Lihat saja, aku bersumpah, aku akan membuatnya memohon untuk menikah dengan ku kurang dari 100 hari ini.
Luna mengucapkan sumpah di depan sahabatnya, Vera yang hanya menganga menatap ke arahnya, merasa sumpahnya itu konyol dan takkan pernah terjadi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RatihShinbe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30
Luna menempelkan telinganya di daun pintu kamar mandi.
"Dia sedang apa? Tidak ada suara" gumam Luna.
Tapi kemudian Abel yang datang dari arah luar menatapnya.
"Sedang apa kamu? " tanyanya.
Luna terperanjat, dia menatap kearah Abel dengan tangan memegangi dada.
Abel masih memakai kimono handuknya.
Bukan pemandangannya yang aneh untuknya, tapi Luna menunduk karena merasa malu.
"Maaf Pak, saya dapat kabar.... " Luna hendak mengatakan kabar yang Vera beritahu.
"Tentang Novel? " Abel menyela karena sudah mendapatkan kabar terlebih dahulu dari ibunya.
Luna menatap dengan mata membulat sembari mengangguk.
"Ibuku tadi menelpon, makanya aku keluar takut ponsel ku jatuh ke bathtub" jelas Abel.
"Lalu.... " Luna mempertanyakan apa yang akan dilakukan olehnya.
"Apanya yang lalu? " Abel menaruh ponselnya di meja.
"Apa kita akan langsung pulang? " tanya Luna.
Abel terdiam, kemudian menatap Luna.
"Untuk apa? Kita masih menunggu keputusan dari Wendy, lagipula Novel bisa mengurus rumah tangganya sendiri" ucap Abel.
Luna terheran dengan ucapannya.
"Sudah keluar sana! aku mau berendam lagi" ucap Abel sambil mendorongnya ke arah pintu.
"Apa anda tidak takut kalau hal itu dikarenakan hubungan anda dengan nyonya Clara? " Luna mencemaskan nya.
Abel berhenti mendorongnya. Luna berbalik menatapnya yang jadi terdiam.
Abel menatap Luna, merasa apa yang dia katakan ada benarnya. Tapi perhatian nya teralih saat menatap bibir Luna.
Dia mengalihkan pandangannya.
"Tidak usah dipikirkan, kita kesini untuk acara baru, kau harus fokus" ucap Abel.
"Jelas saya pikirkan, apa ini karena malam itu? " tanya Luna masih belum keluar dari kamar Abel.
Abel menatapnya sambil berpikir. Luna menunggu nya.
"Apa yang kamu tunggu? Sudah sana kembali ke kamar mu! Atau kamu mau sekamar sama saya? " Abel mengusirnya.
Luna merengut, dia mundur dan membuka pintunya kemudian berdiri menatap Abel yang menutup pintu.
'dia tak merisaukannya Luna, untuk apa kamu ikut mikirin? ' ucap hatinya.
Luna kembali ke kamarnya.
Di sisi lain, Abel memikirkan ucapan Luna. Bagaimana dia akan menjelaskan semuanya saat kembali?
"Untuk apa aku jelaskan? Semua sudah lama berakhir, aku sudah mengakhirinya dengan baik. Bukan salah ku jika mereka akhirnya berpisah. Dan bukan urusan ku lagi" gumam Abel.
Kemudian dia menatap ke arah kamar Luna.
"Dia juga, apa dia benar-benar tak peduli dengan semua perhatian ku? " Abel kesal dengan sikap profesional Luna.
#
Meeting dengan Wendy.
"Ok, acara ini jatuh ke stasiun televisi kalian" ucap Wendy.
Abel tersenyum senang.
Luna apalagi, tapi kemudian memperhatikan Abel yang seolah benar-benar tak terusik dengan kabar perceraian adiknya.
"Terimakasih Wendy, kau benar-benar sangat keren" puji Abel padanya.
"Kau juga keren, semangat. Team kami nanti akan datang ke sana setelah sepekan, butuh orang yang benar-benar profesional untuk mengatur acara ini bukan? " ucap Wendy.
"Tentu saja, aku juga harus mempersiapkan semuanya di sana. Sekali lagi terimakasih" Abel menggenggam tangannya, sangat berterimakasih.
Abel menikmati pesta perayaan proyek mereka yang berhasil. Matanya menatap ke arah DJ yang asik berseru untuk mereka menikmati malam itu.
Luna terus memandanginya, masih tak yakin bahwa bosnya sangat tak peduli.
Abel mengambil minumannya kemudian sadar Luna terus memperhatikan dirinya.
"Apa? " tanya Abel dengan mata membulat seraya minum seteguk.
"Anda benar-benar tidak cemas? " tanya Luna dengan suara yang keras karena harus bersaing dengan suara musik.
Abel tersenyum kemudian meletakkan gelasnya.
"Luna! " Abel menatapnya.
Luna membulat kan matanya siap mendengarkan ucapannya.
"Yang aku peduli kan hanya kamu" seru Abel.
Luna membaca gerakan bibir Abel.
"Apa Pak? " seru Luna tak mengerti.
Abel mendekati telinganya, Luna tersipu karena wajah mereka sangat dekat bahkan hampir bersentuhan pipi mereka.
"Aku cinta kamu Luna" bisik Abel.
Kemudian menyandarkan kepalanya di bahu Luna.
Wajah Luna memerah, dengan jelas dia mendengar ucapan Abel padanya.
Tapi kemudian sadar bahwa Abel tak bergerak lagi.
"Pak! Pak! " Luna menepuk-nepuk lengannya.
Tak ada respon, Abel tetap diam saja. Luna meminta seseorang yang duduk bersama mereka memeriksa apa dia tidur atau bagaimana, karena Luna tak bisa melihatnya.
"Dia tertidur! " seru orang yang membantunya.
Luna menghela, dia mulai merasa kesal dengan kebiasaan bosnya ini.
Dengan bantuan dari Wendy juga temannya, Luna membawa Abel dengan taksi. Tapi sampai di depan motel Luna memapahnya sendiri karena pemilik motel tak bisa membantunya.
"Anda ini, kalau tidak bisa minum, jangan minum" gerutu Luna sepanjang jalan menuju kamarnya.
Dia juga kesulitan membuka pintunya, tapi kemudian tangan Abel menyentuh tangannya. Luna tersenyum, mengira Abel sudah bangun dan bisa berdiri sendiri. Dia ingin segera melepaskan nya.
Tapi Abel malah berbalik ke kamar Luna dan dengan mudah membukanya.
"Heuh? Apa aku tidak menguncinya? " tanya Luna pada dirinya sendiri.
Abel berjalan sendiri menuju ranjang dan berbaring seperti anak kecil, meringkuk dan menjadikan kedua tangannya sebagai bantal di atas bantal.
Luna memperhatikan nya.
"Ok, kalau begitu, aku yang tidur di kamarnya" Luna mendekati dan memeriksa jas nya, untuk mencari kuncinya.
Tapi tak ada, malah Abel terbangun dan menatap wajahnya.
"Kau sedang apa? " tanya Abel.
Luna terkejut, berpikir apa semudah itu Abel sadar.
"Aku cari kunci kamar Pak Abel, kan bapak tidur di sini, jadi aku tidur di kamar bapak" jelas Luna.
Tapi Abel menariknya, Luna pun berbaring dengan posisi wajah menghadap wajahnya.
"Tidur dengan ku disini" ucap Abel seraya memeluknya.
Mata Luna membulat, pipinya memerah, jantungnya berdegup kencang menatap Abel yang tidur.
Kemudian tangan Abel mengusap rambutnya perlahan.
"Tidurlah, jangan takut, aku akan selalu menjaga mu Luna" ucap Abel sambil terpejam.
Bening mengembang di kelopak mata Luna. Abel mengingatkannya pada ayah dan kakaknya.
'Apa boleh aku memeluknya seperti memeluk ayah atau kak Galuh? ' tanya hati Luna.
Tangannya perlahan bergerak hendak merangkul, tapi belum sempat dia menyentuh Abel, justru Abel yang mendekat, mencium keningnya, kemudian memeluknya.
Jelas Luna tersentuh, dia juga merasa nyaman berada di pelukannya. Perasaan yang sedang merindukan ayah dan kakaknya seolah terobati oleh pelukan Abel malam itu. Luna pun tertidur karena merasa nyaman.
#
Sudah siang, matahari sudah menyinari jendela kamar Luna yang menghadap ke laut itu.
Abel membuka matanya, terkejut karena Luna ada di hadapannya.
'Dia? Apa aku masih tidur dan masih bermimpi? ' tanya hati Abel.
Kemudian tangannya bergerak, satu jarinya menyentuh pipi Luna untuk memastikan.
Mata Abel membulat, tangannya menutupi mulutnya yang terbuka.
Abel hendak bangun perlahan dan menarik tangannya yang dijadikan bantal oleh Luna.
Kemudian Luna bergerak, berbalik dan tidur kembali.
Abel lega, Luna tak bangun dan tangannya pun lepas dari nya. Abel pergi dari kamarnya dengan perlahan.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=>>