Cintailah pasanganmu sewajarnya saja, agar pemilik hidupmu tak akan cemburu.
Gantungkanlah harapanmu hanya pada sang pencipta, niscaya kebahagiaan senantiasa menyertai.
Ketika aku berharap terlalu banyak padamu, rasanya itu sangat menyakitkan. Kau pernah datang menawarkan kebahagiaan untukku tapi kenapa dirimu juga yang memberiku rasa sakit yang sangat hebat ?
~~ Dilara Annisa ~~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda Yuzhi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jadi Gembel.
" Plakk " Suara telapak tangan beradu dengan kulit pipi terdengar renyah di udara. Kepala Fikri tertoleh ke samping karena tamparan sang istri yang dilakukan dengan kekuatan penuh.
" Ra ! " Seru Fikri terkejut mengelus pipinya yang terasa perih. Dia terkejut dengan tindakan istrinya. Seumur dia mengenal Dilara tidak pernah sekalipun dia melihat istrinya itu berbuat kasar, dia tahu Dilara adalah wanita lemah lembut dan tidak pernah sekalipun bertindak kasar, apalagi harus kasar padanya yang sejatinya adalah suami dari wanita anggun itu.
Dilara bangkit menyentak dari duduknya hingga membuat Fikri hampir terjungkal.
" Abang manusia egois ! " Umpatnya dengan mata menatap nyalang pada sang suami.
Fikri bangkit berdiri di hadapan Dilara. Ditatapnya wajah merah padam itu dengan tatapan tidak percaya. Dia tidak percaya istrinya bisa sekasar itu.
" Abang tahu, abang sudah menyakiti saya dan Maria. Abang mau mempertahankan Maria tapi tidak menikahinya secara utuh dengan alasan tidak mencintainya. Abang pikir perempuan mana yang rela dinikahi hanya sebagai formalitas saja ? Itu satu penghinaan buat seorang perempuan, bang ! " Tidak ada air mata mengiringi amukan Dilara. Entah kenapa dia tidak bisa menangis. Padahal kalau bisa digambarkan pedihnya luka batinnya, dia tidak bisa menahan perih itu.
" Dan abang juga tidak ingin melepas saya dengan alasan abang sangat mencintai saya. Apa abang pikir saya itu hanyalah sebatang pohon yang tidak memiliki perasaan ? Dengan seenaknya abang hanya memikirkan perasaan cinta abang, tanpa berpikir bagaimana perasaan saya yang hancur harus melihat suaminya memiliki dua istri. Bulshit, persetan dengan cintamu, bang ! "
Pekikan Dilara memenuhi udara pagi itu. Emosinya memuncak mendengar ucapan sang suami. Dadanya turun naik dengan napas memburu menahan kemarahan yang sedang meledak-ledak.
Fikri semakin terperangah melihat emosi Dilara. Baru kali ini dia mendengar Dilara mengumpat dan bebicara kasar padanya. Dilara adalah istri yang tidak pernah meninggikan suara pada suaminya. Semarah apapun seorang Dilara, pantang baginya untuk mengumpat.
" Dilara ! Jaga batasanmu. Kau telah berani meninggikan suaramu padaku. " Ujar Fikri dengan suara menggeram rendah terpancing emosi.
Dilara terkekeh sinis lalu bersedekap dada. " Kenapa ? Abang tersinggung dengan sikap saya ? Lihatlah, abang sangat tidak terima ketika direndahkan oleh seseorang. Tapi abang lupa, abang sudah merendahkan dua wanita sekaligus dalam satu waktu. Abang pikir, dunia bahagia hanya milik abang ? Harga diri itu hanya berlaku untuk seorang laki - laki ? Ingat bang, seperti apapun bentukan manusia, semua memiliki harga diri yang dia junjung tinggi. " Ujarnya kembali dengan suara yang lebih teratur rendah namun tersirat emosi mendalam.
" Abang merendahkan saya sebagai istri. Menikah tanpa ijin dan dengan entengnya membawa wanita lain yang nota bene-nya adalah madu saya masuk ke dalam rumah tanpa memikirkan perasaan saya. Abang menginjak- injak harga diri saya tanpa sedikitpun belas kasih. Lalu abang mau menuntut saya agar tetap hormat kepada abang. Bagaimana saya mau hormat pada orang yang tidak menghormati saya ? " Suara rendah Dilara terasa menusuk relung hati terdalam Fikri.
Sungguh, ini bukan apa yang diinginkan oleh Fikri. Niat hati ingin memperbaiki hubungannya dengan Dilara, ternyata dia membuat kesalahan yang fatal lagi. Bukannya meraih hati Dilara kembali, malah membuat sang istri semakin terluka dan murka.
" Maaf, Ra ! Abang tidak bermaksud seperti itu. Tolong pahami abang, sayang ! Abang -- aarghh ! " Fikri meremas rambutnya merasa frustasi yang disambut tatapan sinis dari Dilara.
" Pergilah bang. Saya tidak bersedia dimadu, apapun alasannya. Saya tidak semulia para istri Nabi. Saya manusia biasa yang egois tidak ingin berbagi. " Tandas Dilara lalu membalikan badannya masuk ke dalam kamar.
" Oh ya, bang. Kalau memang abang mencintai saya, tolong jangan persulit perceraian kita. " Imbuhnya menahan langkahnya di ambang pintu.
" Tidak bisa, Ra ! Kau tega membuang abang dan jadi gembel jika berpisah denganmu ? " Sentak Fikri menatap tajam punggung Dilara. Strategi baru, itu yang terlintas di otak Fikri sekarang.
Dilara tersentak lalu mengerutkan keningnya. " Apa maksud abang ? " Tanyanya membalikkan badannya kembali menghadap Fikri.
Seulas senyum licik terlihat samar di bibir Fikri. " Berhasil ! " Soraknya dalam hati.
" Iya. Abang hanyalah laki-laki miskin yang tidak punya apa-apa bila bercerai denganmu. Semua kekayaan abang sudah menjadi milikmu sepenuhnya tanpa tersisa satupun. Hotel, rumah, maupun kendaraan semuanya adalah milikmu. " Tutur Fikri berapi-api, tapi siapa yang tahu dia sedang bersorak penuh kemenangan di dalam hati. Dia tidak menyebut usaha cafe, karena usaha itu memang semuanya sebelumnya sudah atas nama Dilara.
Dilara semakin bingung. " Sejak kapan hotel dan rumah ataupun semua kendaraan atas nama saya ? Mobil yang atas nama saya hanyalah mobil hadiah dari abang dan mobil hadiah dari umi, serta mobil yang saya beli sendiri. Jangan mengada-ada. Saya bukanlah perempuan licik yang serakah, yang seenaknya membalik nama kekayaan suami menjadi atas nama saya. " Geram Dilara merasa dipermainkan oleh Fikri.
" Yah..memang kenyataannya seperti itu. Abang baru saja kerampokan. Abang dirampok oleh Umi dan Abi. Mereka mengalihkan semua aset abang atas nama kamu semuanya. Apa kamu tega membuat abang menjadi gembel ? " Sahut Fikri dengan raut sememelas mungkin. Licik, ternyata ini tujuannya hingga dengan mudahnya dia menanda tangani pengalihan semua kekayaannya.
Dilara cengo. " Umi dan Abi ? " Lirihnya. Sesaat wanita anggun itu mencerna ucapan Fikri. Tapi sesaat kemudian kesadarannya kembali. Dia tidak ingin percaya pada Fikri begitu saja. Bisa jadi ini hanyalah tipu muslihat dari laki laki itu. Dan dia akan menanyakan kebenarannya pada kedua mertuanya nanti.
" Jangan pernah mengalihkan permasalahan, bang ! Suruh siapa abang mau mengalihkan kekayaan abang atas nama saya. Andai benar abang jadi miskin, itu derita abang. " Tekannya mencibir sinis pada sang suami lalu membalikkan badan melanjutkan langkahnya masuk ke dalam kamar.
" Loh. Ra ! Tidak bisa seperti itu, sayang ! Kita tidak bisa dipisahkan. Kita partner kerja sekarang dan selamanya. Abang babumu sekarang. Abang hanya bisa hidup dari belas kasihmu, Ra ! " Mohon Fikri mengejar langkah sang istri.
" Cih..bahasa apa itu ? Babu ? Jangan coba-coba memanipulasi, bang. Mending abang siap-siap kerja sana ! Dan kembalilah pada istri barumu ! " Sentak Dilara lalu...
" Blaam " tubuhnya masuk ke dalam kamar mandi tanpa peduli lagi dengan Fikri.
Fikri terjengkit kaget mendengar suara pintu kamar mandi yang ditutup dengan keras di depan hidungnya.
" Astaga, Ra. Ternyata seseram itu kalau kau marah. " Desahnya sambil mengusap wajah dengan frustasi.
🌹🌹🌹
" Selamat membaca para readerku. Bolehlah bagi vote, kembang, secangkir kopi atau kursi pijat juga boleh 🤭🤭 biar authornya semangat nulis. And jangan lupa subscribe yaa 🙏🏻🙏🏻
Love you all 🫰🫰
lanjut thor
..