Raya, Jenny, Nabilla, dan Zaidan. Keempat gadis yang di sangat berpengaruh di salah satu sekolah favorit satu kota atau bisa dibilang most wanted SMA Wijayakusuma.
Selain itu mereka juga di kelilingi empat lelaki tampan yang sama berpengaruh seperti mereka. Karvian, Agam, Haiden, dan Dio.
Atau bagi anak SMAWI mereka memanggil kedelapannya adalah Spooky yang artinya seram. Karena mereka memiliki jabatan yang tinggi di sekolahnya.
Tentu hidup tanpa musuh seakan-akan tidak sempurna. Mereka pun memiliki musuh dari sekolah lain dimana sekolah tersebut satu yayasan sama dengan mereka. Hanya logo sekolah yang membedakan dari kedua sekolah tersebut.
SMA Rajawali dan musuh mereka adalah Geng besar di kotanya yaitu Swart. Reza, Kris, Aldeo, dan Nathan. Empat inti dari geng Swart dan most wanted SMAJA.
Selain itu ada Kayla, Silfi, Adel, dan Sella yang selalu mencari ribut setiap hari kepada keempat gadis dari SMAWI.
Dan bagaimana jika tiba-tiba SMAJA dipindahkan ke sekolah SMAWI?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon oreonaaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 11 : Berniat Baik
“Ha-halo?”
“Bi-billa ini Raya.”
Zai dan Billa membelalakkan matanya terkejut.
“Ray? Beneran ini Lo?” Tanya Zai cepat.
“I-iya.” Jawab Raya serak di seberang sana.
“Sekarang Lo di mana?” Tanya Zai cepat.
“Di-di luar sekolah, di depan gerbang. Gak berani masuk gue pakek celana, masih ada OSIS di depan.”
“Ya udah, kita samperin Lo. Lo di sana aja, jangan ke mana-mana, oke. 5 menit sampek!” Ujar Billa tergesa-gesa.
Panggilan telepon pun terputus. Keduanya langsung keluar kelas untuk menghampiri Raya. Di luar kelas, mereka bertemu dengan Jenny serta Kris.
“Weh! Mau ke mana?” Tanya Jenny, sedikit terkejut karena mereka berpapasan di depan pintu. Ia mau masuk dan Zai serta Billa ingin keluar.
“Raya di luar sekolah, kita mau ke sana.” Jawab Billa.
Zai mengangguk, “Mau ikut gak?”
“Raya? Kok gue tadi gak liat? Ikut lah.” Ujar Jenny.
“Itu nanti, ini mumpung Raya mau masuk sekolah ini.” Kata Zai.
Ketiga pun berlari keluar sekolah, meninggalkan Kris yang tadi pun juga mendengarkan percakapan ketiganya.
“Raya masuk?” Gumam Kris.
Seketika Kris mengambil ponselnya dan menekan tombol telpon pada kontak Reza.
“Apa?”
“Lo di mana?”
“Di warung Mpok Elak, kenapa?”
“Lo gak niat bolos kan?” Tuding Kris. Enak-enak saja ia sekolah temannya malah bolos sendiri lagi.
“Enggak. Kenapa nelpon?”
“Kata Billa sama Zai di luar ada Raya. Samperi sana, temani masuk ke sekolah sekalian.”
“Raya? Oke thanks.”
“Sam—tutututu!”
“Anjir langsung ditutup langsung. Bangke!” Umpat Kris. “Untung gue baik hati kasih tahu info bermanfaat buat tu anak satu.” Gerutu Kris.
Memasukkan ponselnya ke dalam tas, Kris pun berjalan menuju kelasnya yang berada di gedung berbeda.
......
Di luar Raya berdiri di seberang sana. Ia sangat-sangat tertutup. Hoodie hitam serta celana legging. Ia tetap memakai seragam hanya saja, legging ini agar menutupi kakinya karena tidak ingin memperlihatkan bekas luka yang sudah kering.
Apa lagi di depan ada pemeriksaan OSIS, ia pasti disuruh melepas celana ini. Roknya saja sudah pendek kalau roknya panjang ia tidak masalah.
Menatap area sekolah seandainya bertemu dengan Zai atau Billa yang sedang mencarinya.
Tetapi masih belum ada batang hidung mereka.
Menaikkan masker hitam yang ia pakai untuk menutupi separuh wajahnya. Pasti saat ia mendapatkan siksaan dari Ayahnya, ia akan seperti ini untuk ke sekolah.
Hanya merasa tidak nyaman dan takut. Itu saja.
Menghela nafas panjang. Menundukkan kepalanya ke bawah menatap sepatu kets hitam putihnya. Tiba-tiba ada seorang menepuk pundaknya membuatnya tersentak sedikit.
Di depannya ada musuhnya. Reza.
Reza? Kenapa dia di sini? Dan kenapa ia menepuk pundaknya? Dia tidak mengenalinya bukan? Batin Raya bertanya.
Gadis itu sedikit memundurkan tubuhnya ke belakang karena jarak mereka tadi lumayan dekat. Berdehem agar tidak terlihat canggung. Raya diam, ia menatap ke depan. Tidak memedulikan laki-laki di sebelahnya.
“Lo anak Wijayakusuma kan? Kenapa gak masuk?” Tanya Reza.
Raya diam-diam mengernyit heran. Sejak kapan laki-laki ini ingin berbusa-basi dengan orang yang tidak dikenalnya. Iya tidak di kenalnya karena tidak mungkin ia mengenalnya sebagai Raya. Ia tertutup, tidak ada celah dan terlihat bahwa ia Soraya.
Reza di sebelahnya menatap gadis itu lekat. Ingin membuka tudung Hoodie itu tapi nanti malah masalah ia dan gadis ini semakin runyam. Ia tau bahwa gadis ini adalah Raya. Warung Mpok Elak tidak jauh dari sini, jadi sejak Kris memberitahu ia langsung tancap gas.
“Mau masuk gak? Gue temenin, gue juga mau masuk, hmm?”
Raya hanya diam tidak menanggapi pertanyaan Reza. Ia sedikit mengecek ponselnya untuk melihat pukul berapa.
07.15
What?
Raya membelalakkan matanya terkejut. Ia sudah telat? Tapi kenapa di depan masih banyak orang astaga. Ini juga Zai dan Billa ke mana? Gak kelihatan dari tadi.
Saat cemas-cemasnya Raya. Laki-laki di sampingnya malah tertawa pelan. Akhirnya, Raya memberanikan diri untuk menatap Reza.
“Lo cari Zai sama Billa, hmm?” Tanya Reza tepat sasaran.
Raya terdiam, akh! Sebenarnya ia tidak percaya bahwa Reza akan mengetahui dirinya Raya. Meskipun ia tahu bahwa Reza tahu karena sedari tadi pikiran Reza tidak kosong atau bingung siapa dirinya.
“Bacot!”
Raya berdiri dan melenggang pergi tetapi dengan cepat Reza mencekal lengan Raya. Reza ikut berdiri membalas tatapan tajam Raya dengan tatapan jenaka.
“Jangan tatap gue kayak gitu, suka kan gue yang repot.” Goda Reza. Raya memutar bola matanya malas. “Ikut gue, kita lewat belakang aja. Itu gak bakal selesai sampai jam 8.”
Reza pun menggandeng Raya sampai ke motor sport nya.
“Kata siapa kalau sampai jam 8?” Tanya Raya heran mampu menghentikan gerakan Reza yang ingin membantu Raya menaiki motor sport nya.
Reza bukan anak Wijayakusuma jadi bagaimana ia tahu kalau biasanya anak OSIS akan berdiri di depan gerbang sampai jam 8? Pikir Raya dengan alis saling menyatu.
“Peraturan sekolah gue sama kalik sama Lo,” Jawab Reza. “Udah cepet sini naik, keburu masuk.”
Raya mendengus sembari naik motor sport Reza. “Emang udah masuk.”
Laki-laki itu tersenyum tipis. Mencangklong kan helm full face nya pada tangan kirinya. Melirik ke belakang, “Pegangan, nanti jatuh.” Imbuhnya saat ingin menjalankan motornya.
Raya menggeram kesal. Tanpa babibu ia meletakkan kedua tangannya pada pundak Reza. Enak-enak aja dia memeluk Reza begitu? Oh tidak akan pernah.
Motor sport hitam milik Reza pun berjalan menuju ke belakang sekolah. Di mana pintu rahasia yang sempat di ketahui anak Rajawali.
Raya membelalakkan matanya sekali lagi. Ia anak Wijayakusuma saja tidak tahu tempat ini, bagaimana anak Rajawali mengetahuinya? Apa Vian dan lainnya mengetahui?
“Heh! Jangan ngelamun, kesambet nanti.” Celetuk Reza.
Gadis itu memicing curiga, “Lo kok tahu tempat ini? Gue aja gak tahu! Selama 3 tahun sekolah baru tahu kalau ada tempat rahasia kayak gini.”
“Reza gitu loh.” Balas Reza dengan tawa setelahnya. “Udah ayo.” Reza pun kembali menggandeng tangan mungil Raya tanpa disadari gadis itu sendiri karena Raya fokus menatap tempat itu.
Ya, tempat yang digunakan untuk menyelamatkan anak-anak berandal Wijayakusuma dari pemeriksaan OSIS atau jalan pintas saat terlambat agar tidak terhukum.
Pantas dari dulu murid-murid lainnya gak pernah ada yang telat meskipun nakal-nakal. Batin Raya.
Bukan memanjat atau harus menaiki apa pun. Tempat ini seperti terhubung dengan gedung sekolah. Terhimpit oleh dua gedung dari sisi kanan serta kiri menjadikan tempat ini tidak dapat diketahui oleh pihak guru. Jalan ini akan menuju ke belakang gudang. Retakan dinding pembatas tidak akan diketahui juga karena tertutup oleh gedung gudang.
Keduanya sampai. Tautan tangan mereka terlepas karena Raya membersihkan bajunya yang terkena debu. Reza sedikit merasa kosong setelah genggaman itu terlepas. Menggelengkan kepalanya, agar tidak berpikir hal itu kembali. Atensi Reza teralih saat Raya berdehem.
“Ekhem! Emm, ma-makasih.” Ucap Raya tanpa melihat ke arah Reza.
“Makasih buat apa?” Tanya Reza dengan tatapan jahilnya.
Raya mendelik karena tidak ingin di kerja in lagi.
Tanpa Raya sadari, sifat Reza berubah. Laki-laki itu tidak dingin sedingin sifat biasanya. Dan tanpa keduanya sadari kedekatan mereka akan berlanjut di hari-hari selanjutnya.
......
“ANJIR! MINGGIR GAK LO BERDUA?!”
Zai, Billa serta Jenny dihadang oleh dua laki-laki. Siapa kalau bukan Aldeo dan Nathan.
“Minggir!” Ujar Jenny. Menatap tajam dua laki-laki yang sialnya tampan.
“Kenapa? Mau ke mana emang buru-buru amat!” Tanya Aldeo diangguki oleh Nathan.
“Kita gak deket-deket sampai gue kasih tahu kita mau ke mana.” Balas Billa.
Zai berteriak dalam hati. Kenapa saat seperti ini otak Billa kadang encer? Swag sekali kawan.
Skatmat! Aldeo maupun Nathan tidak membalas perkataan Billa. Karena kediaman keduanya, Billa, Zai serta Jenny melewati mereka dan melanjutkan jalannya.
Aldeo dan Nathan sadar bahwa ketiganya meninggalkan mereka pun mengejar dan berjalan bersisian.
“Kita ikut aja lah, siapa tahu kita berguna kan.” Ujar Nathan.
“Lo gak akan digunakan dari itu silakan jangan ngikutin kita.” Balas Zai menolak.
“Loh! Kita itu gak tahu bakal dibutuhi apa enggak. Jadi kita ikut aja.” Kekeh Aldeo.
Zai, Billa serta Jenny menahan kekesalan mereka. Sedari kemarin orang-orang (musuh mereka) tidak bisa diam dan selalu mengganggu mereka.
“Lo pada kenapa sih? Se-gabut itukah kalian sampai ngintilin kita kayak anak ayam, hah?!” Tanya Jenny jengah.
“Kita itu gak gabut Cuma bosan pengen ngelakuin apa tapi gak ada, udah itu aja.” Balas Aldeo.
“Sama aja bangsat!” Saut Billa.
“Ya santai aja dong, gak usah ngegas.” Kata Nathan.
“Lo berdua!” Zai menghembuskan nafas perlahan agar emosinya tidak terpancing. “Mending Lo berdua pergi dari pada di sini ngajak gelut kita.”
Nathan mengernyit heran, “Siapa juga yang mau ngajak gelut sih?” Tanya balik Nathan.
Aldeo mengangguk, “Kita kan mempunyai niat baik untuk membantu. Siapa tahu kan Lo bertiga butuh bantuan. Oya! Jen, Lo gue liat-liat dari kemarin pendek juga. Malah semakin pendek dari kemarin.”
Oke, sepertinya Aldeo telah membangunkan beruang yang sedang tidur pulas. Jenny menggeram marah, “Lo bilang apa tadi?” Tanya Jenny.
“Pendek! Lo pen—“
“LO KALAU NGAJAK BERTUMBUK BILANG! SINI LO MAJU GUE BIKIN BADAN LO LEBIH PENDEK DARI GUE TAU RASA LO! SINI LO BANGSAT! TINGGI KAYAK TIANG AJA BELAGU! SINI LO!”
Zai dan Billa langsung dengan gesit menahan Jenny agar tidak membunuh anak orang tiba-tiba. Aldeo terkejut sedikit mundur beberapa langkah agar tidak terlalu dekat dengan beruang yang sedang mengaung.
Mati gue, salah ucap jadi bangun in beruang kan jadinya. Runtuh Aldeo dalam hati.
“Sabar Jen sabar.” Kata Billa.
“Iya Jen sabar, jangan sekarang nanti aja kalau mau baku hantamnya.” Kata Zai.
Jenny mendengus, tatapannya masih tajam dapat menembus manusia yang ia tatap.
“Lo sih kenapa juga ngungkit masalah fisik sama cewek? Itu hal yang pamali goblok!” Bisik Nathan.
“Ya gue gak tahu, keceplosan tadi.” Balas Aldeo berbisik pula agar tidak didengar oleh Jenny, Billa serta Zai.
Saat kelimanya masih asik dengan dunianya sampai tidak mengetahui bahwa mereka menjadi pusat perhatian dan seseorang yang mereka cari awalnya sedang menatap mereka dengan tatapan bertanya-tanya.
“Napa bisik-bisik hah?” Tanya Jenny jutek.
“Eng-enggak ko—“
“Jen!”
Ucapan Aldeo terhenti karena panggilan gadis yang tadi sempat ingin di samperi oleh Jenny, Zai dan Billa.
“Loh! Raya!” Pekik Zai.
Raya tidak lagi memakai masker tetapi, masih memakai tudung Hoodie-nya serta celana legging hitam.
Zai langsung memeluk tubuh Raya sampai sang empu sedikit terhuyung ke belakang untuk Reza dengan sigap menahan tubuh Raya di depannya ini.
“Lo gak apa-apa kan?” Tanya Zai. Dibalas anggukan oleh Raya dengan wajah datarnya.
“Lo ke sini sama siapa? Bukan—“ Ucapan Zai terhenti karena balasan Reza.
“Sama gue. Raya ke sini sama gue.”
Zai memicing curiga. Baru saja ia ingin mengatakan kepada Reza tetapi suara teriakan merdu dari Bu Nola menghentikannya.
“KALIAN KENAPA MASIH DISINI? TIDAK DENGAR BEL SUDAH BERBUNYI 30 MENIT YANG LALU?”
Seketika mereka semua, siswa siswi yang masih di luar kelas pun melenggang pergi menuju ke kelas masing-masing.