Naik Status: From Single To Double: Menikah

Naik Status: From Single To Double: Menikah

Bab 1

Di sinilah aku. Di usiaku yang hampir empat puluh tahun, bekerja dengan pekerjaan yang bukan minatku, dengan penghasilan minim meskipun memiliki latar belakang pendidikan yang lumayan. Aku belum memiliki rumah, kendaraan, hanya sedikit tabungan yang tidak cukup untuk dijadikan biaya jalan-jalan keliling Indonesia dan bahkan belum menikah. Jangankan menikah, pacar pun tidak punya.

Hidupku sempurna, bukan?

Impian-impianku belum ada satupun yang terwujud. Aku ingin tinggal dan bekerja di Eropa, memiliki sebuah apartemen kecil bergaya Skandinavia, memiliki beberapa teman dari berbagai belahan dunia, memiliki tabungan yang bisa membawaku keliling dunia ketika aku cuti tahunan, memiliki sebuah rumah di kampung halamanku dan juga sebuah restoran kecil dengan pendapatan bulanan bersih cukup untuk membeli sebuah motor baru setiap bulannya. Bukannya aku mau beli sepeda motor setiap bulan, itu hanya perumpamaan saja. Kemudian aku bertemu dengan calon suamiku yang ekstrovert, namun bisa menempatkan diri dengan baik. Lalu menikah. Melanjutkan hidup pernikahan di luar negeri sambil bekerja. Kemudian memiliki sepasang anak kembar cewek-cowok, memiliki seekor Sheltie dan tinggal di rumah sederhana bergaya modern dengan pekarangan seukuran dua kali lipat ukuran rumah. Bukan impian yang muluk, bukan? Hanya impian normal seperti wanita lainnya.

Aku tidak bermimpi memiliki sebuah rumah di setiap negara yang kukunjungi ataupun memiliki sebuah garasi mobil yang menampung bermacam-macam mobil dari merek-merek terkenal. Atau memiliki lemari yang dipenuhi dengan gaun, tas dan sepatu yang dibeli di Milan. Atau memiliki seorang suami milyarder yang mengajakku makan di restoran mahal setiap akhir pekan, terbang ke berbagai negara dengan jet pribadi. tidak, aku tidak menginginkan semua itu. aku hanya ingin hidup sederhana dan bahagia dengan keluargaku. Sulitkah mimpiku itu?

Tapi, di sinilah aku, hanya bisa membayangkan dan memimpikan semua impianku setiap malam. Di umur segini, harusnya aku sudah memiliki semua itu dan memiliki impian-impian baru yang jauh lebih besar dari impian-impian sebelumnya, apakah sekarang sudah terlambat?

Trrrt…..trrrrt….

Getaran ponselku membuyarkan lamunan siangku. Lamunanku belum selesai, tapi tak apa, kulanjutkan nanti saja saat aku tidak memiliki kerjaan. Sebenarnya, bukannnya tidak punya kerjaan, tapi aku yang memutuskan untuk tidak melakukan apapun dan hanya duduk atau tiduran sambil melamun. Bahkan saat sedang menonton film pun aku tetap saja melamun. Tapi, yang paling asyik melamun saat membaca buku. Mataku membaca, tanganku rajin membolak-balikkan halamannya dan saat aku salah meletakkan pembatas buku di beberapa halaman lebih awal, saat aku membaca bukunya kembali, aku tidak merasa janggal, karena aku benar-benar belum membacanya dengan pikiran dan perasaanku.

Tidak ada yang berarti hanya notifikasi Shopee dan beberapa iklan yang muncul berkala di ponselku kalau datanya dinyalakan. Sudah jam delapan. Saatnya siap-siap kerja. Kerja yang ingin sekali kutinggalkan dan mengejar impianku.

Rutinitas yang sama setiap hari. Tiba di kantor, berbincang-bincang dengan rekan-rekan kerja tentang berbagai hal mulai dari gosip artis hingga gosip rekan kerja, lalu memeriksa kerjaan. Jika tidak ada pekerjaan yang penting, aku menghabiskan waktu dengan duduk-duduk dan berbincang hal-hal tidak bermanfaat bagiku. Kemudian, istirahat makan siang dan kembali ke pekerjaan yang tidak membuka dunia baru bagiku. Begitu terus sepanjang minggu selama dua tahun.

Aku tahu aku harus bersyukur karena masih memiliki pekerjaan saat ini, di saat ada orang-orang di luar sana yang terluntang-lantung di jalanan tanpa pekerjaan atau bahkan yang lain harus melakukan kriminalitas untuk mendapatkan uang makan mereka setiap hari. Tapi, ada juga orang-orang yang relatif muda tapi sudah menjadi direktur, sudah keliling dunia, memiliki beberapa rumah dan kendaraan pribadi. Aku? Sudahlah, tidak perlu dibandingkan.

Sudah berbulan-bulan aku mencari dan melamar pekerjaan baru secara daring di beberapa puluh perusahaan, tapi selalu ditolak, bahkan malah ada yang mencoba menipu. Aku tahu, umurku sudah tidak muda lagi. Di negeri tercintaku ini umur seolah menjadi prioritas dan standar dalam mencari pekerjaan. Tapi, memang sih pengalaman kerjaku juga tidak mengesankan. Aku tidak pernah menjabat posisi yang bisa dibanggakan dan di beberapa tempat aku hanya bertahan selama beberapa minggu saja. Aku sadar sepenuhnya kenapa aku tidak mendapatkan pekerjaan baru. Jadi, apa yang harus aku lakukan sekarang?

Aku sudah benar-benar bosan dengan pekerjaanku yang sekarang karena berbagai alasan. Aku harus keluar dari tempat ini, ke dunia baru, secepatnya.

Cukupkah uangku untuk bertahan jika aku berhenti sekarang tanpa pekerjaan baru? Sampai kapan aku harus menanti pekerjaan baru? Bisakah aku mendapat pekerjaan baru? Haruskah aku mulai berwirausaha? Penjualan Apa yang harus kujual? Makanan? Haruskah aku membuka kedai atau mungkin mulai dari makanan gerobak? Bisnis waralaba? Lalu, di manakah aku harus tinggal dan membuka usahaku? Siapa yang nanti akan membantuku Aku tidak memiliki koneksi.

Aku juga tidak memiliki teman. Oke, kalau hanya sekedar teman biasa, ada beberapa orang jika dihitung dengan rekan-rekan kerjaku, tapi teman yang bisa dikatakan dekat, atau sahabat…. Saat ini sudah hampir tidak ada kalau bisa kukatakan. Aku memang mudah melepaskan persahabatan. Berpikir bisa melakukan semuanya sendiri, padahal tidak ada seorang manusia pun yang bisa hidup sendirian.

Jadi, apa yang harus kulakukan sekarang?

Aku telah berdoa dan berpikir telah menerima jawaban dari Tuhan, tapi entah apa aku salah mendengar atau itu hanya keinginan hatiku saja yang menjadi kuat. Atau pikiranku saja yang berkata kalau aku harus bertahan sedikit lagi di tempat ini. Itu sudah terjadi sejak setahun yang lalu dan hingga saat ini aku tidak mengerti sampai di mana sedikit lagi itu.

“Dari tadi melamun saja. Kita mau beli hotdog, kamu mau?” rekan kerjaku yang sedari tadi memperhatikanku membuyarkan lamunanku.

“Tidak.” Jawaban sependek itu cukup. Aku sedang menghemat uang. Bulan ini entah ke mana saja perginya uangku. Di akhir bulan seperti ini aku harus benar-benar menghemat sehingga aku bisa liburan di akhir minggu ini. Rencana yang sudah kubuat sejak sebulan yang lalu, tapi hingga 5 hari sebelum hari H-nya masih belum matang.

Jika aku memiliki teman untuk diajak liburan, aku bisa menghemat biaya transportasinya. Sebenarnya tidak memerlukan banyak uang untuk jalan-jalan kalau aku bisa mengendarai motor dan menyewanya untuk dipakai beberapa hari. Sayang sekali, aku sama sekali tidak bisa mengendarai sepeda motor. Atau bisa dikatakan aku bisa, hanya saja tidak lancar. Aku masih suka bingung yang mana rem dan gas, kiri atau kanan. Yang mana ya?

Untuk menyewa mobil tur seharian, aku harus mengumpulkan setidaknya 4 orang termasuk aku untuk berbagi biaya sewa mobil, tapi aku tidak memiliki teman untuk diajak. Ya, sudahlah, kalau rencana A tidak bisa terwujud, aku harus mengeksekusi rencana B, mau atau tidak. Sebenarnya rencana B tidak buruk sama sekali, aku malah menyukainya. Sewa kamar di tepi pantai dengan harga yang lebih mahal dan menikmati suasananya ditemani makanan pesan antar online sambil membaca buku atau menonton film. Menikmati waktu sendirian, jauh dari lingkungan pekerjaan.

“Aku pulang, ya.” Salah satu rekan kerjaku telah menyelesaikan pertarungannya hari ini

“Sampai ketemu lagi besok.” pamitku kepadanya, memalingkan tatapan dari layar komputer yang hanya berisi wallpaper rekan kerjaku memakai aksesoris lucu.

Satu hari kerja telah selesai baginya dan akan berakhir dalam dua jam lagi bagiku. Aku memiliki waktu kerja yang tidak bisa dikatakan fleksibel, sebab fleksibel artinya terserah padaku untuk memulai pekerjaan di waktu yang aku inginkan, tapi yang ada, aku harus bisa bekerja di berbagai variasi jam kerja sesuai yang dibutuhkan kantor. Aku bahkan bisa dianggap harus siap bekerja selama 24 jam. Itu hal yang tidak aku inginkan. Bagiku pekerjaan hanya selama delapan jam sehari, di luar itu adalah waktu pribadiku, aku tidak mau disibukkan dengan urusan pekerjaan sekecil apapun.

Itu adalah salah satu alasan kenapa aku ingin berhenti dari pekerjaan di tempat ini. Aku diserahkan beberapa posisi pekerjaan dengan tanggung jawab yang lumayan besar dengan bayaran satu jenis jabatan tanpa tunjangan.

Jam lima. Saatnya pulang.

Menurutmu apa yang dilakukan seorang introvert seperti aku di kamar berukuran empat kali empat berisi sebuah tempat tidur, kursi, meja dan lemari? Ya, seperti yang sudah aku katakan tadi, aku membaca, menonton film dan hal-hal lain yang tidak memerlukan banyak bergerak dan aku juga bukan orang yang senang keluyuran ke sana sini. Namun, terkadang ketika aku merasa penat dan memerlukan udara segar, aku akan keluar untuk berbelanja atau makan di sebuah restoran, atapun sekedar berkeliling kota.

Bertemu orang baru di jalan atau di dalam bus atau di swalayan atau di manapun aku pergi merupakan pengalaman yang menyenangkan. Terlebih jika terlibat dalam percakapan yang menarik. Percakapan yang menarik bagiku, jika dari percakapan itu aku belajar sesuatu yang baru ataupun mendapat pelajaran yang bermakna. Bukan sekedar perbincangan tidak karuan dan tak ada arah.

Satu hal lagi yang menyenangkan ketika melihat dunia luar adalah hal-hal yang bisa diamati di perjalanan. seperti, ketika aku melihat seorang pria sekitar umur 40 tahunan yang menjajakan jualannya di pinggir jalan dan kemudian dengan berpeluh pindah ke tempat lain dengan menenteng semua bahan jualannya di bahu dan tangannya, berjalan kaki. Aku merasa kasihan melihatnya dan juga merasa bersyukur aku masih memiliki pekerjaan yang lebih mudah, meskipun dengan penghasilan yang tidak memuaskanku. Yaa, manusia memang sulit dipuaskan. Aku harus belajar bersyukur lebih lagi.

Sepanjang jalan akan keluar dari kantor, pikiranku sibuk menerawang ke mana-mana, akibatnya aku melewatkan mesin finger print untuk absen pulang. Tidak apa, hanya memerlukan sedikit jalan kaki dari gerbang depan untuk kembali ke dalam kantor. Untung aja aku ingat belum absen pulang, kalau tidak, melayanglah gaji harianku gara gara lupa absen. Peraturan yang tidak adil menurutku, hanya karena hal kecil yang bisa dibuktikan dengan banyak fakta, tapi hukumannya besar, tak sebanding dengan pekerjaan yang sudah dilakukan seharian di saat perkerjaan sedang berat-beratnya. Juga membuang-buang waktu. Tapi, peraturan tetaplah peraturan. Di mana kamu berada bukankah harus mengikuti peraturan yang ada di tempat itu?

Mandi, cuci baju, makan malam dan santai. Runititas yang lumayan membosankan setiap hari. Seandainya ada di tepi pantai, bisa ke pantai setiap hari. Tapi, aku pernah bekerja di tempat yang benar-benar dibangun di atas pasir pantai dan aku tidak menikmati hari-hari bersenang-senang di pantai selama beberapa bulan bekerja di sana. Selain pasir pantainya hitam dan lumayan kotor, tempatnya pun kecil dan kurang menarik.

Sepanjang hari ini udara terasa dingin. Saat kucuci rambutku, kepalaku terasa membeku. Apalagi setelah keluar dari kamar mandi, dinginnya semakin menusuk akibat jendela kamar yang terbuka. Aku segera menutupnya. Syukurlah, di cuaca dingin seperti ini, kamar ini terasa hangat. Tapi, di saat matahari sedang gencar-gencarnya membagi sinar ultra violet, kamar ini berasa seperti di sauna. Lumayan juga, tidak perlu mengeluarkan uang untuk pergi ke sauna dan tidak perlu menguras tenaga untuk membakar lemak-lemak yang bersarang di tubuhku. Apakah dengan duduk diam di cuaca panas, lemak-lemak di tubuhku akan keluar jadi keringat? Nanti aku akan tanya Mbak Google, sekarang makan malam dulu.

Makan malam yang lezat, dan aku tidak keberatan kalau harus makan hidangan yang sama selama 2 hari berturut turut. Tempe dan tahu goreng tepung dan sayur pokchoi tumis. Plus sambal. Kalau saja sambalnya sambal terasi pedas, pasti rasanya lebih mantap lagi.

Ternyata aku masih harus menyetrika seragam untuk besok. Menyetrika adalah kerjaan harian yang bukan menjadi favoritku, tapi di cuaca dingin seperti ini, itu sangat membantu menghangatkan tubuh.

Semua pekerjaan sudah selesai. Aku memeriksa lamaran pekerjaanku di salah satu portal penyedia pekerjaan daring, tak ada perkembangan. Ada beberapa lowongan baru, coba saja melamar. Tidak ada salahnya, hanya tinggal menekan tombol lamar dan selesai. Diterima atau tidak, setidaknya sudah berusaha. Sebagian besar jawaban yang kuterima dari hampir seratus tempat yang aku lamar, tertulis “tidak cocok”, sisanya “diterima”. Ada juga yang sempat bertanya-tanya tapi di-PHP-in, sampai saat ini tidak ada kabarnya lagi, itu sudah dua bulan yang lalu. Tak apa, aku juga tidak berniat untuk menerima pekerjaan itu kalau sekarang ditawarkan, karena lokasinya berada di dunia antah berantah yang sulit dijangkau kendaraan.

Saatnya memeriksa lamaran pacaran, eh, maksudku aplikasi kencan daring, hehe…. Tidak ada yang menarik juga. Setelah setahun lebih terdaftar di aplikasi online yang ini, akhir-akhir perkembangannya sangat lambat, atau mungkin aku yang menjadi semakin pemilih. Aku semakin jarang membalas surat yang masuk dan bahkan ada beberapa yang sudah kenal sejak setahun yang lalu, sudah kuhentikan komunikasi. Aku mudah bosan dan bukan tipe yang senang menjaga hubungan baik dengan orang lain. Kalau orang lain memutuskan untuk tidak menghubungiku, aku tidak akan mencari mereka lagi.

Berkenalan secara daring sebenarnya melelahkan, karena harus memulai fase tahapan yang sama berulang kali. Namanya berkenalan, pasti harus dimulai dari perbincangan hal-hal dasar terlebih dahulu. Tapi, yang menjengkelkan, saat beberapa orang bertanya hal-hal yang sudah jelas, yang seharusnya mereka sudah ketahui. Contohnya: “Kamu tinggal di mana?” Apa? Di aplikasi kencan daring sudah pasti kita harus mengisi data-data kita yang akan ditampilkan dalam profil dan saat seseorang mau mengirim surat kepada kita, dia harus membaca profil kita dulu dan jelas sekali salah satu hal paling penting yang tercantum di profil adalah nama, umur, dan lokasi tempat tinggal. Jadi, kenapa pertanyaannya harus tinggal di mana?

Oke, dua hal penting sudah aku kerjakan. Itu untuk masa depanku: pekerjaan dan pasangan hidup. Selanjutnya memeriksa media sosial. Yang kumaksud dengan media sosial adalah WhatsApp dan Telegram, titik. Tidak ada Facebook atau Instagram apalagi Tiktok. Tidak ada yang menarik juga. Jadi, saatnya menonton Youtube.

Inilah hal yang paling membuang waktu, menghabiskan dua jam hanya untuk menonton video-video lucu di Youtube sampai akhirnya aku benar-benar ingin tidur. Dua jam itu seharusnya bisa aku habiskan untuk menyelesaikan membaca buku 400 halamanku yang sejak 2 minggu yang lalu baru selesai setengahnya.

Benar-benar hari yang membosankan dan tidak produktif.

Terpopuler

Comments

Angel Beats

Angel Beats

ceritanya lumayan juga. tapi ada yang membuatku bingung






kenapa kakak gak pakai judul kenapa pakai bab?

2024-04-20

2

Sefira Arrum

Sefira Arrum

Aku dah mampir thor, semangat yaa

Dukung karyaku juga ya.. kita saling dukung/Smile//Smile/

2024-04-18

2

anonymous

anonymous

hmm penasaran sama umur mc nya

2024-04-21

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!