Dominica Sophia Raviola Dexter, gadis cantik berusia 16 tahun itu merasa hidupnya tidak tenang karena selalu dipertemukan oleh seorang pria bernama Alexander Kai Devinter, pria yang berusia 12 tahun jauh di atas dirinya.
Alexander Kai Devinter, laki-laki berusia 28 tahun, pria single yang dingin dan menutup hati setelah kepergian sang kekasih, hingga orang tuanya nyaris kehilangan harapan memiliki menantu, mulai bangkit kembali dan mulai mengejar gadis yang membuatnya jatuh hati. Setelah pertemuan malam hari di sebuah pesta itu.
Bagai terikat sebuah benang takdir, keduanya selalu dipertemukan secara tidak sengaja.
Akankah Sophia menerima takdir cintanya, atau justru membuat takdir cintanya sendiri?
Don't Boom like!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Claudia Diaz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kai Tahu
Sinar mentari mengintip malu-malu melalui celah-celah gorden, membuat Soya melenguh dalam tidurnya. Matanya mengerjap membiasakan cahaya matahari yang berlomba-lomba masuk ke dalam matanya sehingga irisnya langsung bekerja secara otomatis. Soya menggeliatkan tubuhnya dan meregangkan tubuhnya supaya kantuk yang bergelayut pada dirinya menghilang.
“Oh, sudah pagi kenapa cepat sekali dan bagaimana bisa aku berada di kamar? Seingatku, aku masih berada di taman, duduk sendirian dan mengobrol dengan Cu Pat Kai. Lalu ...."
Satu detik ... dua detik ... tiga detik ....
“Ah, bagaimana mungkin, bagaimana mungkin, bagaimana mungkin ... aku bisa tertidur di pelukan Pak Kai?!" Soya menjambak rambutnya, merasa frustasi. Suara derit pintu terdengar nyaring tampaklah Lulu berjalan menghampiri ranjang Soya dengan riang.
“Selamat pagi, adikku yang cantik jelita, imut, dan memesona. Bagaimana tidurmu semalam. Pasti nyenyak, bukan?" sapa Lulu beruntun. Soya hanya memicingkan matanya, dia mencium bau-bau tidak menyenangkan dari kakaknya itu. Dia duduk di tepi ranjang Soya.
“Kali ini apa lagi?" tanya Soya sambil menatap sang kakak dengan wajah bantalnya. Namun, bukannya menjawab pertanyaan, Lulu justru memekik kegirangan, “ah, kenapa kalian manis sekali? Terutama Paman Kai-mu itu, katakan bagaimana kalian bisa bersama di taman malam itu?!"
Soya hanya berdeham malas dan menjawab, “Ya, karena aku sedang pergi ke taman, kemudian dia juga pergi ke taman itu, lalu kita mengobrol, sudah hanya itu saja. Lagipula itu taman umum. Siapa pun boleh ke sana, kan? Bukan taman yang seperti Kakak bayangkan di negeri dongeng dan hanya bisa dikunjungi oleh orang-orang tertentu!"
Lulu menyibak selimut sang adik ia mendekatkan wajahnya dan berbisik, “Omong-omong, kau tidak penasaran bagaimana kau bisa berakhir di kamarmu sendiri?"
“Mungkinkah aku terbang?" Soya menjawab dengan asal, dan sedetik kemudian tangan Lulu melayang ke kepala sang adik dan mendorong sedikit kepala adiknya ini dengan ujung jari.
“Sejak kapan Pinguin bisa terbang, meski ia memiliki sayap?" sindir Lulu.
“Sejak aku menjadi ketua persatuan para pinguin seluruh jagat raya, aku sudah memodifikasi sayapnya agar bisa digunakan untuk terbang, bukan untuk berenang saja, Kakak saja yang tidak tahu!" Soya menjawab dengan raut wajah kusut.
“Terserahlah," kata Lulu sambil memutar bola matanya, memiliki adik seperti Soya harus memiliki kesabaran ekstra. “Oke kita kembali ke pembicaraan awal, aku akan mengatakannya padamu ... intinya kau tertidur dalam gendongannya lagi malam ini, wahai putri tidur! Dan bukan hanya itu saja, bahkan kau mengenakan jaketnya. Kau masih belum sadar, ya?"
Soya mengernyitkan dahi, “Sadar dari apa?"
Lulu hanya menunjuk apa yang adiknya kenakan saat ini, mata Soya mengikuti jari telunjuk Lulu. Soya yang menyadari ia mengenakan jaket yang bukan miliknya kaget bukan kepalang.
“Eh ini ... jaket milik siapa yang kupakai ini?!" Soya berteriak histeris. Tangannya dengan cepat menarik resleting jaket itu. Memastikan tubuhnya baik-baik saja.
“Kau ini kenapa?" Lulu memandang adiknya dengan tatapan aneh sekaligus heran. Pasalnya sang adik mendadak berteriak tidak jelas seperti korban rudapaksa.
“Oh, aman. Ternyata bajuku masih utuh," ucap Soya sambil mengelus dada. “Oh, iya. Omong-omong ini jaket siapa?"
“Coba kau cium jaket itu, aromanya, apakah kau mengenalnya?" Lulu memberi saran. Dengan patuh, Soya mengikuti saran sang kakak. Ia menghirup dalam-dalam aroma dalam jaket itu. Aroma Aquatic langsung menyapa indera penciuman Soya memberikan kesan fresh dan terasa maskulin membuat Soya betah berlama-lama menghirup aroma jaket ini. Akan tetapi, tunggu dulu, aroma ini mengingatkan ia pada seseorang, sepertinya ia kenal dengan aroma ini. Ini adalah aroma ....
“Pak Kai?" beonya.
“Sudah mengingatnya?" tanya Lulu sambil menatap sang adik penuh arti. “Seharusnya kau masih mengingat jaket ini milik siapa, ini bahkan baru semalam. Kau tidak amnesia, kan?"
Soya mengusap wajahnya kasar, demi Hochu anaknya yang menggemaskan sedunia, bagaimana bisa ia tidak mengingatnya jika ia memakai jaket milik Kai?
“Argh! Rasanya aku seperti jatuh dari ketinggian puluhan ribu kaki. Kepalaku pusing, aku butuh makan, supaya tidak pusing lagi," ucap Soya mulai melantur, sementara Lulu hanya mengelus dada, terlalu lelah dengan perilaku acak adiknya itu.
“Segera bersiap. Kami menunggumu di bawah!" kata Lulu, lalu keluar dari kamar Soya, sedangkan Soya bersiap membersihkan diri.
Lulu melangkah menuju ruang makan dengan langkah riang dan senyuman manis, ia senang sekali jika sudah menggoda adiknya itu.
“Sepertinya Princess Daddy sedang senang hari ini, ada apa?" Kevin bertanya pada putri sulungnya.
“Mommy, Lulu ingin memegang perut, Mommy. Apa boleh?" pinta Lulu dengan mata yang berbinar.
“Tentu, kemarilah, Honey. Sapalah adikmu," ujar Zizi dengan senyum manisnya. Lulu langsung mendekati sang ibu dan berjongkok di depan perutnya.
“Hai, adikku sayang. Ini Kak Lulu, kakakmu yang cantik jelita sejagat raya, tumbuh sehat di dalam sana, cepatlah keluar dan cepatlah besar adikku. Kau tahu? Tanggung jawabmu sangat banyak, Kakak sudah pusing dengan perusahaan milik Daddy. Rasanya ingin istirahat, saja!" Lulu mencurahkan segala perasaannya pada sang jabang bayi membuat Kevin melotot.
“Oh, anak Daddy. Jangan dengarkan curahan hati kakakmu ini. Harap dimaklumi, ya! Karena dia belum makan," sindir Kevin pada putri sulungnya.
Mata rusa Lulu mendelik tidak terima, dia tahu jika sang ayah tengah menyindirnya secara halus, tapi semua itu tak berpengaruh untuk Kevin.
“Dad, Daddy ini ayah tiriku, ya?" Lulu bertanya dengan perasaan dongkol yang bercokol di hatinya.
“Entahlah, bisa jadi begitu, atau jangan-jangan dugaanmu benar?" Kevin menjawab dengan sedikit dramatis.
Zizi menatap anak dan suaminya malas, “Masih pagi, mohon jangan mulai drama kalian. Dan kau Lulu, bagaimana kau bisa memiliki pemikiran seperti itu? Kau itu mirip dengan Daddy, susah sekali dibangunkan!"
Lulu menyangkal perkataan ibunya, “Ah, masa sih, Mom? Lulu itu rajin bangun pagi, kok!"
Dari arah lift muncullah Soya yang sudah mengenakan seragam dengan rapi. Tak lupa ia mengenakan jaket milik Kai. Soya langsung menyela ucapan sang kakak, “Kak Lulu, bangun pagi? Jangan percaya, itu mitos!"
“Diam kau, Pinguin!" sentak Lulu. Soya hanya mencibir.
“Selamat pagi adik kesayanganku. Tumbuh sehat di dalam perut Mommy, makan yang banyak dan bergizi. Dan cepatlah keluar Kakak sudah tak sabar melatihmu hapkido, taekwondo, karate, dan bermain anggar. Oh, iya Kakak juga tak sabar membawamu ke arena balap. Jadilah laki-laki tangguh dan pemberani, oke!" ucap Soya sambil menyentuh perut sang ibu yang belum terlihat membesar itu.
“Kalau adiknya perempuan lagi bagaimana?" tanya Zizi. Entah, mengapa kedua anaknya ini sangat yakin sekali jika adik mereka laki-laki.
Soya mendongakkan kepalanya menatap mata sang ibu.
“Jika perempuan saat lahir nanti, masukkan saja kembali ke dalam perut Mommy, suruh ia berganti jenis kelamin. Karena Soya tidak ingin memiliki adik perempuan," kata Soya enteng.
“Ya!" Zizi refleks berteriak pada putrinya, “kaupikir perut mommy-mu ini ruang ganti pakaian?"
Zizi mengamuk, Kevin dan Lulu segera menenangkan sang ratu rumah tangga Dexter itu.
“Mommy jangan mengamuk kasihan adik bayi di dalam perut," kata Soya dengan santai sambil memeluk sang ibu. Beruntung dengan sebuah pelukan dari anak bungsunya ini, emosi Zizi perlahan mereda.
“I am sorry. Aku hanya bercanda, Mom. Akan tetapi, aku serius jika tidak ingin memiliki adik perempuan, aku tidak ingin posisiku tergeser," ucap Soya dengan mimik wajah seriusnya.
Zizi menghela napas, anaknya ini belum sepenuhnya rela posisinya sebagai bungsu keluarga Dexter tergeser. Salahkan Kevin yang memperlakukan anaknya ini seperti bayi meski usianya sudah remaja.
“Sudahlah kita sarapan terlebih dahulu," sela Kevin agar suasananya tidak semakin memanas.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Usai sarapan pagi dengan keluarga Soya lekas berpamitan untuk berangkat sekolah mengendarai motor sport miliknya. Dengan mengenakan jaket milik Kai yang sedikit kebesaran di tubuhnya yang mungil.
Dalam perjalanannya menuju sekolah ia dihadang oleh segerombolan anak dari sekolah lain. Mau tak mau Soya menghentikan motornya, “Minggir kalian, dasar sampah!"
“Hei, cantik. Kita bertemu lagi, aku merindukanmu," ucap seorang pemuda dengan gaya bad boy-nya.
“Halo, Buruk Rupa. Sayangnya aku sangat muak melihat wajahmu. Ini masih pagi omong-omong, aku harus ke sekolah saat ini," jawab Soya dengan suaranya yang sedikit teredam helm.
“Aku hanya ingin menemui wanitaku. Kudengar dari mereka, kau sudah putus dengan Richard, mahasiswa tiang itu. Maka dari itu, aku ingin mencoba peruntunganku," balas pemuda berandal tersebut.
“Percaya diri sekali. Sampai akhir zaman datang pun aku, tak akan menerimamu sebagai kekasihku. Jadi, jangan pernah bermimpi. Sekarang, minggir!"
Lagi-lagi sebuah penolakan yang ia terima. Tangannya mengepal, dadanya bergerak naik-turun. Merasa tak terima gadis yang didambakannya sejak lama menolaknya dengan mudah. Lalu, ia menyuruh anak buahnya membawa Soya dengan paksa.
Dalam sekejap mereka menarik Soya turun dari motor dengan paksa, tentu saja Soya terkejut dan berusaha memberontak dari cekalan mereka.
“Lepas bajingan!" teriak Soya masih berusaha memberontak.
“Aku tidak akan melepaskanmu lagi, kau milikku sekarang!" ucap pemuda itu.
Soya menyeringai, “Really?"
Dalam sekejap Soya melakukan back flip yang membuat mereka semua terkejut, otomatis cekalan mereka terlepas.
Soya memasang kuda-kuda. Meski waktu sudah menunjukkan 6.30 pagi. Akan tetapi, Soya tidak memiliki pilihan lain, selain menghadapi mereka semua yang berjumlah 6 orang.
Gerombolan pemuda itu langsung menyerang Soya, terjadilah pertarungan lima lawan satu. Suasana berubah menjadi dingin dan mencekam. Bahkan sinar matahari pun seakan tak bisa menembus hawa dingin yang tercipta di tengah perkelahian itu.
Soya sendiri sudah seperti orang kesetanan, dia memberikan tinjuan dan tendangan, pada gerombolan itu, bahkan sesekali membantingnya ke tanah.
Beberapa serangan yang dilayangkan padanya mampu gadis itu tangkis, hingga ia menyerang balik titik vital mereka dan membuat mereka tumbang. Soya bahkan dengan kejamnya menginjak dada salah satu pemuda yang sudah terkapar di tanah itu dengan keras. Hingga pemuda itu mengerang kesakitan, “Argh!"
Sedangkan yang menjadi ketua mereka hanya membeku tak percaya jika gadis yang ia kira lemah mampu menghajar anak buahnya hingga terluka parah. Bahkan di antara mereka ada yang mengalami batuk darah.
Keringat dingin mengucur deras di sekujur tubuh pemuda berandal itu sejurus Soya berjalan mendekatinya dan membunuh jarak yang tercipta.
Setiap langkah kaki Soya yang perlahan mendekat seperti alarm untuknya bahwa waktunya tidak akan lama lagi di dunia.
“Giliranmu, Pecundang!" desis Soya dengan seringai mengerikan bak seorang psikopat.
Bruk! Pemuda itu bersimpuh di hadapan Soya sambil berteriak memohon ampun, “Ampun, aku mohon, aku minta maaf. Aku berjanji tidak akan mengganggumu lagi!"
Dengan kasar Soya menjambak rambut pemuda itu, hingga kepala sang pemuda mendongak.
“Dengar, ini peringatan terakhir untukmu. Jangan pernah mengusikku, atau aku akan mengirim dirimu ke neraka, paham?!" peringat Soya. Pemuda itu hanya mengiyakan, setelahnya Soya menendang pemuda itu dengan kasar hingga jatuh tersungkur.
Setelahnya Soya kembali menunggangi motornya.
Namun sebelum ia melajukan motornya suara seseorang menginterupsi, “Jadi, inikah dirimu yang sebenarnya?"
Mendengar suara yang sangat dikenalnya, tubuh Soya membeku seketika.
typ typ😝
tapi karya ini bagus.. alurnya agak lambat sih mnurutku, tapi ada kejutan di tiap bab nya, jadi mencegah bosan. terutama tokoh wanitanya, digambarkan sebagai wanita kuat, kuat dari semua sudut.