"Dalam Tasbihku, ku langitkan doa atas namamu, meski aku tidak tahu apakah doaku yang akan pulang sebagai pemenangnya." ~ Hawaa
Hubungan persaudaraan tak sedarah yang sudah terjalin ternyata menumbuhkan cinta diantara Adam dan Hawaa, tapi semua itu harus terhalang, saat Adam memilih menganggap Hawaa hanya sebatas saudara.
Hawaa yang telah kecewa, kembali dibuat terluka saat Adam datang mengenalkan kekasihnya, Anissa yang ingin Adam ajak serius.
"Saat kamu melangitkan doa dengan nama orang lain, kamu harus siap menerima jawaban, dari doa itu." ~ Adam
Inikah jawaban, dari Doa yang Hawaa langitkan, ataukah ada jawaban lain yang belum kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Dua Puluh Dua
Hawaa dan Rafael langsung menuju ke rumah orang tuanya. Pria itu ingin mengantar hingga ke tujuan. Padahal Hawaa telah menolak, takut kedua orang tuanya salah paham jika melihat ada seorang pria mengantarnya pulang.
Sore hari, taksi yang membawa keduanya sampai di halaman rumah yang sangat luas itu. Hawaa mencoba menahan air matanya agar tak tumpah. Dua bulan tak bertemu dengan Abi dan Bunda terasa lama sekali.
Gadis itu mengetuk pintu rumahnya. Bibi yang membuka pintu begitu bahagia melihat kehadirannya.
"Neng Hawaa ...!" seru bibi dengan penuh kegembiraan.
"Bibi, apa kabar?" tanya Hawaa, lalu gadis itu memeluk sang bibi. Baginya memang tak ada perbedaan antara pembantu dan majikan.
Setelah melepas rindu dengan bibi, Hawaa masuk dan tak lupa meminta Rafael ikut. Sampai di ruang keluarga ternyata semua anggota keluarga sedang berkumpul, termasuk Annisa.
"Assalamualaikum ...," salam Hawaa.
"Waalaikumsalam ...," jawab yang lain dengan serempak.
Semua anggota keluarga memandangi Hawaa dan juga Rafael yang berdiri di belakang gadis itu. Terutama Adam. Dia memandangi tanpa kedip.
Hawaa lalu berjalan menyalami dan memeluk bundanya. Tangis keduanya pecah saat berpelukan.
"Kamu sehat, Nak?" tanya Bunda Syifa di sela tangisnya.
Gadis itu hanya bisa menganggukan kepalanya. Tak dapat bersuara karena menangis. Setelah cukup lama berpelukan dengan Bunda, Hawaa melepaskannya. Dia lalu mendekati Haikal. Memeluk Abi-nya dengan erat.
"Maafkan Hawaa, Bi," ucap Hawaa di sela tangisnya. Dia merasa bersalah karena tak mau mendengar ucapan sang Abi untuk berhenti kerja di Batam.
"Abi juga minta maaf," ujar Haikal.
Cukup lama keduanya berpelukan. Akhirnya Hawaa tersadar akan kehadiran Rafael. Dia lalu melepaskan pelukannya dan memanggil pria itu.
"Abi, Bunda, kenalkan ini teman kerjaku, Rafael," ucap Hawaa memperkenalkan pria itu pada seluruh keluarga termasuk Adam. Saudara tirinya itu, wajahnya terlihat cemberut dan masam.
Rafael lalu menyalami satu persatu keluarga Hawaa. Dia di ajak duduk sama Abi. Mereka mengobrol hingga tiba waktunya solat magrib.
Semua melaksanakan solat, Rafael tetap duduk di sofa ruang keluarga. Hawaa memilih solat sendiri di kamar, sekalian membersihkan diri.
Setelah semua solat, mereka berkumpul di dekat meja makan. Saat semua telah terkumpul, barulah mereka makan malam.
"Kamu sudah solat?" tanya Adam. Dia dari tadi terus memperhatikan Rafael.
Pertanyaan Adam membuat semua mata jadi tertuju pada Rafael. Hal itu membuat Hawaa merasa tak enak hati dengan temannya.
"Aku nonis ...," jawab Rafael.
Jawaban Rafael membuat semua makin terkejut. Mungkin mereka berpikir Hawaa sedang menjalin hubungan dengan pria itu.
"Maaf, aku tak tahu," balas Adam akhirnya. Semua kembali melanjutkan makan malam. Setelah makan malam, Rafael pamit.
Abi langsung memanggil Hawaa. Kembali semua berkumpul di ruang keluarga. Annisa dan Adam masih berada di sana. Mereka berdua ikut berkumpul.
"Hawaa, apa Abi boleh bertanya?" tanya Haikal dengan suara lembut. Dia tak ingin terjadi kesalahpahaman lagi dengan sang putri.
"Tentu saja boleh, Bi!" jawab Hawaa.
"Ada hubungan apa kamu dengan Rafael, Nak?" Kembali Abi bertanya.
Hawaa sudah menduga jika ini pasti akan Abinya tanyakan. Dia tak masalah mengenai itu.
"Aku dan Rafael hanya sebatas rekan kerja saja, Bi," jawab Hawaa dengan tersenyum.
Tanpa sadar Adam menarik napas lega saat mendengar jawaban dari Hawaa. Dia tampak tersenyum. Annisa yang duduk di samping suaminya, menjadi tersenyum miring melihat reaksinya.
"Abi kira ada hubungan lain," ucap Abi lagi.
Hawaa hanya tersenyum menanggapi ucapan Abi-nya. Setelah merasa puas dengan jawaban sang putri, Abi lalu bertanya lagi tentang pekerjaan anaknya itu.
Mereka bicara berbagai macam topik hingga jam menunjukan pukul sepuluh malam. Akhirnya semua pamit untuk beristirahat, tak terkecuali Adam dan Annisa.
Di dalam kamar, Adam yang ingin mengambil piyama ke dalam lemari menghentikan pergerakan tangannya. Pertanyaan sang istrilah penyebabnya.
"Apa kita menginap di sini?" tanya Annisa.
"Ya, sudah sepuluh hari kita tak menginap. Tepatnya sejak pindah ke apartemen," jawab Adam.
"Kanapa kita tak pulang saja? Bukankah kita telah memiliki rumah?" tanya Annisa.
"Walau kita telah memiliki rumah tak ada salahnya kita menginap, bukan?" Adam balik bertanya.
"Bukankah kamu tadi mengatakan ke sini karena rindu bertemu Abi dan Bunda. Aku rasa sudah terobati rasa kangennya, kenapa harus menginap? Atau ini hanya alasan kamu saja. Sebenarnya kamu ingin melepas rindu dengan Kak Hawaa'kan?" tanya Annisa dengan sinis.
"Kenapa kamu berpikir terlalu jauh begitu Annisa? Aku hanya ingin melepaskan kerinduan dengan kedua orang tuaku! Apa salahnya menginap malam ini?" tanya Adam balik.
Annisa tersenyum getir. Dia sepertinya tidak sependapat dengan suaminya itu.
"Tidak ada salahnya jika keinginan kamu karena memang murni rindu kedua orang tua. Tapi aku tau tujuan utama kamu mengajak aku menginap, semua karena Hawaa'kan? Kamu masih ingin melepaskan kerinduan dengannya!" ucap Annisa dengan sedikit kesal.
"Astaghfirullah, Nisa. Kali ini tuduhan kamu sudah keterlaluan!" jawab Adam juga dengan suara sedikit tinggi.
"Sudah cukup, Dam. Aku sudah muak. Aku juga lelah dengan semua ini. Aku tau kamu selama ini memiliki perasaan lebih pada Hawaa. Bukan hanya sekedar sayang sebagai saudara. Aku ini hanyalah istri pajanganmu saja. Mari kita cerai saja, mumpung kita belum berhubungan badan!" ucap Annisa.
...----------------...