NovelToon NovelToon
Naik Status: From Single To Double: Menikah

Naik Status: From Single To Double: Menikah

Status: tamat
Genre:Tamat / Nikah Kontrak / Mengubah Takdir / Fantasi Wanita / suami ideal
Popularitas:7.4k
Nilai: 5
Nama Author: Ai

Embun, seorang wanita berumur di akhir 30 tahun yang merasa bosan dengan rutinitasnya setiap hari, mendapat sebuah tawaran 'menikah kontrak' dari seorang pria di aplikasi jodoh online. Akankah Embun menerima tawaran itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ai, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 22

Efeknyahingga pagi ini. Aku menyiapkan makanan sehat untukku, berusaha untuk mengolahpikiranku, hanya memikirkan hal-hal yang menyenangkan dan tidak fokus padahal-hal yang menyebalkan seperti, aah, kenapa aku mulai memikirkan hal yang tidak menyenangkan.

Hari ini aku kembali ke ruang kelas yang berisi dua pria selain aku, lalu makan di kantin yang berisi ibu penjaga kantin setelahnya. Kenapa tidak ada yang makan di sini? Dan kegiatan terakhirku adalah ke klinik perawatan untuk melakukan segala macam perawatan tubuh, yang kali ini sangat aku nikmati. Di perjalanan pulang, rasa kantuk menyerangku. Massage dan sauna benar-benar membuatku rileks dan tenang.

Sepanjang minggu yang menyenangkan. Sekarang sudah akhir pekan. Sabtu ini aku tidak keluar untuk berbelanja lagi, sudah dilakukan kemarin sore sepulang kursus. Hari ini aku hanya akan tidur hingga siang, bersih-bersih, memanggang kue yang resepnya diambil dari Youtube, membaca buku dan menonton film.

Hari sabtu dan minggu berlalu begitu cepat, aku kembali ke rutinitas hari senin

hingga jumat yang kurang lebih sama seperti minggu lalu. Tapi, aku tidak lagi

mengunjungi dokter dan klinik, aku langsung diantarkan pulang ketika kursus dan

makan siang selesai. Tidak bisakah aku memiliki waktu luangku sendiri setelah

makan siang? Mungkin pergi ke danau, atau ke gunung?

Sebulan berlalu, memasuki bulan Februari, hiasan berwarna merah muda bertebaran di mana-mana. Bulan cinta. Aku tidak merayakannya, tapi dalam hati kecilku aku ingin merayakannya dengan orang-orang terdekatku, seperti teman-temanku. Bagaimana kalau aku mengirimkan cokelat atau makanan untuk Herr Schmidt saat tanggal 14? Aku juga bisa membuat cokelat sendiri untuk kuberikan kepada Assis, Fahrer, sopir dan mungkin suamiku? Masih terasa canggung menyebutnya seperti itu.

Seperti apa tampangnya saat ini? Aku mengingat wajahnya samar-samar. Foto yang pernah diberikan, tampak berbeda dengan tampang aslinya. Aslinya jauh lebih keren, aku akui. Kenapa dia tidak mau membuat foto pengantin berukuran besar untuk dipajang di ruang tamu atau setidaknya yang kecil saja untuk dipajang di pigura di atas meja dapur.

14 Februari 2 hari lagi, aku harus mempersiapkan cokelat yang akan aku berikan kepada mereka. Aku akan membuat yang sederhana saja dengan kartu ucapan yang sederhana juga. Aku tidak tahu kalau mereka bertiga sudah menikah atau belum, tapi aku tidak ingin bertanya juga, tidak sopan, karena mereka sangat tertutup. Semoga mereka maumenerima cokelatku.

Aku mengirimkan cokelat buatanku dan parsel Valentine untuk Herr Schmidt dengan kartu ucapan sederhana berisi, ‘Selamat hari Valentne. Terima kasih.’ Sedangkan untuk Assis, Fahrer dan sopir aku berikan sekotak cokelat buatanku sendiri dengan kartu ucapan sederhana juga berisi ’Selamat hari Valentine. Nikmatilah hari kasih sayang ini dengan orang tersayangmu.’ Ucapan yang sama aku berikan untuk mereka bertiga, apakah itu berlebihan? Akankah mereka tersinggung? Kuharap tidak.

Masih tersisa beberapa cokelat, yang muat di tiga kotak kecil. Aku tidak ingin memakannya. Sudah cukup banyak yang aku makan ketika membuatnya. Tanganku tidak berhenti mencolek cokelat lumer yang akan aku tuangkan ke dalam cetakan. Bagaimana kalau untuk Herr Schwarz dan teman kursusku? Akankah mereka menerimanya? Kalau tidak, apa yang harus aku lakukan? Aku bisa memberikannya kepada siapapun di jalan.

Di jalan. Haruskah aku membuat lebih untuk kubagikan kepada orang di jalan, atau mungkin kepada orang-orang tua? Tetanggaku? Atau anak-anak yatim? Apakah di Swiss ada tempat semacam panti asuhan atau untuk tuna wisma? Bagaimana kalau aku membagikannya ke panti jompo? Hahaha... ide yang bodoh, bagaimana mungkin

orang tua makan cokelat? Atau aku bisa memberikan makanan kecil semacam kue yang ada cokelatnya? Aku hanya ingin berbagi.

Setelah kursus, aku sibuk di dapur. Dapur berantakan, di meja ada berbagai nampan dan peralatan dan cokelat serta tepung dan berbagai bahan kue. Aku ingin membuat kue cokelat sederhana yang bisa aku bagikan kepada anak-anak yatim. Aku sudah melakukan riset semalam, ada sebuah panti asuhan di kota sebelah.

Akhirnya hari Kasih Sayang tiba. Aku bangun subuh untuk mempersiapkan bungkusan-bungkusan cokelat dan kue yang aku panggang kemarin. Ketika Fahrer menjemputku, ekspresi kaget di wajahnya membuatku tersenyum.

“Tolong aku membawanya ke dalam mobil.” Aku menyerahkan dua kotak besar berisi kue dan cokelat di dalamnya.

Fahrer menerimanya tanpa bertanya. Saat kami sedang melaju ke tempat kursus, aku mengutarakan maksudku untuk membagikan cokelat di kota sebelah. Dan seperti yang bisa ditebak, maksudku ditolak dengan tegas. Tidak ada tujuan lain selain tempat kursus hari ini. Aku harus pulang jam 1 siang.

“Kalau begitu, aku punya waktu luang selama sejam, bukan? Aku akan melakukannya saat jam makan siangku. Kamu tidak perlu mengantarku, aku bisa pergi sendiri dan kembali ke tempat kursus sebelum jam 1.”

“Tidak bisa, Bu. Kami akan terus bersama Ibu. Dan Ibu harus mengikuti jadwal yang sudah ditentukan.”

“Aku mengikuti jadwalku. Tidak akan terlambat kembali ke rumah.” kataku berkeras.

“Tidak bisa, Bu.”

“Ini hari kasih sayang, sudah seharusnya kita berbagi kasih sayang. Aku sudah mempersiapkan cokelat dan kue sejak dua hari yang lalu, aku tidak ingin menyia-nyiakannya.”

Fahrer diam.

“Panti asuhan itu hanya berjarak 15 menit dari sini. Kita berangkat jam 12 dan setelah itu kalian bisa mengantarkan aku pulang.”

“Panti asuhan.” Aku tidak menyebutkannya tadi dan kali ini Fahrer tampak lebih terkejut lagi.

“Tidak bisa, Bu. Tolong mengerti.”

Bagaimana caranya aku bisa membagikan cokelat dan kue ini?

Bangunan tempat kursus terlihat suram hari ini. Aku melangkah masuk ke dalam kelas dengan bungkusan berisi beberapa kotak cokelat di dalamnya. Pelajaran berlangsung membosankan seperti biasanya. Hari ini, tidak ada satupun pelajaran yang masuk di otakku, aku sibuk memikirkan cara untuk kabur dari Fahrer, tapi aku juga merasa kasihan kalau nanti dia kena marah. Apa aku harus menelepon Assis? Itu bukan ide yang bagus. Aku harus mencari cara lain.

Aku tersentak kaget saat mendengar bunyi keras. Herr Schwarz menjatuhkan buku tebalnya di lantai. Aku memandangnya mengambil buku itu. Ujung mataku menangkap jam dinding di samping papan tulis. 11.50. Sebentar lagi selesai dan aku masih belum menemukan cara untuk menjalankan rencanaku.

Herr Schwarz mengucapkan kata perpisahan untuk hari ini. Aku berdiri, mengambil tas berisi cokelat dengan ragu. Pria satunya sudah berdiri membereskan barang-barangnya. Sebentar lagi dia pergi. Aduh, aku tidak berani memberikannya. Aku bahkan tidak berani memanggil namanya.

“Maafrh...” kerongkonganku terasa berisi pasir. Dia tidak menoleh. Aku mencoba dengan suara lebih keras lagi. “Permisi.” Kali ini dia menengok.

Aku mengeluarkan satu kotak cokelat dari dalam tas dan mengulurkannya kepada pria itu dan berucap, “Selamat hari Valentine.” Dengan suara sangat pelan. Entah dia mendengar atau tidak, dia bisa membaca gerakan bibirku, kan?

Dia menatap tanganku tanpa respon. Aku merasakan ketegangan mengalir di dalam ruangan. Aku bahkan tidak mendengar suara apapun dari Herr Schwarz. Sepertinya dia hanya berdiri mematung.

Pria itu masih diam. Aku tampak bodoh di depannya.

“Ah, ini hanya, ehm, di hari Valentine...” aku membuka tas berisi cokelat lebar-lebar. “Aku membuat beberapa cokelat sendiri dan ingin memberikan kalian, dan, dan beberapa orang lainnya di sini, maksudku di depan, depan tempat registrasi dan....”

Cokelat di tanganku diraih pria di depanku tanpa ekspresi, tapi dia berkata, “Terima kasih.”

Aku tidak bisa menyembunyikan keterkejutanku, aku hanya melongo memandang wajahnya dan kemudian punggungnya. Ketika dia akan menghilang dari pandanganku, aku berseru dengan suara nyaring, “Selamat hari Valentine.”

Senang sekali rasanya, dia menerima cokelat yang aku buat. Aku mengalihkan pandanganku dari pintu yang telah tertutup ke arah Herr Schwars yang sedang menumpuk buku-bukunya.

“Selamat hari Valentine, Herr Schwarz.” Aku meletakkan sebuah kotak cokelat di depan buku-buku yang sedang ditumpuknya sambil tersenyum memandang wajahnya.

Dia menengadah. Raut wajahnya tampak tidak senang. Aku jadi kikuk.

“Aku tidak bermaksud, ehm, kalau Anda tidak suka, aku...” aku tidak tahu lagi harus berkata apa. Haruskah aku mengambil kembali cokelat itu? Aku memandang cokelat itu lekat-lekat seolah menunggu jawaban dari cokelat.

“Terima kasih.” kata Herr Schwarz singkat menatap buku-bukunya.

Asyiik... diterima juga. “Sama-sama.”

Herr Schwarz buru-buru meninggalkan kelas setelah meraih cokelat yang kemudian diletakkannya di bagian paling atas tumpukan bukunya.

Hatiku senang sekali rasanya, hingga ketika aku memasuki kantin aku tersadar kalau aku masih belum menemukan cara untuk memberikan cokelat dan kue di panti asuhan dan panti jompo.

Aku disambut Ibu kantin dengan tersenyum. Aku adalah pelanggan tetapnya, hanya aku yang selalu muncul untuk makan siang jam 12.

“Selamat hari Valentine.” Aku menyodorkan kotak cokelat ke arahnya.

“Terima kasih.” Dia menyambutnya dengan riang. “Sudah lama aku tidak menerima cokelat Valentine.” katanya menatapku. Matanya berbinar-binar.

“Pertama kalinya aku menerima cokelat Valentine dari wanita. Aku berharap ada pria yang memberikannya padaku, tapi wanita pun tidak apa. Terima kasih, Sayang.” ucapnya lagi berterima kasih.

“Anda dan suami tidak merayakan hari Valentine?” tanyaku ragu, ini terlalu pribadi.

“Ah, dia tidak romantis sama sekali. Bahkan untuk ulang tahunku saja dia tidak memberikan aku kado.” Si penjaga kantin terus berbicara selama hampir sepuluh menit, dan pikiranku menerawang ke sana kemari mencoba mencari cara. Tiba-tiba dia bertanya, untung saja aku dengar.

“Kamu mau makan apa hari ini?”

Aku bahkan tidak memikirkan makanan sama sekali.

“Hari ini tidak. Aku harus pergi.”

“Tidak boleh, Sayang, kamu harus mengisi perutmu. Lihat!” ditunjuknya menu di pinggan perak. “Kamu suka ini, kan? Aku bisa membungkuskannya untukmu. Kamu harus makan.”

Dengan perasaan senang, aku meninggalkan kantin dan menuju ke bagian depan. tutup. Aku lupa kalau ini sudah jam istirahat siang. Kalau aku meninggalkan kotak cokelat ini di sini, apakah sopan? Atau aku berikan saja besok? Jangan, hari ini saja.

Aku meninggalkan kotak cokelat di meja registrasi dengan kertas berisi tulisan, “Selamat hari Valentine. Embun.”, yang aku letakkan di bawah kotak cokelat.

Aku naik ke dalam mobil, bingung harus apa.

“Ke panti asuhan?” tanya Fahrer.

Apa? Aku tidak salah dengar? “Kamu mau mengantarkanku?”

“Hanya menyerahkan dan kembali.”

Tidak seperti yang aku inginkan, tapi tidak masalah. Tidak terpikirkan cara untuk pergi ke kota sebelah tanpa sepengetahuan mereka, jadi ini adalah tawaran terbaik. “Baiklah, aku hanya akan meninggalkannya di sana, hanya butuh 5 menit. Dan kemudian ke panti jompo.”

“Panti jompo?” Fahrer mengernyitkan kening.

“Iya. Lokasinya tidak jauh dari panti asuhan. Bisa sekalian jalan pulang.” ucapku riang, tanpa merasa bersalah tidak memberitahunya sebelumnya.

Tidak ada tanggapan, yang kuanggap sebagai persetujuan.

Kami berkendara dengan kecepatan yang lebih dari biasanya, mengejar waktu. Apakah ini tidak akan menjadi masalah? Itu urusan nanti.

Panti asuhan itu terlihat biasa saja, Bangunan kotak bercat putihnya tampak tua, sudah puluhan tahun. Aku masuk ke dalam dan disambut oleh seorang wanita paruh baya.

“Selamat siang. Aku sudah menelepon semalam.”

“Selamat siang. Nama Anda?”

“Embun.” cukup nama depan saja, meskipun tidak sopan. Bisa saja ibu di depanku mengira itu adalah nama belakangku, kan?

“Oh, Frau Embun. Saya Donia, yang bertugas mengurus panti asuhan ini. Selamat datang.” Sambutnya dengan ramah. “Saya senang sekali dengan kedatangan Anda.”

“Aku hanya ingin memberikan sedikit cokelat buatanku sendiri. Mungkin tidak akan cukup untuk semua anak-anak di sini.” Aku jadi merasa tidak enak hati, dikira akan memberikan banyak hadiah.

“Tidak masalah banyak atau sedikit. Kepedulian Anda dengan anak-anak di sini sudah cukup.” katanya menenangkan. Syukurlah.

“Ini.” Aku menyerahkan dua kantong besar berisi 30 kotak cokelat.

“Cantik sekali. Terima kasih banyak.” Dia meletakkan kantong-kantong itu di meja dan meraih kedua tanganku. “Anak-anak memerlukan perhatian. Cokelat-cokelat ini akan membuat mereka bahagia. Terima kasih.”

Semakin tidak enak rasanya. Kenapa aku tidak membelinya saja, ini hanya cokelat biasa yang kubuat sendiri dari cokelat yang kualitasnya biasa saja.

“Ayo, masuk dulu. Kamu bisa bertemu dengan anak-anak. Mereka sedang di ruang santai setelah makan siang.” Ajaknya.

“Maaf, saya tidak bisa, saya harus pergi, masih ada yang harus saya lakukan.” Tolakku.

“Oh, sayang sekali.”

“Mungkin lain kali.” Jangan berjanji, Embun.

“Kamu diterima di sini kapan saja. Asalkan membuat janji dulu.”

“Tentu saja.”

Aku pamit. Wanita itu mengantarkanku ke depan mobil. Aku masuk, melambai dan berlalu.

Mobil melaju cepat ke panti jompo yang terletak di bagian yang berbeda dari panti asuhan. Dan lagi-lagi aku disambut seorang wanita paruh baya yang gemuk dan sangat ramah. Aku meninggalkan kue-kue cokelat kepadanya dan segera pamit pulang. Aku harus berada di rumah dalam 15 menit. Cukupkah waktunya?

Aku tiba di depan rumah jam 1.07. aku merasa bersalah kepada Fahrer.

“Maaf, kita pulang terlambat.”

Fahrer diam saja.

Saat aku membuka pintu mobil, aku melihat masih ada satu kantong kecil di samping tasku. Benar, ini cokelat dan kue untuk Fahrer dan sopir. Aku memutuskan memberikan mereka kue juga selain cokelat. Aku memasukkan kembali kaki kiriku yang sudah berada di luar, berpindah duduk di tengah dan memberikan cokelat dan kue kepada sopir lalu kepada Fahrer dan berucap, “Terima kasih banyak, Fahrer. Selamat hari Valentine.” Andai aku bisa tahu

namanya.

Aku turun dan melangkah masuk ke dalam rumah dengan perasaan senang sekaligus was-was. Apa yang akan terjadi pada Fahrer kalau sampai ketahuan dia mengantarkanku ke tempat yang tidak seharusnya dan kembali ke rumah terlambat? Semoga semua akan baik-baik saja.

Aku melangkah ke dapur dan meletakkan tasku di atas meja dapur. Sebuah bungkusan mencuat keluar dari dalam tasku yang setengah terbuka. Makan siang yang dibungkuskan ibu kantin tadi. aku lupa aku belum makan. Aku meraihnya, melahapnya dan mengambil sebotol air mineral dan duduk di nook memandang keluar. Salju tidak tampak di mana pun, tapi jendela masih terasa dingin sekali, suhu di luar 5 derajat Celcius. Itulah yang terlihat di

termometer besar yang berdiri di taman. Apakah termometer itu tidak kedinginan di luar sana?

1
Pena dua jempol
satu mawar + subscribe + follow... follback aku ya kak... main2 ke karya aku 🌹 🫰🏿😊
Pena dua jempol
mimpiku juga /Sob/
Arvilia_Agustin
sampe disini dulu thor
Arvilia_Agustin
Aku tertarik dengan kursus bahasa Jerman, ingin ikut kursus juga Thor, aku dah mampir lagi ni thor
Bilqies
emnagta terus Thor menulisnya 💪
Bilqies
aku mampir lagi Thor
Bilqies
aku mampir lagi nih Thor
Arvilia_Agustin
Sampe disini Thor, nanti di lanjut lagi
Bilqies
aku mampir nih thor
Bilqies
semangat terus Thor menulisnya...
Ai: Siaaaaap /Good/
total 1 replies
Bilqies
aku mampir Thor
Ai: Makasih 😊
total 1 replies
Arvilia_Agustin
Sampai disini dulu ya ka, 😊
Ai: Makasih sudah mampir /Heart/
total 1 replies
Arvilia_Agustin
Mahal-mahal sekali harga jacket nya
Ai: Bikin keringat dingin baca label harganya
total 1 replies
Alletaa
mampir lagi Thor
Ai: Makasih
total 1 replies
🎀
satu mawar untukmu thor, jangan lupa mampir ya 😉
Ai: Makasih, ya
total 1 replies
🎀
Apa ini akuu? 😭😭
Ai: Semangat /Smile/
total 1 replies
Bilqies
aku mampir lagi Thor /Smile/
mampir juga ya di karyaku
Ai: Makasih /Smile/
total 1 replies
marrydianaa26
semangat thor,nanti mampir lagi
Ai: Makasih /Smile/
Semangat juga
total 1 replies
Zeils
Bagus, pemilihan kata dan alurnya cukup baik dan mudah dipahami.
Hanya saja, perbedaan jumlah kata di bab satu dan dua membuatku sedikit tidak nyaman saat membacanya. Perbedaannya terlalu signifikan.
Ai: Makasih udah berkunjung.
Novel pertamaku mmg banyak kekurangannya, makasih udah diingatkan lagi.
Bisa mampir di novel keduaku, bisa dibilang lbh stabil dr yg ini. Mohon sarannya jg 🙏🏻
total 1 replies
Arvilia_Agustin
Aku kasih bunga ni thor
Arvilia_Agustin: sama-sama
Ai: Makasih /Heart/
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!