau menerima kenyataan padahal tanda tangan Felix sudah terpampang di kertas itu, bahwa ia sudah tidak mempunyai apapun lagi di perusahaan tersebut.
Felix memungut kertas yang tergeletak di lantai, tetapi tatapan mata tajamnya tertuju kepada wajah Sifa yang tak kalah sinis. Mau tak mau Felix berpaling dari wajah Sifa beralih membaca kertas tersebut hanya dalam hitungan menit.
"Tanda tangan ini palsu" Felix merobek kertas hingga hancur lalu melempar ke udara. Bubuk kertas pun berserakan di lantai. Felix menyeringai hendak mendekati Sifa. Namun dengan cepat dua satpam berhasil meringkus tubuh Felix ke luar ruangan.
"Awas kamu Sifa, tunggu pembalasan saya" Bentak Felix sambil menoleh ke belakang yang berusaha lepas dari tangan satpam tetapi gagal.
"Rasakan kamu Felix" Sifa membanting bokongnya di kursi. Sifa tidak mau memikirkan Felix lagi, lebih baik mengadakan rapat, karena akan mengganti nama Felix grup menjadi, 'Kamila Jaya Kosmetik. Menggabungkan dua perusahaan itu menjadi satu.
Hingga sore hari Sifa masih betah berkerja selagi hari ini tidak ada jam kuliah.
Ceklak!
Mendengar pintu ruangan dibuka bersamaan ucapan salam, Sifa menghentikan tangannya dari keyboard komputer, menatap pria yang tengah tersenyum manis kepadanya.
"Selamat calon istriku..." Alvin rupanya datang, selain mengucapkan selamat atas kerja keras Sifa hingga mampu meraih impiannya, Alvin juga ingin menjemput Sifa.
"Terimakasih, Mas" Sifa saat ini sudah merubah panggilan, walaupun awalnya kagok tetapi sekarang tidak lagi. Tidak sopan juga Sifa memanggil Alvin tanpa embel-embel padahal tidak lama lagi akan resmi menjadi suami.
"Duduk Mas" Sifa segera berdiri menarik kursi untuk Alvin.
"Tidak ada acara duduk Sifa, lihat sudah jam berapa ini?" Alvin menunjukkan jam tangan. Ia tidak akan membiarkan Sifa bekerja hingga lewat magrib. Jika sebelumnya Alvin tidak ikut campur itu karena Sifa bekerja di rumahnya sendiri, tentu saja tidak terlalu khawatir.
"Iya... Iya..." Sifa segera membereskan berkas, kemudian beranjak. Tidak ada yang Sifa bawa selain tas slempang meninggalkan kantor berjalan bersebelahan dengan Alvin.
Tidak jauh dari Sifa lewat, seorang wanita yang membawa sapu dan kain pel pun bersembunyi di belakang meja. "Sifa... entah bagaimana ceritanya kamu bisa menjadi pemimpin perusahaan ini, tetapi aku ikut senang" gumam wanita itu menatap Sifa yang sedang senyum-senyum dengan Alvin entah apa yang mereka bicarakan.
Brak!
Wanita hendak menyingkir ketika Sifa semakin dekat, tetapi kakinya tersandung kursi.
Sifa mendekati dimana wanita itu tengah jatuh di lantai, meringis mengusap bokongnya yang sakit. "Marlina?" Batin Sifa lalu mengulurkan telapak tangan hendak membantu sahabatnya ketika masih menjadi Office Girls dulu.
"Eemm... terimakasih Bu..." Marlina menekan kedua tangan ke lantai kemudian bangun sendiri tidak berani menerima bantuan Sifa. "Permisi Bu..." Marlina menyambar sapu hendak pergi, tetapi Sifa menahan tangan sahabatnya yang sudah tidak bertemu kurang lebih hampir 4 tahun.
"Marlina... kamu jangan sungkan begitu, kamu tidak mau menganggap aku sahabat lagi" Sifa memeluk Marlina. Seketika Lina menjatuhkan sapu yang dia penggang.
"Terimakasih Sifa, ternyata kamu masih seperti dulu" Marlina menangis terharu rupanya Sifa tetap menganggap sahabat walaupun saat ini sudah sukses.
"Hais kamu ini" Sifa tersenyum, lalu barjanji besok siang akan mengajaknya makan. Sebab hari ini Sifa akan meluangkan waktu untuk Alvin. Sifa melanjutkan perjalanan dengan kendaraan Alvin.
"Setelah magrib nanti bagaimana kalau kita nonton Mas" Sifa melirik Alvin yang tengah menyetir.
"Benarkah?" Alvin menoleh cepat, serasa mendapat durian runtuh. "Kok tumben" Alvin mengerutkan dahi.
"Karena perusahaan aku sekarang menjadi besar, sore ini aku akan merayakan sama Mas Alvin" Sifa sudah berjanji dalam hati sejak beberapa hari ini ingin memberi kejutan Alvin.
"Siap" Alvin tentu senang sekali, karena biasanya ia yang membujuk Sifa tiap kali makan malam atau menonton, tetapi kali ini sebaliknya.
"Tapi sekarang antar aku ke yayasan dulu ya, Mas"
"Siap laksanakan..." Alvin sudah paham maksud Sifa, hampir setiap bulan Sifa mendatangi yayasan yatim piatu menyisihkan sedikit hartanya untuk anak-anak. Tiba di yayasan dilanjutkan shalat maghrib berjamaah bersama anak-anak, Alvin yang menjadi imam.
Sore hingga malam waktu mereka gunakan untuk kwality time. Karena hari-hari sebelumnya hanya berkomunikasi melalui handphone. Waktu spesial itupun mereka gunakan untuk membahas pernikahan mereka yang tinggal sebulan lagi.
Hari berganti hari, satu bulan sudah Sifa menjalankan perusahaan tersebut tanpa ada gangguan dari Felix. Sifa mengangkat Perto sebagai asisten pribadinya. Siti yang sudah selesai skripsi hanya tinggal menunggu wisuda Sifa angkat menjadi sekretaris.
"Perto, aku serahkan tanggungjawab Kamila Jaya Kosmetik selama aku pulang" titah Sifa di ruang kerja. Karena minggu depan acara pernikahan akan berlangsung Sifa akan pulang besok pagi, diantar Alvin.
"Kamu tega amat Sif, masa... Aku nggak bisa menyaksikan ijab kabul sahabat aku sendiri sih" Perto sebenarnya menyesal tidak bisa ikut pulang, tetapi ia juga harus melaksanakan perintah Sifa agar Kamila Jaya Kosmetik pun berjalan tanpa hambatan.
"Doakan saja" Sifa menjawab pendek. Sore itu mereka pulang dari kantor bertiga, Perto yang menyetir. Sifa mau tak mau harus menyicil mobil bukan untuk bergaya, tetapi untuk menunjang usahanya.
Tiba di rumah, Sifa segera mandi kemudian bercengkrama dengan teman-teman dilanjutkan makan malam. Sebelum tidur Sifa menyiapkan pakaian, menata ke dalam koper yang akan dia bawa pulang ke kampung besok.
"Alhamdulillah... akhirnya selesai" Sifa akhirnya tidur nyenyak hingga pagi.
Matahari belum muncul, Sifa sudah berpakaian rapi, keluar dari kamar memandangi Siti dan teman-teman yang sudah sibuk mengerjakan tugas rumah sebelum kuliah maupun ke kantor.
"Mau kemana Sifa?" Tanya Perto yang tengah sibuk di depan lap top.
"Aku mau membeli oleh-oleh sebentar, kalau Alvin sudah datang suruh tunggu ya" pesan Sifa sambil berlalu. Perto hanya mengacungkan jempol. Dengan motornya Sifa pun berangkat.
Satu jam kemudian Alvin sudah datang hendak menjemput Sifa.
"Tadi bilangnya sebentar Tuan, tapi kok lama ya" Perto gelisah sejak 15 menit yang lalu.
"Kenapa tidak kamu antar Perto" Alvin pun menghubungi Sifa tetapi handphone tidak aktif.
"Iya Tuan saya salah" sesal Perto, lalu memutuskan mencari ke tempat oleh-oleh bersama Alvin.
"Sifa... Kamu kemana?" Alvin mulai curiga sesekali melihat jam, seharusnya sudah berangkat ke bandara tetapi Sifa belum juga ditemukan padahal seharusnya saat ini sudah chek in.
"Tuan... Sifa tidak ada" Perto terengah-engah menemui Alvin karena mereka mencari terpisah ke semua toko oleh-oleh, tetapi tidak menemukan Sifa.
...~Bersambung~...